Bab 07

1258 Words
Waktu kian merambat. Kedekatan antara Fatih dan Nurul kian erat. Fatih yang selalu memberinya perhatian walau ditentang oleh sang gadis sendiri, karena sang gadis yang merasa teraniaya hatinya menahan semua gejolak rasa. Wanita mana yang tidak terbawa perasaannya ketika ada lelaki yang memberinya perhatian lebih? Sedangkan ia merasa tidak layak mendapatkan semua itu. Selama ini tidak ada seorang pun yang memperlakukannya seperti yang dilakukan Fatih kepadanya. Memberinya perhatian dan mengulurkan tangan mengajaknya berteman. Bentuk tubuhnya yang mempunyai kelebihan berat badan adalah salah satu poin yang membuatnya tidak pantas untuk bersanding dengan lelaki tampan itu. Seperti saat ini ketika ia bekerja, Fatih menungguinya. Duduk santai di sudut ruangan dengan ditemani secangkir Cappucino. "Mak! Kau kenal siapa pria yang duduk di sudut sana?" tanya Marko sembari menunjuk ke arah Fatih berada. Antara ragu dan tidak baginya untuk menjawab pertanyaan Marko, rekan kerjanya. Akhirnya ia memilih menggedikkan bahunya seraya menjawab, "kenapa kau tanya soal itu padaku?" "Sejak tadi pria itu memperhatikanmu. Hey ... lihat itu! Manajer kita menunduk sopan dan duduk bersamanya. Tidak pernah sekalipun aku melihatnya menunduk seperti itu terhadap pelanggan kita, bahkan sekalipun orang itu petinggi di daerah ini beliau tidak pernah seperti itu. Tumben sekali Bos kita itu bersikap sopan." Marko mengernyit memperhatikan manajer mereka saat duduk dan berbicara serius dengan Fatih. Nurul tidak merespon apapun, ia hanya diam dan memperhatikan saja. Dalam hati ia bahkan berharap supaya Fatih berlama-lama berbincang dengan manajernya dan melupakan kalau tujuannya di sini adalah untuk menungguinya. "Seperti orang yang tidak mempunyai pekerjaan saja," gerutunya dalam hati. Tapi kalau dipikir-pikir kembali, selama beberapa hari ia mengenal dan berinteraksi dengan Fatih, tidak sekalipun lelaki itu pernah terlihat sedang bekerja. Yang ada ia terlihat seperti pengangguran tapi penampilannya kece badai. Nurul menggelengkan kepalanya menepis pikiran-pikiran tentang lelaki yang sedang serius berbicara dengan Pak Manan, sang manajer rumah makan melayu. "Hey, Mak! Kenapa pula kepala kau itu kau geleng-gelengkan? Apa kau memiliki penyakit sawan?" Marko menepuk kepala Nurul disertai ledekan yang membuat Nurul mendelik sebal ke arahnya. "Apa sih, Ko? Bisa tidak kepalaku jangan kau tepuk-tepuk seperti itu? Emang aku ini apaan?" "Kau itu? Si chubby yang menggemaskan." Marko tertawa terpingkal-pingkal seraya melenggang dari sana meninggalkan Nurul yang semakin dongkol dibuatnya. Nurul menghirup dan menghela napasnya berulang kali secara kasar, tangannya mengusap d**a pelan menenangkan hati yang terlanjur kesal. "Sabar Nurul, sabar. Anggap saja dia angin lalu yang tidak begitu penting." Setelahnya ia menyibukkan diri lagi melayani pelanggan yang baru datang. @@@ Murni merentangkan kedua tangan dan menghirup udara sebanyak-banyaknya, seakan-akan ia baru saja mendapatkan kebebasannya kembali. Rambut yang tergerai indah bergerak-gerak diterpa embusan angin sore. Setelah merasa puas kemudian ia berbalik dan duduk di bangku teras rumah tidak jauh dari tempatnya berdiri tadi. Dua malam dirawat di klinik, ia merasa bagaikan terpenjara. Selama di klinik, ia selalu bertanya-tanya tentang sosok yang menyelamatkannya malam itu. Ia berencana mencari tahu siapa lelaki itu, karena ia merasa asing dengan sosok pria yang menyelamatkannya maka ia akan menyelidikinya. "Aku harus mencari tahu siapa dia." gumamnya pada diri sendiri lalu ia menyeringai, tampak ada sesuatu di balik senyumannya. @@@ "Kenapa kau cemberut saja dari tadi? Apa kau keberatan aku menugguimu? Kalau iya, katakan saja jangan mendiamkanku seperti ini." Sejak dalam perjalanan pulang tadi, Nurul diam tanpa banyak kata. Ia masih kesal terhadap Marko yang menyebutnya si chubby menggemaskan. Memangnya dia anak kecil? "Huh! Enak saja, dia pikir dia itu siapa? dengan seenak jidatnya mengganti nama orang sesuka hatinya," kesalnya dalam hati. "Hey...!" Fatih menjentikkan jarinya di depan gadis yang sedari tadi mendiamkannya bahkan ucapannya dianggap angin lalu saja. "I... Iya..., ada apa?" Sang gadis gelagapan merespon lelaki yang sedari tadi bersamanya. "Kau melamun?" Fatih berjalan mundur memperhatikan raut wajah gadis di depannya. "Apa yang kau lamunkan?" ia bertanya lagi. Terlihat jelas di wajahnya kalau ia sedang penasaran apa yang sedang gadis itu pikirkan. "Ti-Tidak ada." Nurul merasa linglung dengan jawabannya. Ia yakin pria yang berjalan mundur di depannya saat ini tidak akan semudah itu percaya. Setiap apa yang ia ucapkan ataupun yang coba ia sembunyikan pasti lelaki itu mengetahuinya. "Di depan mataku kau mencoba menipuku? Jelas-jelas kau mengabaikanku dari tadi." Nah! Kan? Apa yang ia pikirkan tadi memang tidak meleset sedikitpun. Seolah-olah lelaki bermata elang itu tahu apa yang terbersit di hatinya. "Aku tidak menipumu, hanya membohongimu saja, wleeekkkk!" Nurul menjulurkan lidahnya. Fatih terkekeh melihat kelakuan gadis imut itu. Ia merasa terhibur. Baru kali ini ia bertemu gadis yang sangat menggemaskan. Ia kini berjalan di samping Nurul dan menatap ke depan. Dalam keheningan yang kini tercipta, Nurul mencoba memecahkan dengan bertanya hal pribadi kepada Fatih. "Mas, selama ini aku tidak pernah melihatmu bekerja, apa kau tidak punya pekerjaan? Maaf bila aku menyinggungmu." "Hahaha...!" Fatih melepaskan tawanya yang sedari tadi ia coba tahan. Bukan apa, ia tidak ingin Nurul merasa malu seperti malam itu saat pertama sekali mereka berjalan berdua menuju klinik. Setelah tawanya reda, Fatih pun menjawab, "iya, aku pengangguran, maukah kau mencarikanku pekerjaan? Aku butuh biaya hidup juga, apalagi duitku makin menipis." Ia memasang wajah sendu, namun, di dalam hati ia menahan tawa sekuat tenaga. Ada rasa iba di hati Nurul setelah mendengar curahan hati pria yang kini menjadi sahabatnya itu. "Kau mau jadi pelayan di rumah makan tempatku bekerja, Mas?" alih-alih mencarikannya pekerjaan yang lebih bagus, Nurul malah menawarinya bekerja sebagai pelayan. "Apa masih diterima?" "Mungkin saja, nanti aku tanyakan dulu pada Manajerku ya, Mas." Fatih mengangguk, lalu mereka kembali diam, sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Sementara itu, dari kejauhan Murni melihat keakraban yang terjalin antara Nurul dan lelaki asing yang sudah ia targetkan untuk didekati. Sejak lelaki itu menolongnya, Murni merasa penasaran akan sosok itu. Ia berencana untuk mendekatinya, dan kalau bisa akan ia jadikan lelaki itu sebagai pacarnya. Ganteng iya, tapi kaya atau tidaknya dia, Murni akan mencari tahu nanti. Ia masih duduk dan belum beranjak dari depan rumahnya. Ia mengamati, kemudian satu rencana hadir di pikirannya. Ia menyeringai, merasa puas dengan apa yang baru saja ia rencanakan. @@@ "Bos! Target sudah dalam genggaman. Kapan kami bisa membawanya ke tempat Bos?" "Batalkan saja, aku sedang tidak ingin melakukan apa-apa." Klik!!! Daniel memutuskan panggilan dari Mike. Ia merasa ada yang tidak beres dan ia akan menyelidikinya sendiri. Daniel mengerutkan keningnya ketika melihat satu pesan yang belum di bukanya. Sebuah pesan dari nomor asing. Dengan kening berkerut, lelaki berkacamata itu membukanya. From : 08123841520 Hati-hati! Nyawamu menjadi incaran. Daniel terhenyak. Tanpa sadar ia beranjak dari duduknya melangkah ke jendela beranda dan membukanya. Ia mengedarkan pandangannya mencari-cari, entah apa yang dicarinya. Dari kejauhan, ia menangkap sekelebat bayangan orang yang baru saja melaju dengan motor sport Kawasaki Ninja dalam kecepatan di atas rata-rata. Tanpa sadar, bulu kuduk Daniel berdiri. Ia semakin bingung ditambah dengan rasa penasaran yang menyelimuti dirinya. Ia bertanya pada dirinya sendiri, siapa musuh yang telah mengancam nyawanya? Perlahan ia berbalik dan menutup kembali jendela beranda. Ia menghirup dan menghembuskan napas beratnya secara kasar. Pikirannya kini penuh tanda tanya yang harus ia cari tahu jawabannya sendiri. @@@ "Bagaimana?" tanya Mike pada si penelepon Daniel tadi. "Gagal! Dia tidak termakan umpan kita," sahut si lelaki penelepon yang leher kirinya terdapat tato berkepala elang. "Sial!" umpat Mike sambil menendang kaleng kosong di dekatnya. "Tenang! Kita masih bisa memperalatnya, yang penting kita jangan sampai ketahuan, kalau tidak, kita tidak bisa lagi mendapatkan uang darinya." Lelaki bertato menyulut sebatang rokok. Ia menyeringai dengan mata menyipit tajam. "Kau harus selalu mengawasinya, Dro!" "Sudah kukatakan bukan, jangan kau panggil aku Dro, aku tidak suka mendengarnya!" kesal lelaki bertato yang bernama Pedro itu. "Baiklah, baiklah, aku minta maaf! Ayo, kita ke markas sekarang!!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD