When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Your cookies settings
Strictly cookie settingsAlways Active
ic_arrow_left
Story By Silvi Budiyanti
Silvi Budiyanti
0FOLLOWER
297READ
ABOUTquote
selain menjadi seorang penulis hobby dan kegiatanku adalah sebagai seorang guru taman kanak-kanak dan Bimba. membagi waktu antara mengajar dan menulis adalah dua hobi yang berbeda
Aku mencintaimu sejak kita kecil dulu komandan. Tapi baru kali ini berani mengucapkan walau hanya sekedar tulisan.
Baru kali ini aku mampu mengatakan ketika kau juga mengatakan hal yang sama.
Kita sama-sama saling mengagumi dan menyimpan perasaan yang sama.
Dan kini jarak di antara kita sangat jauh, Jakarta dan Afrika atau terkadang entah kau dimana dengan tugasmu dan kewajibanmu itu.
Cinta kita, cinta antara ruang dan waktu...cinta kita, cinta dari musim ke musim.
Begitulah aku akan selalu menantimu di sini, dalam kesetiaan.
Ribuan hari yang melelahkan telah aku lalui. Butiran-butiran peluh bahagia dan suka bagaikan komedi yang berputar. Satu sisi aku lelah, satu sisi aku harus terus berlari, aku tidak meminta banyak dari Allah, yang aku inginkan hanya satu.
Terlalu kejam jika aku bilang takdir hidupku tidak beruntung. Mungkin yang tepat untuk menyiratkannya adalah takdirku kurang beruntung seperti kalian.
Kenalkan aku adalah Sintia, anak semata wayang yang dulunya di adopsi sebagai anak kandung secara legalitas.
Selama 35 tahun hidupku penuh liku, bisa di bilang aku seorang yang terbentuk dari keluarga yang brochen home, pelarianku dengan mengejar hobi dan mencari sahabat sebanyak-banyaknya.
Aku lebih nyaman bercerita dan membagi kisah hidup dengan teman laki-laki. Inilah yang menjadikan mereka semua sebagai Teman Tapi Mesra dalam hidupku. Alasannya sih simplle, karena teman laki-laki pintar memegang rahasia dan pandai memberikan nasehat yang positif.
Kisah hidupku terus berliku, bagaikan obak pantai. Baik masalah keluarga, masalah teman kecil yang sering membulying, masalah percintaan, pekerjaan, rumah tangga maupun lainnya. Aku terus berusaha mencari jalan keluar yang baik dan aku berusaha untuk kuat dan bertahan dalam segala cobaan hidup. Bagaimana untuk jangan menjali gila atau bunuh diri karena itu semua.
"True Story"
"Bapak sama Ibu tidak mampu menyekolahkan mu Sofia di SMEA yang kau inginkan, adik-adikmu masih kecil-kecil. Bapak kerja nya hanya sebagai buruh Cina. Sudah cukup sampai SMP seperti teman mu yang lain, asalkan sudah pandai membaca dan menulis.Atau jika kamu masih ingin sekolah, kau cari sekolah yang gratis."
Ku susuri sekolah Tingkat Menengah Atas dari Cimahi sampai ke Bandung dengan sepatuku yang alasnya sudah tipis ini. Aku berharap jika masih ada sekolah yang gratis untukku.
Based on true Story