Dua minggu berikutnya, pesta pertunangan digelar di salah satu hotel terkenal di kota Osaka. Ballroom hotel tampak mewah dengan hiasan khas musim semi dan beberapa tiruan pohon sakura di berbagai sudut. Para tamu datang dengan kimono cantik mereka, ada juga yang berpakaian lebih formal. Pertunangan yang hanya sebatas lelucon bagi Adhitya.
Senyum tipis di bibir plum wajah tampan itu, disambut senyum menawan dari Elsa, gadis langsing berhidung mancung di sisinya. Gaun putih yang menyapu lantai meski heels-nya sudah cukup tinggi.
Tepukan beriring sorot kamera mengabadikan saat keduanya bertukar cincin. Adhitya tersenyum bahagia, memberi kode pada Yuki yang berdiri tepat di samping Seo Jin di sana. Pria itu tampak tak peduli, hanya menenggak beberapa gelas wine dengan perasaan kacau.
"Seo Jin-ssi, kamu sudah minum terlalu banyak," tegur Yuki dengan nada ragu.
Seo Jin hanya tersenyum beriring cegukan kecil, lalu meletakkan gelasnya di atas meja. Ditatapnya Yuki dengan mata sendu, tak sepenuhnya fokus.
"Dia cantik, kan? Nappeun yeoja!" makinya terhadap Elsa, mengatakan bahwa gadis itu sangat jahat telah menyakitinya.
Tak lama, Seo Jin meninggalkan lokasi pesta. Yuki berjalan perlahan di belakangnya, melindungi Seo Jin yang bergerak sempoyongan meninggalkan ballroom. Menaiki lift menuju lantai 3 tempatnya menginap.
"Seo Jin," panggil Yuki saat memegang bahu pria itu yang jatuh setelah membuka pintu kamarnya.
Seo Jin menoleh pada Yuki, bersandar sebentar di bahu mungil sepupu Adhitya itu.
"Yuki Noona, ini sakit," gerutunya sambil menepuk d**a kirinya. "Jahat! b******k! Aku benci Elsa," gusar Seo Jin sesekali dibarengi cegukan dan tawa miris.
Dengan hati-hati, Yuki membimbing Seo Jin untuk berbaring di kasur. Setelah melepas sepatu pantofel itu, Yuki beranjak meninggalkan sisi kasur setelah menyelimuti Seo Jin.
"Kajima!"
Seo Jin mengigau, melarang Yuki pergi. Betapa sedihnya dia hari ini karena harus melepas Elsa yang dulu sangat dia cintai. Yuki mendekati, mengusap kepalanya dengan khawatir.
"Hari ini berat sekali, kan? Istirahat sebentar, Seo Jin. Besok kamu harus lebih kuat untuk menghadapi kegilaan Elsa. Tapi kamu tau pasti, Adhitya nggak pernah berniat jahat padamu. Masa lalumu dengan Elsa itu, aku juga akan bantu untuk menyimpannya dari Adhitya."
Menghabiskan waktu setengah jam sampai Seo Jin lebih terlelap, Yuki pun meninggalkan kamar itu untuk kembali ke pesta. Dia tahu pertunangan ini hanya salah satu cara bagi Adhitya agar bisa kembali ke Jakarta. Paspornya yang disita sang ayah, membuatnya tak bisa kembali ke tempat di mana mimpi buruk itu berasal.
Yuki memandang Adhitya di kejauhan, membiarkan Elsa menggelayut mesra di bahunya saat mereka berbincang dengan ayah gadis tersebut. Yuki pun tahu Elsa hanyalah menganggap ini permainan. Sama seperti Seo Jin yang pernah jadi bagian dari bidak caturnya, Adhitya menjadi target selanjutnya. Tak dia tahu, hati pria itu hanya tertaut pada seorang gadis yang terbaring lemah di Jakarta sana.
"Apa ini saatnya kamu tau kalau Luna masih hidup, Dhit? Apa kamu bisa memulainya lagi?" lirih Yuki.
Meski tersenyum ceria, Yuki tahu benar Adhitya menyimpan ingatan lama yang menyakitkan yang sewaktu-waktu akan kembali menghantui. Menanti hari Luna kembali sadar dan memulai semua dari awal. Atau mengakhirinya saja.
