bc

Suami yang Tak Bisa Kusentuh

book_age16+
11.0K
FOLLOW
89.4K
READ
love-triangle
love after marriage
goodgirl
confident
CEO
drama
sweet
bxg
office/work place
first love
like
intro-logo
Blurb

Adhitya, seorang pria muda yang mengalami percobaan pembunuhan oleh Ardhy, kakak kandung dari Luna, istrinya. Malam pengantin berubah menjadi petaka hingga menyebabkan Adhitya trauma berhubungan ranjang.

Keduanya berpisah selama empat tahun. Adhitya tinggal di Jepang sebab masih trauma dan berpikir Luna sudah meninggal di Jakarta tanpa tahu bahwa istrinya itu hanya jatuh koma.

Saat takdir keduanya akhirnya kembali dipersatukan, Luna harus ikhlas menerima kondisi suaminya yang tak bisa bergelut di ranjang sebab teringat akan peristiwa mengerikan itu. Di saat Adhitya berusaha keras melawan trauma untuk memenuhi nafkah batin pada Luna, tanpa sengaja dia melihat istrinya itu mendapat sentuhan ranjang dari saudara tirinya.

Bagaimana pernikahan keduanya bisa berlanjut? Haruskah Adhitya melepaskan pernikahannya, atau berpura-pura tak terjadi apa-apa sebab saat itu, Luna sedang dalam kondisi mabuk saat memenuhi malam terlarangnya?

chap-preview
Free preview
1. Tentang Adhitya dan Luna
Empat tahun yang lalu. Teet!!! Bel masuk terdengar. Seorang siswi cantik dengan rambut ikal terurainya masih asik merangkai kata di atas kertas putih, sesekali membuka n****+ sebagai referensi. Dia duduk di bangku sebelah jendela. Membiarkan angin masuk menampar permukaan wajahnya. "Project n****+ baru lagi, Luna?" tanya teman di sebelahnya. "Iya. Kayaknya setelah lulus sekolah nanti, aku mau ngambil kuliah sastra aja. Pengen banget bisa jadi penulis n****+ romance terkenal," angan Luna, demikianlah nama gadis itu. "Wah, bagus tuh! Mana tau nanti bisa jadi best seller, kan?" "Aminin aja, deh. Walau masih kejauhan juga mimpinya." Luna terkejut saat teman sekelasnya menyambar hasil karyanya itu. Pemuda jangkung itu mengambil selembar kertas di mana tadinya, Luna masih menulis beberapa paragraf dari prolog n****+ yang sedang digarapnya. "Adhitya!" Adhitya Kazuya, demikian nama di bet seragamnya. Meski tampan, dia sangat menyebalkan. Luna beranjak dari kursi, segera mendekat pada Adhitya yang ada di belakang meja terakhir. Adhitya sangat jangkung. Pemuda tampan dengan binar mata cokelat dan alis tebal itu hanya mencibir kecil saat Luna meloncat untuk mengambil kertas yang dijunjungnya. "Balikin, ih! Apaan kamu, Dhit!" keluh Luna. "Ntar, aku baca dulu. Cewek culun hobi nge-halu, sok bikin cerita romantis. Kayak pernah aja," cibirnya. "Oi, Dhitya! Ini udah hampir tiga tahun dan lo nggak ada bosan-bosannya gangguin Luna. Besok udah kelulusan, loh!" sahut salah seorang teman yang lain. Adhitya tertawa kecil. Dia berlari ke seputar kelas yang sunyi agar Luna mengejarnya. Masih ada senyum saat Luna tampak kesal karena gagal mendapatkan kertas di tangannya itu. "Adhitya! Balikin!" kesal Luna. Adhitya tertawa dan menjulurkan lidah. Dia merapat ke dinding sudut karena Luna masih mengejarnya. "Makanya, jadi cewek itu jangan pendek-pendek banget. Masa ngambil ini aja nggak bisa. Harusnya-" Adhitya terkejut saat tak sengaja bibirnya tepat menabrak bibir Luna. Bukan salahnya. Luna yang menarik dasinya agar Adhitya lebih menunduk untuk bisa menjangkau kertas gambar itu. Bahkan Luna terkejut. Wajahnya merah. Dia segera menjauh dan berbalik. 'Aduh, itu tadi nggak sengaja. Mati aku! Mikir apa nanti dia,' rutuk batin Luna. Luna kembali duduk di bangkunya. Syukurlah tak ada teman sekelas yang melihat. Luna melipat tangannya di atas meja, menyembunyikan wajah. Tak lama, seorang teman kelas yang lain datang ke hadapan Luna, menepuk lengannya agar Luna mengangkat kepala. "Bintang?" seru Luna. Siswa berkacamata bernama Bintang itu hanya tersenyum, lalu meletakkan sebatang cokelat di atas kertas Luna. "Buat kamu," katanya. Hanya itu. Luna memegang cokelat favoritnya setelah Bintang pergi. Sesekali Luna melirik ke belakang. Adhitya masih di sana. Dia bergidik ngeri melihat senyum si jahil itu. Yang terjadi beberapa menit lalu, hanya Adhitya dan Luna yang tahu. Adhitya tersenyum tipis sambil menggaruk telinganya. Detak jantungnya kian memburu jika mengingat 'ciuman' tak sengaja itu. 'Kevin benar. Ini udah tiga tahun. Aku harus bilang sama Luna tentang perasaanku. Setelah kelulusan aja,' gumamnya. Itulah awal dari keberanian Adhitya mengungkap rasa. * Binar ceria mewarnai para siswa yang keluar dari auditorium. Selesai sudah acara kelulusan. Banyak dari mereka yang mengabadikan foto sambil memegang bucket bunga. Para wali menyingkir untuk memberi kebebasan pada anak-anaknya untuk melepas rindu jika berpisah nanti. "Dhitya, mau pulang sekarang?" tanya papanya yang masih memegang ponsel. "Ih, pulang sekarang? Nggak, lah! Papa aja. Aku masih ada urusan," ujarnya, mendelik malas. "Hei, ini Papa buru-buru. Kantor cabang di Jepang udah mulai beroperasi. Kayaknya Papa mau otw ke sana." "Lama, nggak?" "Apanya?" "Balik ke sini." "Kenapa emangnya?" "Aku mau ngenalin calon menantu Papa." Papanya terkejut. Lantas tak berpikir dua kali, dia pun mengetuk dahi putra semata wayangnya ini. Tuk! "Anak ini mabok atau gimana? Baru lulus kok ngomongin kawin?" gerutu pria bernama Adira Samantha itu. "Udah, Papa pergi sana!" Adira menggeleng. Beliau hapal betul sifat putranya itu. Setelah pergi, Adhitya menjauh dari kerumunan. Dia duduk di bawah pohon beringin. Di sana, Luna masih tertawa bersama temannya. "Cantik!" Adhitya mengambil ponsel dan memotret Luna dari kejauhan. Menyadari Luna memperhatikan dari sana, Adhitya segera menyimpan ponsel-nya. Cuek. "Kamu motret aku, ya!" protes Luna. Adhitya tak menyahuti. "Tumben diam. Biasanya juga cerewet. Hari ini terakhir kita ketemu. Jangan kangen, ya! Jangan ikutin aku juga! Pasti kamu bingung karena nggak ada lagi yang bisa kamu jahilin." Tak bicara. Hanya mengedarkan pandangannya ke sisi lain. Jengkel sekali rasanya diabaikan pemuda ini. "Luna!" Perhatian Luna teralihkan pada suara itu. Seorang pria tinggi sedang tersenyum sambil melambaikan tangan pada Luna. Pria itu mendekat setelah memarkirkan sepeda motornya. "Kak Ardhy!" teriak Luna, antusias. Luna berlari untuk bisa memeluk pria itu segera. Senyumnya sangat manis, penampilannya dewasa karena memang dia sudah berumur. Luna sangat suka mencium aroma parfumnya bercampur keringat ketika dia berlabuh dalam pelukan erat. "Maaf, Kak Ardhy udah usahain secepat mungkin. Nggak tau kenapa tadi cafe-nya rame banget. Maaf, kamu jadi sendirian," sahut sang kakak, menyesal. Meski sedikit sedih, Luna tersenyum sambil mengusap keringat di dahi dan leher pria itu. Sangat pekerja keras. Dia bahkan belum melepas kostum waiter-nya dan segera pergi untuk menjadi wali di hari berharga Luna. "Nggak apa-apa. Kak Ardhy, kan, kerja juga buat aku. Aku mau protes apa? Kita bisa makan aja, aku udah bersyukur banget. Makasih, Kak Ardhy." Ardhy tertegun. Luna mengalungkan lengannya di leher Ardhy agar bisa memberi kecupan dalam di pipi kakaknya itu. Durasi beberapa detik berlalu bagi Luna untuk mengungkap rasa sayangnya. "Luna sayang sama Kak Ardhy. Makasih udah jagain dan ngerawat Luna sampai sekarang. Mama dan papa pasti tenang di sana." Ardhy tak bicara lagi. Luna mengajaknya duduk di bangku pohon yang tak jauh dari Adhitya. Adhitya masih memperhatikan mereka. Tawa ceria Luna terdengar saat dia bermanja pada Ardhy. Ardhy pun tak henti tersenyum sambil mengusap kepala Luna. 'Dia sayang banget sama Luna. Dia satu-satunya keluarga Luna yang harus kumintai izin nanti,' batin Adhitya. Ardhy dan Luna hanya hidup berdua. Ayahnya meninggalkan mereka dan menikah lagi, lalu ibu mereka meninggal karena sakit tak lama setelah sang ayah pergi. Saat itu Ardhy berusia 17 tahun. Dia mulai bekerja keras membesarkan Luna yang masih berusia 5 tahun. Adhitya tahu banyak karena dia menyukai Luna sejak lama. Bagaimana cintanya Ardhy selama ini pada Luna. Acara perpisahan sekolah berakhir dengan senyum dan haru. * Beberapa hari berlalu sejak kelulusan. Ardhy pulang dari kerja lemburnya seperti biasa. Usai mandi, Ardhy pergi ke kamar Luna. Luna tertidur dan meletakkan kepalanya di atas kertas berisi coretan dari naskahnya, outline yang dia ingat untuk merangkai kata nantinya. Juga ada beberapa n****+ romansa di atas meja. "Kamu suka banget nulis ya, Lun? Kak Ardhy akan cari uang lagi untuk belikan kamu laptop," gumam Ardhy. Pria itu merapikan meja belajar Luna. Menyadari Ardhy di dekatnya, Luna tersenyum dan menggelayut manja di bahu Ardhy. Senyum yang sangat cantik. Bidadari kecilnya ini semakin cantik ketika dewasa. "Gendong!" ujar Luna, manja. "Kamu sengaja tidur di sini supaya Kakak gendong, ya?" "Iya. Soalnya Kak Ardhy wangi banget kalau abis mandi." Senyum Ardhy menghilang saat Luna semakin merapatkan kepalanya ke tengkuk Ardhy. Meski dingin usai mandi, Ardhy merasa hawa sekitarnya semakin panas. Ardhy membaringkan Luna di kasur. Gadis kecilnya itu tersenyum saat Ardhy mengusap kepalanya. "Kak Ardhy jangan lembur terus. Maya bilang, cafe tantenya ada lowongan untuk posisi waitress. Besok–" "Nggak! Jangan pikirkan Kakak lagi! Biar Kakak yang kerja. Harus terus belajar untuk cita-cita ke depan nantinya. Bulan depan kita bisa daftar kuliah di kampus itu." "Sampai kapan Luna jadi beban Kak Ardhy? Luna udah dewasa, Kak," ujar Luna. "Dewasa? Selamanya Kak Ardhy akan jagain Luna. Luna itu tanggung jawab Kakak." Luna segera duduk. Dia kembali memeluk saudaranya itu. Setelah kecupan di pipi, Luna menempelkan dahinya di dahi Ardhy. Ardhy bungkam, menahan jantungnya yang terus berdetak belakangan ini saat Luna bermanja padanya. Wajahnya mulai merah. "Cukup, Kak. Selama ini Kak Ardhy cuma mikirin Luna, nggak pernah peduli sama hidup Kakak sendiri. Suatu saat Luna harus mandiri. Kak Ardhy juga harus punya keluarga sendiri dan-" "Nggak! Kak Ardhy nggak akan ninggalin Luna." Luna tersenyum. Dia segera menjauh dan menggenggam tangan Ardhy. Sempat ditempelkannya ke pipi, lalu memberi kecupan di sana. Tangan kasar ini sudah bekerja keras bertahun-tahun membesarkannya. "Hei! Kak Ardhy udah harus menikah. Mau sampai kapan gini terus? Kerja, kerja. Luna udah dewasa, Kak," omel Luna. "Kalau Kakak harus ninggalin Luna cuma untuk menikah, Kakak nggak mau." "Kalaupun Kakak nggak nikah, Luna pasti menikah, kan?" Ardhy terdiam. Luna mengecup pipi sang kakak dan kembali berbaring di kasur. Hendak menjemput mimpi dan khayalannya. "Selamat malam, Kak. Mimpi indah, ya!" Luna berbaring memunggunginya. Ardhy belum bicara. Entah kenapa dadanya terasa sesak. Suatu saat Luna akan menikah dan meninggalkannya. Ya, semua itu tak bisa dia hindarkan. "Pokoknya Kak Ardhy nggak mau pisah dari Luna." Luna tak menyahut. Usapan lembut terasa di kepalanya, lalu Ardhy pergi. Luna pun mencebik, duduk segera setelah menyingkap selimut tebal. "Ya masa jadi perjaka tua cuma gara-gara ngurusin aku. Nanti aku juga nggak bisa mandiri." Suara ponsel-nya terdengar. Pesan chat dari Adhitya. Nomor itu sudah lama ada di kontaknya, tetapi tak pernah sekali pun muncul di jendela chat karena mereka bagai tikus dan kucing. [Lo tau? Gue ada nyimpan foto lo waktu lo ganti baju di toilet pas jam olahraga. Mau gue sebarin ke anak-anak?] Luna terkejut. Tak salah lagi, Adhitya pasti berulah lagi. Luna pun membalas pesan itu segera. [Kamu mau apa, sih? Jangan macam-macam, ya! Kamu mau bikin aku malu?] Balasan masuk lagi. [Temui gue di taman deket rumah lo. Sekarang! Atau gue sebarin ke sosmed, mau?] Luna kesal. Ingin rasanya dia menangis, tapi rasanya sudah kenyang bertahun-tahun dijahili Adhitya. Luna segera turun dari kasur, berjalan mengendap-endap keluar rumah. Jika ketahuan, pasti kakaknya itu tak mengizinkannya keluar selarut ini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.5K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
80.4K
bc

The Ensnared by Love

read
105.4K
bc

Perfect Marriage Partner

read
813.8K
bc

T E A R S

read
314.6K
bc

Si dingin suamiku

read
496.8K
bc

Rujuk

read
925.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook