Bab 1
Irvan
Hari ini hampir sama seperti hari biasanya, mengerjakan tugas-tugas sekolah bersama teman-teman. Kebetulan ada tugas membuat peta ASEAN, dan bendera-bendera ASEAN. Siapa lagi yang pandai membuatnya kalau bukan Sarinto yang suka menggambar. Cukuplah aku dan teman-teman lain membantunya mewarnai saja.
Berkelakar, bercerita dan pastinya membulying Silvia sahabatku. Dari dulu dia terkenal manja, dan suka banget menangis dari kecil. Suatu keceriaan bagi kami jika berhasil membuat dia kesal, menangis atau minimal cemberut saja.
“Kesel! Kesel sekali sama teman-teman SD, selalu saja meledekiku dengan sebutan Maria Celeste si pemain film drama itu, dan ya ampun Sarinto masih saja dia menitipkan salam ke Aku. Ingin menangis rasanya, andai saja mereka tahu jika Aku tidak suka dengan semua kelakuan mereka itu. “
“Ya sabar Sil, anak-anak memang gitu rese.”
“Tapi Ima, Aku enggak suka, mending kalau di ledeki dekat sama Tian kek...atau...”
“Atau siapa? Kamu suka ya sama tetanggaku? Hayo mengaku? Kamu suka kan sama Irvan?”
“Hus, diam Ima, Aku malu nanti mereka dengar kata-kata Kamu.”
“Titip salam enggak?”
“Enggak dan jangan macam-macam! Diam mereka datang.”
Si Ima dan Silvia, selalu saja bisik-bisik kalau lagi asyik main dan mengerjakan tugas kelompok. Dan sahabatku Sarinto, dia mulai tergila-gila dengan Maria Seleste alias Silvia. Ada pohon mangga di ukir nama Silvia, ada pohon pisang di ukir nama Silvia, bahkan di dinding rumah Om Cahyo juga terukir nama Silvia. Kasihan sih, tapi si Maria Seleste selalu mengacuhi dia. Dan sialnya aku mulai tertarik dengan sosok gadis ini. Apakah ini yang di sebut cinta pertama. Sadar Irvan sadar, kamu ini masih SD dan kenyataannya itu Silvia naksir Tian, dan Sarinto tergila-gila dengan Silvia. Begitu juga tetangganya ada yang suka dengan gadis mungil ini yang mulai kau sukai juga. Mungkin nanti kalau sudah besar aku akan bilang suka kepadanya. Itu pun kalau aku memiliki keberanian dan rasa nekat dari sahabatku Sarinto.
Keesokan harinya.
Hari ini khususnya bulan ini Agustus ada kegiatan baris berbaris, dan dia selalu saja terlihat dimana-mana, kucir kanan kiri dengan karet jepang warna-warni Ikut lomba tarilah, ikut baris berbarislah dan setiap hari selalu bareng mengerjakan tugas satu kelompok denganku. Sudah bagai medan magnet, dan benar aku selalu memikirkan dia sekarang pagi, siang atau setiap waktu anehnya mulai selalu memikirkan sosok Silvia.
Dia gadis kecil yang manis, badannya ramping, kulitnya putih dari sahabat-sahabat yang lain, dan dia selalu ramah padaku, kecuali kalau aku goda dengan sampaikan salam sayang dari Sarinto, seketika wajah lembutnya mulai marah dan memaki. Ada rasa gemes, ada rasa kasihan tapi aku senang sekali bisa menggoda dan berpapasan dengannya.
Dan tak lama lagi, kami akan lulus dari SD, entah bisa atau tidak aku bersama dengan sahabat-sahabatku, dan tentunya bersama dengan Maria Seleste lagi. Cukup senang bisa kenal dan dekat dengannya akhir-akhir ini. Dan mungkin seperti yang selalu aku bilang, entah kapan aku ada keberanian untuk ungkapkan rasa ini. Rasa yang benar-benar aneh berkecamuk di dadaku. Cinta, cinta monyet yang mulai bersemi di hatiku atau mungkin tak akan pernah berani terlontar kata itu sampai kapan pun. Tetap akan aku simpan saja dalam hati. Mungkin sampai nanti, saat kami sudah sama-sama dewasa. Kelak jika nasib menjadikan aku seorang yang sukses mungkin dia akan aku cari.