*
Seminggu berlalu setelah pertunangan, Adhitya kembali beraktifitas di ruang kerjanya. Kini, tampuk kepemimpinan perusahaan cabang sedang dijalaninya. Duduk di depan meja itu, memeriksa berkas pada folder penyimpanan komputer. Dulunya, kursi dan perangkat ini adalah milik sang ayah.
"Ah, nggak sabar balik ke Jakarta. Selesai meeting ini, aku bisa cepat kabur dan ninggalin tanggung jawab ke Seo Jin," ujarnya santai.
Pelan-pelan dia memeriksa berkas, sesekali merenggangkan otot dan mencoret beberapa tumpukan kertas itu setelah diperiksa. Sementara itu di luar sana, Seo Jin tak beranjak saat Elsa berjalan mendekat dari kejauhan.
Cinta dan kemarahan yang terbias di binar mata cokelat Seo Jin. Elsa sangat menyukai itu. Berdiri tepat di depan pria jangkung itu, lalu membelai lembut pipinya. Tak ada perlawanan dari Seo Jin saat ibu jari itu mengusap lekuk bibirnya.
"Seo Jin-ssi, jangan melihatku semanis itu. Kamu nggak akan bisa menolak apa pun permintaanku. Jadi cukup bersabar! Saat aku bosan dengan Dhitya, aku sesekali akan datang ke kamarmu," goda Elsa dengan kerlingan mata nakalnya.
Hanya bisa terbodoh membiarkan gadis itu masuk ke ruangan tunangannya. Di dalam ruangan, Adhitya mendecak kesal, menutup berkas dan terpaksa mengurai senyum saat mendapati Elsa mendekati kursinya.
'Ah, mak lampir yang satu ini. Calm, Dhitya! Jangan bikin dia curiga! Demi bisnis papa,' batin Adhitya dengan senyum keki yang menunjukkan deretan giginya yang rapat.
Elsa meletakkan clutch merah muda itu di sofa, lalu berjalan ke belakang kursi Adhitya. Dipeluknya bahu tunangannya itu, sesekali mencium aroma shampoo yang menguar dari rambut hitam legam Adhitya.
"Lagi sibuk, Sayang?" tanya Elsa.
"Ya, harus dikelarin hari ini juga."
Elsa memutar kursi Adhitya agar berbalik ke arahnya. Pria itu sedikit memundurkan badannya saat Elsa duduk di pangkuannya tanpa ragu. Gerutu mendalam hanya bisa Adhitya lontarkan dalam hati.
'Gila, main nangkring aja kek monyet. Berasa naik odong-odong aja dia.'
Elsa adalah tunangannya. Tak tahu masa depannya nanti, tapi memang Luna hanyalah bagian dari masa lalu. Tak tahu bahwa sang istri masih hidup. Elsa yang mungkin akan menggantikannya.
Kecantikan dan tubuh moleknya menjadi incaran para pria. Senyumnya yang terurai cantik sembari mengalungkan lengannya di bahu Adhitya.
"Katanya kamu mau ke Jakarta, ya? Seminggu?" rengek Elsa dengan nada manja.
"Ya, ada urusan di kantor pusat. Sabar, ya! Setelah aku balik, aku akan ajak kamu liburan ke Hokaido," rayu Adhitya.
"Beneran?"
Pria itu mengangguk cepat. Usapan lembut Elsa di pipinya memaksa Adhitya untuk mendongak saat wanita itu mendekat untuk mencium bibir plum-nya.
Prang! Suara pecahan gelas itu membuyarkan suasana tegang tadi. Adhitya bersyukur Seo Jin memecah suasana hingga dia bisa melarikan diri dari sentuhan nakal Elsa. Seo Jin selalu menjadi penyelamatnya. Tadinya pria itu membawa segelas jus untuk tunangan Adhitya ini.
"Cheosonghamnida," tutur Seo Jin, memohon maaf dan berjongkok untuk mengutip pecahan kaca itu.
Elsa hanya tersenyum agar bisa mendekati Seo Jin. Puas melihat rasa sedih Seo Jin saat hanya bisa diam melihat orang dicintai memadu kasih dengan sahabatnya.
Dering telepon pun mengisi hening Adhitya, tak mempedulikan Elsa dan Seo Jin yang kini tepat berhadapan. Elsa ikut berjongkok di hadapan Seo Jin meski pria itu enggan menatapnya.
"Hati kamu sakit?" sinis Elsa.
Seo Jin terkejut hingga tak sengaja melukai jarinya dengan pecahan kaca itu. Begitu pandai gadis ini mempermainkan perasaannya. Seo Jin pun tak memberi tahu Adhitya selama ini bahwa Elsa adalah mantan kekasih yang masih dia cintai.
"Ini udah satu tahun sejak kita putus. Kenapa masih sebodoh ini, Jin-aah?"
Elsa mengambil jari berdarah Seo Jin, menyelipkan telunjuk hangat itu di sela bibirnya. Entah itu bentuk perhatian atau godaan nakalnya saja, Seo Jin belum bicara. Untung saja Adhitya masih sibuk dengan panggilan bisnisnya itu. Sesekali pelupuk mata Seo Jin mulai sendu ketika bisa merasakan lidah dan gigi kelinci gadis itu bermain di antara jarinya.
"Katakan pada Adhitya kalau kita pernah berpacaran sebelumnya. Aku cuma perlu sedikit tantangan di sini. Entah kenapa terasa membosankan," kata Elsa setelah melepaskan jari Seo Jin dari mulutnya.
Seo Jin bangkit dan meletakkan nampan berisi pecahan gelas itu di atas meja, lalu berhadapan dengan gadis modis pemain hati pria ini. Meski masih mencintai Elsa, yang ada di hatinya hanya kebencian semata.
"Nggak. Kamu cuma akan puas bermain kalau sampai aku dan Dhitya terlibat salah paham. Nggak peduli aku masih cinta sama kamu atau nggak, aku nggak berniat ada kamu lagi di dalam hidupku, Elsa," ujar Seo Jin angkuh.
Elsa hanya tersenyum, lalu melingkarkan sejenak lengannya di sisi pinggang Seo Jin, merabanya hingga pria itu bergedik. Bisa Elsa rasakan otot perut di balik kemejanya itu hanya dengan mengusap sebentar. Bisik mesra Elsa pun singgah di telinga Seo Jin.
"Tapi kalau kamu lagi pengen, aku masih bisa main sama kamu lagi, kok. Badan kamu lebih bagus akhir-akhir ini, Jin."
Derap heels Elsa terdengar ketika melangkah keluar beriring dengan napas berat Seo Jin yang terhela dari sela bibirnya. Wanita itu mengacaukan hatinya lagi. Seo Jin kembali mendekati meja Adhitya yang baru saja selesai dengan pembicaraan bisnisnya.
"Besok siang aku berangkat. Tiketnya sudah kamu pesan, Jin?" tanya Adhitya, kembali konsentrasi pada layar komputer itu.
"Sudah. Tapi, apa kamu nggak perlu kutemani?" tanya Seo Jin, khawatir.
"Nggak perlu. Kamu handle aja perusahaan. Papa ngasih kesempatan aku megang cabang di sini, sementara dia bakalan konsen sama kantor pusat. Jadi, tolong bantuannya selama aku di Jakarta."
"Ya. Aku paham."
Seo Jin pergi setelah membereskan berkas yang ada di atas meja. Satu tahun terakhir ini, dia mendampingi Adhitya sebagai sahabat dan sekretaris pribadinya. Adhitya kembali berkonsentrasi pada layar komputer, hingga pointer mouse terhenti pada folder video usang. 2017. Nama folder itu mengundang perhatian Adhitya.
"Apa ini video pernikahan waktu itu?" lirihnya.
Memberanikan diri, Adhitya membuka beberapa file yang berbaris. Suara tawa dan senyum cantik Luna yang terpampang di layar itu membuat Adhitya menangis rindu. Video pernikahan. Kekasih yang dinikahinya itu menjadi korban dalam kejadian tragis. Luna yang sangat cantik. Senyum itu kini hanya tinggal seberkas kenangan di pikiran Adhitya.
"Luna," lirihnya, dengan dagu bergetar dan air mata yang jatuh di pipi.
Adhitya kembali tersenyum sambil mengusap air matanya.
"Udah. Jangan nangis! Cengeng lo, Dhit!"
Menyentuh layar dengan jemarinya sambil memejamkan mata seakan mengingat lagi halus lembut kulit sang istri ketika disentuhnya. Suara-suara Luna dan teman yang lain mengisi telinga hingga kembali mengukir senyum di bibirnya.
Hampir setengah jam berlalu saat tersisa video terakhir. Menekan berulang hingga layar memunculkan suasana temaram kolam renang. Itu adalah rekaman CCTV kejadian malam pernikahan.
'Tolong!'