Elise De Flores.
Menit berselang setelah mengucapkan terima kasih pada Elise, Adrian lantas pergi bersama bawahannya.
"Aneh, kenapa hatiku begitu gelisah," gumam Elise. "Ah! Mungkin aku terlalu paranoid." imbuh gadis itu, bicara sendiri.
Sementara Elise hampir saja meraih gagang pintu toko, langkahnya terhenti oleh suara langkah kaki yang mendekat dari belakang. Tanpa aba-aba, seseorang dengan cepat menutup kepalanya menggunakan kain hitam yang tebal, membuat Elise kehilangan pandangan.
"Hey! Apa yang sedang terjadi?!" gadis itu berusaha melakukan perlawanan meskipun harus berujung dengan sia-sia.
"Diam!" bentak suara bariton.
Elise tidak kehilangan akal. Gadis itu meronta dan berusaha melepaskan diri. Namun, sayangnya, dalam kegelapan yang mengepungnya, Elise merasakan seseorang meraih tangannya dengan cepat, mengikat dengan kuat ke belakang.
"Lepaskan aku, b******k! Mau apa kalian hah! tolong!!"
seketika..
"Mmm!!!"
Elise tidak bisa bersuara dan menjerit karena sang penculik menyumpal mulutnya dengan sapu tangan kecil. Matanya membelalak ketika dia merasa tubuhnya didorong dari belakang ke dalam mobil, membuatnya tak punya pilihan selain mengikuti penculik itu.
Beberapa menit kemudian, Elise merasakan mobil mulai bergerak, tidak tahu ke mana arahnya. "Siapa mereka? Apakah mereka penjahat yang bikin kerusuhan di klub tadi? Mereka pasti tau aku yang sudah menyelamatkan Adrian, dan sekarang mereka datang untuk menghukumku," batin Elise, cemas.
Setelah perjalanan yang panjang, mobil yang menculik Elise masuk ke mansion utama De’ Rose. Dengan wajah cemas, seorang pria paruh baya sedang menunggu di depan, dia adalah Lucas De’Rose.
"Di mana dia?" tanya Lucas pada bawahannya yang baru melangkah keluar dari mobil.
"Tuan, kami berhasil menculik nona Elise," lapor bawahannya.
"Bawa dia!" perintah tegas Lucas tidak sabaran pada bawahannya itu, agar segera membawa Elise menghadapnya. "Langsung bawa dia kemari," titah pria paruh baya itu, setelah melihat Elise, yang kepala ditutup dengan kain hitam.
Setelah ikatannya dilepas, Elise membuang sapu tangan yang menyumpal mulutnya ke tanah. "Cuih!! Sialan!, apa kalian pikir aku binatang, sehingga kalian memperlakukan aku seperti itu hah! gadis itu melemparkan sumpah serapah, matanya memancarkan kemarahan, menatap tajam pada beberapa pria asing yang berdiri di dekatnya, lalu pada Lucas, ayahnya.
"Apakah anda yang meminta mereka menculikku, huh? Tuan Lucas De'Rose" tanya Elise dengan nada mengintimidasi, matanya memancarkan kebencian dan kemarahan yang mendalam.
"Andai saja papa tidak menculikmu, apakah kau akan pulang ke mansion ini, jika papa menjemputmu dengan cara baik,, Elise?" balas Lucas dengan suara tegas dan dingin.
"Tentu saja tidak!" jawab Elise cepat, balas menatap papanya.
Jelas pertarungan emosi antara Elise, dan papanya, Lucas saat ini, membuat hubungan keduanya tambah parah.
Tak peduli, Elise mencoba pergi, namun dihadang oleh beberapa ajudan.
"Minggir kalian!" bentak Elise, matanya memancarkan keputusasaan.
"Maaf, nona."
"Aku bilang minggir kalian semuanya! Apakah kalian tuli? Aku mau pulang!" gadis itu menjerit histeris, wajahnya mencerminkan emosi yang sedang memuncak.
"Kau tidak akan kemana-mana sampai pernikahanmu dengan tuan muda Dominic digelar, Elise De’Rose!" tegas Lucas dengan suara keras.
"Apa?! Menikah? Bukankah kalian bilang Grace yang akan menikah dengan tuan muda Barzini!" Elise terkejut, matanya mencerminkan kebingungan dan keputusasaan.
"Iya! Aku memang menginginkan Grace yang menggantikan kamu, Elise, karena dilihat dari sudut manapun, kamu tidak akan pernah sebanding dengan putriku Grace!" interupsi Mary Anne. melangkah keluar dari mansion, menapak semakin hampir dan berdiri tepat di depannya.
Elise tertawa sinis, "Jika begitu, kenapa kalian harus repot menculikku dan memaksaku menikah dengan Dominic? Bukankah kalian punya Grace, hmm?" pertanyaan sarkastik yang Elise lontarkan membuat Mary Anne mengangkat tangannya dan menghadiahkan sebuah tamparan keras mengenai pipi kiri Elise, sehingga membuat wajah cantik itu terbuang ke samping.
Sudut bibirnya berdarah, perlahan Elise menghapusnya menggunakan punggung jarinya. "Bunuh saja aku sekalian, karena aku tidak akan pernah mau menikah dengan Dominic," desis Elise dengan tatapan tajam.
Lucas mendekat dan mencengkram kasar rahang sang putri, memaksa Elise untuk menatap padanya. "Elise, papa tidak akan pernah sungkan menghabisimu walaupun kamu adalah darah daging papa sendiri. Nurut jika kamu masih sayang nyawamu," desis Lucas, rahangnya mengeras sempurna, menahan gejolak emosi yang bercampur aduk.
"Apakah kau pikir aku takut mati?" tanya Elise dengan nada yang penuh keputusasaan, masih menatap wajah sang papa.
Selama dua puluh lima tahun Elise hidup di dunia ini, baru kali ini gadis itu sedekat ini dengan papanya dan bisa menatap dengan puas wajah yang sudah menyematkan nama De’Rose di belakang namanya.
"Elise..."
"Bunuh aku saja, Lucas De’Rose!" Pinta Elise tanpa rasa takut.
"Tidak akan ada yang bisa mengambil nyawamu, Elise, karena aku tidak akan pernah mengizinkan itu terjadi," celetuk suara seorang pria yang kedengaran asing pada indra pendengaran Elise.
"Tuan muda Dominic," Lucas lantas melepaskan cengkramannya pada rahang Elise, membungkuk hormat pada pria tampan yang masih dalam setelan jas hitamnya, yang mulai melangkah lebih rapat ke arah Elise. "Maaf tuan muda, saya baru bisa membawa putri nakal saya ini pulang ke rumah dan saya berjanji tidak akan membiarkan Elise kabur lagi sebelum tanggal pernikahan kalian," Lucas bicara tanpa jeda, memberikan penjelasan panjang pada pria di depannya itu, sebuah penjelasan yang berhasil membuat Elise berdecak kagum dengan kebohongan yang diciptakan oleh papanya barusan..
"Aku tidak akan menikah sama siapapun! Camkan itu," tegas Elise. Menyela ucapan sang papa.
Ketegasan Elise yang tidak mudah digoyahkan membuat Dominic, pria arogan yang tidak terima penolakan, mengeraskan rahangnya, merangkul pinggang Elise dengan kasar menggunakan sebelah tangannya. Sementara sebelah tangannya yang lain meremas kasar surai panjang milik Elise, mendekatkan wajah mereka, sehingga Elise bisa mencium bau alkohol yang begitu kuat dari napas Dominic.
"Kau akan menjadi pengantinku, Elise. Aku tidak masalah jika harus memaksamu," desis Dominic dengan nada penuh ancaman.
"Persetan sama paksaanmu, aku lebih rela mati bunuh diri!" Belum sempat Elise menuntaskan kalimatnya, Dominic meraup kasar dan paksa, bibir mungil Elise menggunakan bibir tebal dan seksinya, memberikan sebuah pagutan yang brutal. Elise berusaha berontak namun nihil. Tenaganya kalah dari seorang Dominic.
Setelah merasakan Elise yang mulai kehabisan napas, barulah Dominic melepaskan pagutan nya.
“Bibirmu manis sekali Elise, aku suka.” bisik Dominic di kuping nya Elise.
Dengan napas yang masih terengah-engah, "b******k! Dasar iblis kamu!" pekik Elise bersama lelehan air mata yang mulai menuruni pipinya.
Mengacuhkan sumpah serapah Elise barusan, "Aku punya kado buatmu, Elise," ucap Dominic dengan senyuman iblisnya. "Bawa kemari!"