Aku melihat rumah yang begitu familiar, rasanya aku seperti pernah ke rumah ini. Namun, aku sama sekali tidak mengingat apa aku pernah ke rumah ini atau tidak. Exel menggendongku untuk turun dari mobil dan menaruhku di kursi roda. Hal-hal seperti ini menambah keyakinanku bahwa aku sangat merepotkan karena kedua kakiku tidak bisa aku andalkan untuk sementara waktu. “Xel, kamu yakin ayah kamu tidak ada di sini? Tidak sebaiknya aku pulang ke rumahku saja karena rasanya tidak baik jika dua orang yang berlawanan jenis tinggal satu atap padahal bukan muhrimnya,” ucapku yang merasa tidak seharusnya aku menginap di rumah lelaki yang tidak aku ingat sama sekali. “Aku tidak akan macam-macam padamu, lagi pula apa yang harus aku lihat darimu?” ucap Exel dengan nada sewot, lagi-lagi wajah Exel membu