Berusaha

3027 Words
Syara kembali pulang dengan mata yang basah. Namun segera ia seka airmatanya itu setelah kini ia tiba dihalaman rumahnya. Terlihat dari kejauhan, Mama yang tengah memandangi poto mendiang Papa nya diruang tamu seraya menangis sesenggukan. Yang kini kembali hal itu membuat Syara takut jika ia harus segera memasuki rumahnya. Karena dikala Syara yang tengah merasa begitu rapuh seperti saat ini, rasanya akan teramat semakin terasa sakit, jika ia harus menerima sebuah bentakan atau cacian dari Mamanya. Hingga kini saat Mama telah meletakan poto itu juga menyeka airmatanya, Syara kembali memberanikan diri untuk segera mengucap salam dan memberi kabar menyenangkan ini kepada sang Mama. "Assalamu'alaikum, Ma.. Syara pulang.." salam Syara dengan riangnya seperti biasa. Seakan ia tak mengetahui jika Mama tengah bersedih karenanya. Syara salami dengan takdzim punggung tangan sang Mama, namun dengan cepat Mama menarik tangannya. "Wa'alaikumussalam. Jam segini kok kamu sudah pulang? Memangnya sudah dapat pekerjaan kamu?" tanya Mama sinis namun Syara tetap tersenyum menanggapinya. "Alhamdulillah, Ma. Syara, sudah mendapatkan pekerjaan baru, Syara. Mangkanya Syara segera pulang," jawab Syara penuh dengan kebahagiaan. "Oh ya? Dapat pekerjaan dimana kamu sekarang?" tanya Mama ketus. "Di perusahaan kosmetik, Ma. Tapi, aku bagian office girlnya. Gak apa-apa ya, Ma," jelas Syara hati-hati. Sebab ia takut jika sang Mama akan marah atau malu karenanya. "Dimanapun kamu bekerja dan apapun itu. Mama, gak masalah. Asalkan itu halal, dan kamu mau menjalaninya dengan baik," jawabnya lagi seraya berlalu begitu saja meninggalkan Syara. Namun meski begitu, Syara tak bersedih atau pun kecewa, sebab ia merasa bahagia mendapatkan dukungan penuh dari sang Mama. Setelah mengganti pakaiannya, Syara segera mengambil semua buku mata kuliahnya yang akan kembali ia pelajari. Sebab besok, ia akan kembali memulai untuk kembali kekampusnya, juga akan memulai pekerjaan barunya. Melihat rinciam biaya kampus, biaya sekolah Syarif, serta biaya hidup mereka bertiga, dengan gaji pokok yang ia punya, membuatnya pusing harus seperti apa ia mengaturnya nanti, namun ia akan tetap berusaha untuk dapat membaginya dengan baik, agar nantinya ia tak akan kesulitan untuk menjalaninya nanti. "Pokoknya, gue harus cari tambahan nanti. Gue harus bisa hasilkan uang lebih biar gak keteter. Gaji pokok gue cuma lima juta. Uang makan transport kurang lebih sejutaan. Kalau memang disana ada sistem lembur, gue akan selalu ambil. "Gue yakin selama gue usaha pasti akan selalu ada jalan. Karena kalau gue gak lanjut ditahun ini, sudah pasti gue bakalan makin lupa sma semua pelajarannya. Dan mimpi gue untuk bisa kembali mengambil alih perusahaan, Papa, hanya akan menjadi impian belaka. Bismillah... ya Allah.. mudahkanlah niat baik hamba-Mu ini, Aaamiiin.." ucap Syara dengan yakinnya. Seraya ia mulai membuka buku yang pertama dengan senyuman manisnya juga penuh semangat. *** Setelah salat Asar, Syara segera pergi ke dapur untuk memasak makan malam. Syara lihat dilemari esnya hanya ada tiga butir telur, cabai, dan daun bawang. Hingga Syara memilih untuk memasak omelet sore ini. Sebab memang hanya itu yamg dapat ia buat, dengan bahan makanan yang tersedia. Mama yang mengetahui Syara berada didapur pun dengan segera ia kembali kekamarnya, sebab tak ingin kembali berdekatan dengannya. Sedangkan Syarif yang baru saja datang, kini menghampirinya dengan tatapan tajamnya. Ia letakan kartu SPPnya dengan kasar diatas meja pantry seraya menatapnya tajam. Membuat Syara cukup terkejut, seraya ia letakan begitu saja pisau dan cabainya dengan kasar. "Gara-gara lo, gue udah dua bulan nunggak SPP gue! Gara-gara lo juga gue jadi malu karena sekarang mereka anggap gue sebagai anak miskin yang gak punya apa-apa! So now, gue gak mau tahu atau dengar alasan lo lagi apapun itu! Karena gue mau nagih pertanggung jawaban lo untuk segera lunasin semua ini! Atau lebih baik gue berhenti sekolah!" maki Syarif seraya ia berlalu begitu saja. Sedangkan kini Syara kembali menahan tangisnya sebab ia merasa jika kian hari sikap Syarif semakin keterlaluan kepadanya. Namun ia hanya mampu menelannya bulat-bulat dan berusaha untuk tak bertengkar demi kesembuhan sang Mama yang mentalnya tengah terganggu dan harus tetap tenang juga jauh dari keributan. 'Be patience, Syar. Be patience. Lo harus kuat dan lo harus tetap yakin. Lo pasti bisa jalanin semuanya, Syar. Lo pasti bisa lewati semua ini dengan baik. Karena memang lo mampu. Jangan pernah menyerah sebelum berperang. Dan tunjukan sama mereka semua kalau lo itu mampu. Lo bukan perempuan lemah yang bisa ditindas sesuka hati mereka.' Gumam Syara dalam hati. Seraya ia segera melanjutkan memasaknya agar Mama tak lagi marah dan kecewa padanya. Syara menyelesaikan masaknya bertepatan dengan adzan Magrib yang kembali berkumandang. Syara pun segera kembali kekamarnya untuk melaksanakan salatnya. Namun ia memilih untuk berdiam diri dikamar karena tak ingin berada dalam satu meja makan bersama dengan Syarif. Masih sakit rasanya jika harus kembali bertatap muka dengan seorang adik yang tak pernah memiliki adab yang baik kepadanya. Dan ia putuskan untuk makan malam setelah mereka menyelesaikannya. Agar ia tak lagi kecewa kuga tersakiti. Karena Syarif yang sejak dulu selalu iri padanya, memang selalu saja mencari celah, juga kesalahan Syara agar bisa menjatuhkannya. Syara mulai keluar dari kamarnya tanpa ia ketahui jika saat ini Mama tengah memandanginya dari kejauhan. Syara paksakan mulutnya untuk mengunyah setiap suapan nasinya. Ia merasa begitu malas karena terlalu pahit untuk menikmati hidupnya yang sekarang. Namun semangatnya harus tetap tinggi karena ia yang berkewajiban untuk dapat membahagiakan sang Mama. Satu-satunya orangtua yang ia punya dan harus ia bahagiakan. Berulang kali Syara menahan untuk tak memuntahkan setiap suapan nasinya karena memang penyakit maag nya yang kembali kambuh sebab ia menahan lapar dihari pertama ia melamar pekerjaan membuatnya cukup sulit menahan rasa mual itu. Beruntungnya hanya sedikit nasi yang ia ambil, sehingga kini ia berhasil menghabiskannya. Dengan segera Syara kembali kekamarnya dan ia siapkan baju juga sepatu fasilitas kantor yang besok akan ia kenakan dikantornya. Sebenarnya teramat sakit hati Syara mengenakannya. Karena sebelumnya, Syara yang selalu diminta oleh mendiang Papanya untuk membagikan seragam para OB dan OG. Sebab memang Syara yang rendah hati itu berteman baik dengan mereka semua. Namun kini itulah profesinya. Profesi baru yang harus ia jalani dan ditekuni dengan sebaik mungkin. Demi menyambung kelangsungan hidupnya. Syara kenakan pakaian itu seraya ia pandangi sekujur tubuhnya dikaca riasnya seraya memutar tubuhnya. Tersenyum getir dengan apa yang ia alami sejak tiga bulan kemarin. Juga tetap berusaha untuk mensyukuri hidupnya, sebab Tuhan masih memberikannya kesempatan untuk hidup. Bagai hidup yang kedua setelah meregang nyawa cukup lama. "Fight, Syar, fight please! Lo gak boleh ngeluh sebelum lo jalanin semua ini! Karena gue yakin, selama kita jalani semangat juga doa, Insya Allah, Allah SWT pun pasti akan memberikan hasil terbaik pula untuk kita." Monolog Syara penuh semangat dan keyakinan. *** Setelah membuat sarapan, Syara segera menyiapkan bekal untuk ia bawa kekantornya. Sebab ia ingin segera tiba dikantor tepat waktu. Terlihat Mama yang lebih dulu menghampirinya, dengan segera Syara pun menyalaminya meski Mama menerimanya dengan terpaksa. "Ma, Syara, harus berangkat lebih pagi. Karena hari ini kan first time, Syara, kerja disana. Syara, kepengin dapat first impression yang baik saja, Ma. Minta doanya ya, Ma, semoga dilancarkan untuk segalanya hari ini," ucap Syara penuh harap. Namun tak sedikit pun Mama menatapnya juga memberikan respon yang baik kepadanya. Tak seperti dahulu, yang selalu saja memberikannya semangat juga dukungan penuh untuk apapun yang hendak Syara lakukan. "Ya, kamu hati-hati. Jangan ceroboh dan terlalu banyak mengalah meskipun kamu anak baru disana," jawab Mama ketus. Namun begitu berarti bagi Syara. Sehingga Syara mengangguk pasti seraya ia kembali tersenyum manis kepada sang Mama. "Iya, Ma. Syara, janji akan selalu hati-hati dalam melakukan setiap pekerjaan, Syara. Syara, jalan dulu ya, Ma. Assalamu'alaikum.." salam Syara. "Wa'alaikumussalam." Jawab Mama seraya ia berlalu pergi. Syara mulai berjalan cepat menghampiri tukang ojeg online langganannya lalu segera menaikinya. Sepanjang perjalanan pun ia tak berhenti berdoa untuk senantiasa diberikan kelancaran juga keselamatan. Sebab memang hari ini untuk pertama kalinya ia bekerja sebagai seorang karyawan. Yang tandanya harus selalu siap menjalani segalanya dengan baik dengan segala resiko juga konsekuensi yang ada. Dan Syara pun paham betul jika dunia kerja, itu akan teramat jauh berbeda dengan dunia perkuliahan. 'Semakin ojegnya semakin sama kantornya, kenapa semakin gugup sih ya rasanya. Ya Allah, aku mohon mudahkanlah. Semoga saja aku gak kikuk dan buat kesalahan nantinya. Karena OG kan sama saja seperti pekerjaan seorang Ibu rumah tangga. Dan aku adalah seorang calon ibu yang harus mampu menghandle segalanya dengan baik. Aaaaamiiin.. Bissmillah, ya Rabb..,' Syara terus saja bergumam dengan berjuta harapan yang singgah pada dirinya. Baru saja ia tiba ditempat tujuan. Sayangnya kegugupan itu kembali Syara rasakan, sebab memang saat ini hanya ia seorang karyawan baru disana. Terlebih jauh lebih banyak seorang OB ketimbang OG nya. Sehingga hal itu akan membuatnya semakin sulit untuk dapat berteman baik. Mengingat jika Syara yang memang sejak dulu lebih merasa aman ketika berteman dengan yang sesama perempuan. Syara pun segera mengganti pakaiannya dan mulai memasuki pantry. Disana masih sepi karena ia adalah orang pertama yang datang. Syara manfaatkan waktu senggangnya dengan ia melahap sarapan yang ia bawa. Setelahnya, kembali ia merasakan kegugupan itu karena suasana yang terasa sepi. Namun kegugupan itu seketika sirna ketika ada sebuah tangan yang menjulur kearahnya dan memperkenalkan dirinya dengan gayanya yang sungguh ramah. "Hai, anak baru ya kamu? Nama saya Claudy. Saya juga baru tiga bulan kerja disini. Nama kamu siapa kalau boleh tahu?" ucap Claudy. Seorang gadis berparas manis yang terlihat seumuran dengan Syara. "Oh hai, Claudy. Saya Syara. Iya, ini hari pertama saya masuk kerja. Terima kasih telah berkenan berteman dengan saya," jawab Syara dengan ramah. "Ehehehe. Kamu ini seperti saya waktu pertama kali masuk kerja, Syar. Lugu, pemalu, dan gugup. So, I feel you. Mari, saya beri tahu apa saja yang akan kamu kerjakan. Biar nanti waktu di brief sama atasan kita, kamu gak akan kaget lagi," tawar Claudy. "Oh iya, Cla, boleh. Saya rasa, saya memang saya perlu banyak belajar dari kamu. Terima kasih banyak ya," ucap Syara. Dan Claudy hanya menjawabnya dengan anggukan juga senyuman. Cukup banyak hal yang Claudy beritahukan kepada Syara. Dan bagi Syara hal itu memang cukup baik juga cukup Syara perlukan untuk menunjang pengetahuan pekerjaannya nanti. Hingga kini ia dapat lebih percaya diri menghilangkan setiap kegugupannya juga kecanggungannya. Claudy selesai mengajari Syara bertepatan dengan para OB dan OG yang baru saja tiba dan tak jarang dari para OB itu megagumi paras wajah Syara yang memang selalu saja telihat cantik meski tanpa riasan make up. Sehingga dengan segera mereka saling bergantian berkenalan dengan Syara. Bahkan ada pula yang berani meminta nomor ponselnya. Meski Syara menolaknya secara halus, sebab mereka yang baru saja saling mengenal. Caludy dan para OG lainnya pun tak tinggal diam dan berusaha untuk melindungi Syara, sebab mereka tahu betul jika para lelaki itu memang lelaki yang genit. Sehingga Syara cukup merasa beruntung karena dipertemukan dengan dua orang teman baru yang baik hati. Meski, ada juga beberapa perempuan lainnya yang menatap Syara dengan tatapan tak suka. Karena menganggap Syara adalah seorang wanita yang hobi cari perhatian. "Kamu tenang aja ya, Syar. Memang dua wanita itu seperti itu sikapnya. Mereka paling tidak suka, juga selalu saja merasa tersaingi dengan anak baru," jelas Claudy. "Bener tuh, Syar, apa yang, Claudy, bilang. Jadi lo gak usah minder atau pesimis ya. Dan untuk urusan tiga lelaki genit itu lo serahin aja ke gue. Karena honestly, gue juga gedeg banget kok sama mereka," imbuh Tsani, teman baru Syara yang kini merangkul bahunya. "Alhamdulillah ada kalian. Thanks banget ya. Aku gak tahu deh first day ku bakalan jadi seperti apa kalau gak dipertemukan sama orang-orang baik seperti kalian," ucap Syara bersyukur. Dan kini, Caludy turut merangkul bahu Syara yang memang berada ditengah-tengah mereka. Sebagai tugas pertama Syara, ia diminta untuk mengepel seluruh lantai diarea depan recepsionist. Hal itu cukup membuatnya kembali merasa canggung. Sebab memang lagi-lagi. It's a first time for, Syara. Terlebih lagi-lagi, paras cantiknya itu selalu saja mengundang para karyawan lelaki disana, dan juga diantaranya ternyata ada yang mengenal Syara sebagai vokalis. Sebab lelaki itu adalah pengunjung tetap cafe tempatnya manggung. Yang membuat rasa canggung Syara semakin bertambah dua kali lipat. Namun tetap ia berusaha untuk tenang dan percaya diri, dengan profesinya yang sekarang. "Iya kan? Gue gak salah lihat kan? Lo beneran Syara vokalisnya Titanium band?" cecar lelaki itu lagi. "Ekhem. Iya, Mas, benar. Saya mantan vokalis Titanium band," Syara berdehem untuk mengurangi kegugupannya. Dan kini ia pun masih saja menundukan kepalanya. "Wow, amaze banget ya. Setelah cukup lama lo menghilang dari band lo, sekarang pergantian profesi lo jauh berbeda sekali. By the way, suara lo kan keren. Kenapa gak lo coba cari kerjaan dibidang lama lo aja, Syar?" tanya lelaki itu lagi. Syara pun tersenyum menanggapinya. "Mungkin memang rezeki saya disini, Mas. Maaf saya harus lanjutkan pekerjaan saya, permisi," ucap Syara seraya hendak berlalu dari hadapan lelaki itu. Namun lelaki itu menghadangnya seraya ia menjulurkan tangannya. "Wait, Syar. Kenalin gue, Firnas," ucapnya seraya ia tersenyum. Syara tak menjabat tangan Firnas dan ia hanya mengangguk seraya tersenyum. "Ya, Mas Firnas. Salam kenal," jawab Syara lagi seraya kembali ia melanjutkan langkahnya. Yang membuat Firnas semakin penasaran juga ingin semakin mengenal Syara lebih dekat. Baru saja ia bersihkan beberapa baris lantai yang lain ia kembali dipertemukan dengan salah seorang yang mengenalnya. Namun kali ini bukan dari pengunjung cafe, melainkan rekan kerja Papanya yang hendak ada meeting diperusahaan itu. Lebih tepatnya, orang itu adalah mantan sekertaris Papa nya. Dan karenanya membuat Syara kembali teringat mendiang Papa nya yang dahulu berhubungan sangat dekat dengan rekan kerjanya ini. "Jujur saya kaget sekali dengan kejadian itu, Mbak Syara. Dan pagi ini, saya jauh lebih kaget saat saya tahu, Mbak Syara, ternyata kerja disini sebagai office girl. Jika saya punya wewenang lebih disana. Saya sudah pasti akan meminta kepada Pak Trio untuk menerima Mbak disana dengan posisi yang tinggi. Karena bagaimana pun juga perusahaan itu Pak Dharma yang membangunnya. Tapi sayang, demi kelangsungan pekerjaan saya, saya harus tunduk patuh kepada, Pak Trio, yang serakah dan culas itu," ucap Pak Angga tak enak hati. Syara hanya bisa tersenyum menanggapinya. "Iya, Pak Angga, Syara, paham. Syara, gak apa-apa kok dengan pekerjaan, Syara, yang sekarang. Terima kasih, Pak Angga, atas perhatiannya. Syara, minta doanya saja agar dimudahkan. Syara, lanjut kerja lagi ya, Pak. Permisi," jawab Syara seraya mengangguk sopan lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Entah mengapa memang begitu menyakitkan bagi Syara untuk dapat ikhlas ketika kembali mendengar mengenai keserakahan juga kecurangan Pak Trio yang dengan tega mengambil hak orang lain secara paksa dan penuh kecurangan. Dengan cepat Syara berusaha untuk melanjutkan pekerjaannya dan setelahnya ia segera memasuki toilet. Kembali menangis sesenggukan disana sebab sudah sejak tadi ia sudah berusaha menahannya. Ingin ia dapat ikhlas, kuat, juga menerima keadaan. Tetapi ada saja hal yang kembali membuatnya tak mampu untuk mewujudkan ketiga hal itu. "Stay strong, Syar! Ini baru hari pertama lo! Kenapa lo harus secengeng ini dan gak pernah bisa nerima sih! Hiks..hiks.. gak usah lagi lo dengar semua kata mereka! Ini hidup lo, jadi cuma lo yang bisa ngatur dan jalaninnya!" umpat Syara yang kembali memaki dirinya sendiri. Syara basuh wajahnya di kran washtaffel berulang kali untuk membuat wajahnya kembali terlihat segar. Mencoba untuk tak terlihat sembab, sebab setelah ini ia akan segera bertemu dengan Claudy dan Tsani, untuk mengerjakan pekerjaan yang selanjutnya. Dengan langkah pasti Syara keluar dari toilet dan ternyata sudah ada Claudy yang menunggunya disana. "Lho. Cla, tahu dari mana kamu, aku ada disini?" tanya Syara seraya tersenyum. "Kebiasaan aku sama seperti kamu, Syar. Aku juga selalu ke toilet setelah selesai ngepel. Oh iya, aku sudah dikasih tahu tugas kamu selanjutnya. Kamu diminta untuk ngepel lantai atas, disana sudah ada, Tsani, kok. Kalau aku mau bersihin kaca depan," jelas Claudy, ramah. "Oh gitu. Iya, Cla, okkay. Makasih ya kamu udah info ke aku. Kalau gitu aku keatas dulu," ucap Syara bersemangat. "Oke, Syar. Semangaaat.." jawab Caludy seraya mengepalkan kedua tangannya. Syara pun turut mengepalkan kedua tangannya seraya tersenyum. "Semangat juga untuk kamu, Cla.." jawab Syara penuh semangat. Syara berjalan cepat menaiki setiap anak tangganya. Benar saja, disana sudah ada Tsani yang memulai pekerjaannya. Dengan segera Syara pun mengikutinya. Dan mereka mulai bekerja seraya mengobrol dengan setiap candaan yang Tsani buat. Untuk menghilangkan penat juga rasa lelah yang mereka rasa. Dan kini, Syara baru saja menyadari jika ternyata Tsani memang seorang perempuan yang humoris. Yang mampu membuat harinya yang sebelumnya banginya begitu buruk, berubah indah seketika, dikala ia kembali mampu tertawa lepas bersama. "Ehehehe my God, Tsan. Thanks banget ya, kamu udah berhasil jadi moodbooster buat aku hari ini," ucap Syara seraya ia rangkul bahu Tsani. "Hehehe ya beginilah cara gue beramal, Syar. Kan uang gue pas-pasan buat ngamal. Jadi, gue pakai selera humor gue yang receh aja buat beramal. Bisa bikin orang happy juga kan katanya dapat pahala, yoi gak?" jawab Tsani yang turut merangkul Syara. "Yoi dong, Tsan.. Tsaninya Syara emang the best lah pokoknya.." ucap Syara lagi dan mereka tergelak bersama setelahnya. Pekerjaan Syara terasa ringan karena ia menjalaninya dengan ikhlas juga penuh canda tawa. Kini baru saja mereka menyelesaikan masalah mereka. Lalu segera mereka hampiri Caludy untuk salat Dzuhur bersama juga makan siang bersama di depan kantor. Syara memesan semangkuk bakso dan jus alpukat favoritnya. Siang ini, untuk pertama kalinya juga, Syara makan dipinggir jalan. Karena sebelumnya selalu saja ia makan di kafe atau lebih sering dirumah. Karena menurut Syara, masakan terenak hanya masakan buatan sang Mama. "Kok cuma dilihatin aja, Syar? Lagi gak nafsu makan ya? Atau sedang program diet?" tanya Caludy seraya mengerutkan dahinya. Sebab melihat Syara yang sejak tadi hanya mengaduk-aduk makan siangnya. Tanpa ia melahapnya sekalipun. "Iya nih. Atau jangan-jangan, ini first time ya lo makan dipinggir jalan? Soalnya kelihatannya nih ya. Lo nih orang berada deh," tebak Tsani yang memang benar adanya. "Ehehehe, kamu ini sepertinya ada jiwa cenayan juga ya, Tsan. Iya ini first time aku. Karena aku memang kebih suka masakan, Mama. Tapi aku bukan orang kaya kok. Karena setiap orang itu memang kaya, dengan kelebihan yang mereka miliki masing-masing," jawab Syara seraya mulai ia lahap baksonya. Yang ternyata terasa cukup lezat dilidah Syara. 'Hmmm, it's not bad. Alhamdulillah..' gumam Syara dalam hati. "Oh yeah. That's true, Syara. Tapi setelah makan siang. Boleh ya kalau gue minta kita ceritakan lagi background kita masing-masing. Biar kita bisa lebih saling kenal aja, agree gak sama saran gue?" pinta Tsani yang dijawab dengan anggukan pasti oleh Claudy. Sedangkan Syara masih bergeming sebab ia masih merasa ragu untuk kembali betcerita soal latar belakang dirinya. Yang artinya ia harus sudah siap membuka kembali luka dihatinya. *** To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD