33. Dua Orang Terluka

1566 Words

Pevita duduk di sebuah sofa di dalam ruangan serba putih dan cream yang lumayan luas. Menyesap teh hangat yang disajikan sang empunya ruangan beberapa saat lalu oleh asistennya. Begitu tenang dan elegan seperti biasa, seolah sejak kecil sudah diset untuk menjadi sosok sempurna dalam etika. Setidaknya seperti itu, sampai orang-orang mencuri dengar makian dan umpatan yang tak jarang dilontarkan dari bibirnya. Seorang pria berproporsi tubuh tinggi ideal masuk dan lekas membuka jas putih yang dia kenakan, sehingga kini hanya menyisakan kemeja satin cokelat yang dipadukan pas dengan celana hitamnya. Tatapan pria itu segera tertuju pada Pevita, dan senyum tipisnya lantas tergambar. "Jadi, kamu benar-benar hanya minum obat sesekali?" tanya lelaki itu, usai meletakkan jasnya di kursi besar yang

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD