Bryan menelpon Natasha yang saat ini sedang bersantai setelah menikmati siang hari dengan bercinta. Natasha akan berpura-pura kembali menjadi dirinya yang mencintai Bryan, yang sebenarnya dia sama sekali tidak mencintai pria itu dan hanya menginginkan hartanya.
Suara telepon bergema di dalam kamar apartemen yang tenang itu, Natasha baru saja selesai memakan pizzanya, walaupun tubuhnya ramping tetapi wanita yang berprofesi sebagai model itu memiliki nafsu makan yang besar, terbukti dari sisa kotak pizza yang tergeletak di atas kasur hanya menyisakan sedikit saus yang berceceran.
"Bryan? Mau apa dia?" ucap Natasha lalu kemudian berekting layaknya seorang perempuan yang dimabuk cinta.
"Sayang? Apa kau ada di apartemen?" tanya Bryan yang saat ini bertanya melalui sambungan telepon.
"Iya aku ada di apartemen, ini adalah hari liburku, jadi aku akan tinggal di sini, apa kau lupa?" tanya Natasha yang sudah sangat hapal dengan ingatan Bryan yang mudah lupa.
"Eh? Bagaimana kau tahu aku mencarimu?" tanya Bryan keheranan.
"Bagaimana tidak, setiap kau menelpon di hari Jumat, kau selalu lupa akan lokasi ku berada walaupun aku sudah mengatakannya berkali-kali jika hari itu adalah hari libur ku, kau juga akan menelpon jika tidak menemukan aku di apartemen ku yang satunya, kan?" tanya Natasha membuat Bryan tersenyum.
"Baiklah, kau memang gadisku yang sempurna, bahkan kau tahu detail kebiasaan ku tapi, bisakah kita bertemu sekarang? Aku ingin memberikan sesuatu padamu," ucap Bryan yang kemudian diiyakan oleh Natasha.
"Oke, aku akan segera ke sana, apa kau mau menitip sesuatu?" tanya Bryan.
"Tidak usah, kau sudah banyak memberikan ku barang, aku tidak ingin merepotkan mu, kedatangan mu saja sudah membuat aku bahagia," ucap Natasha yang membuat Bryan semakin senang.
"Hahaha dasar, aku akan membawakan bunga untukmu," ucap Bryan menutup teleponnya.
Saat ini Ellena yang tengah dirundung duka karena kakeknya yang telah meninggal, nampak belum bisa menghentikan air matanya yang terjatuh. Dia bahkan mendapatkan pesan dari saudaranya yang juga merupakan cucu dari kakeknya. Pesan singkat itu berisi sebuah sindiran untuk Ellena karena dia telah membawa kehancuran di dalam keluarganya.
"Mereka sama sekali tidak mau peduli, bahkan di hari pemakaman kakek, satupun dari mereka tidak pernah ada yang datang, bagaimana bisa seorang anak melupakan ayahnya? Apa mereka benar-benar manusia?" ucap Ellena setelah membaca pesan yang dikirim dari nomor saudaranya itu.
Dibandingkan mengurus orang-orang itu, kini Ellena fokus mengurus pemakaman sang kakek yang akan segera dikuburkan.
Hari berlalu dan pemakaman kakek telah menginjak usia lima hari, tepat hari ini Ellena kembali karena hari ini adalah ulang tahun neneknya.
"Kakek, nenek, aku datang membawakan karangan bunga, sampai detik ini aku sangat bersyukur karena masih bertahan dalam pekerjaan yang aku jalani dan besok aku mendapatkan tawaran di salah satu perusahaan besar untuk menjadi salah satu staf di sana," ucap Ellena menaruh karangan bunga di depan makam kakek neneknya.
Ellena terkejut saat seseorang tiba-tiba datang dan menaruh bunga, dia adalah anak kedua dari kakeknya, pria yang paling membenci keluarga Ellena.
"Akhirnya dia mati, sekarang tidak ada lagi yang bisa menghalangi ku untuk menguasainya hartanya," ucap pria itu yang membuat Ellena terkejut.
"Paman Tom? Apa maksudmu? Kenapa kau bahagia kakek meninggal? Apa kau benar-benar sudah tak menganggapnya lagi?" Tanya Ellena keheranan.
"Diam kau anak pembawa sial, kau tidak punya hak berbicara di hadapan ku, karena sejak saat itu aku sudah mencoret mu dari daftar orang yang aku kenal," ucap pria bertopi koboi dan jas perak itu.
Ellena tak mampu mengatakan apapun, dia hanya bisa pasrah dan diam karena sejak dulu pamannya itu memang seperti itu, bahkan Ellena ingat jelas saat anak laki-laki Tom memukulnya, Tom bukannya memisahkan dan malah meminta anaknya memukul lebih keras.
"Terimakasih sudah menjaga ayahku, karena kau juga aku bisa menguasai rumah itu sekarang dan kau tidak punya hak lagi tinggal di rumah mu yang sekarang karena itu adalah aset milik ayahku," ucap Tom yang dengan jelas mengusir Ellena dari tempat tinggalnya selama ini.
"Apa? Apa maksudmu? Hei, aku takkan pergi dari sana!" ucap Ellena melihat Tom pergi dari hadapannya sembari menyeringai.
Dengan pernyataan Tom barusan, Ellena segera pulang ke rumahnya dan benar saja, rumah itu sudah berantakan dirusak oleh orang-orang yang Tom perintahkan dan di depan pintu rumah itu terdapat plang bertuliskan rumah telah disita.
"Dia benar-benar gila! Bagaimana bisa rumah sekecil ini pun coba mereka rebut!" ucap Ellena kesal kemudian ia masuk ke dalam.
Benar-benar telah berantakan bahkan semua baju Ellena berserakan di lantai, dan hanya menyisakan beberapa baju dan sebuah bingkai foto di lemari pakaiannya.
Ellena menangis sembari memeluk bingkai foto kakek dan neneknya, ia tak percaya jika pamannya sendiri tega melakukan itu padahal selama ini Ellena tidak pernah lagi berhubungan dengan mereka.
"Kakek, nenek, aku sangat merindukanmu, bagaimana mereka bisa melakukan ini padaku," ucap Ellena menangis tersedu-sedu.
Tidak ingin terus berada di sana, akhirnya Ellena membereskan pakaiannya dan pergi dari sana sebelum pamannya datang kembali dan menyakiti dirinya, karena kakek pernah mengatakan pada Ellena untuk tidak lagi berurusan dengan mereka.
Di tempat lain, Luis nampaknya cukup sibuk siang ini setelah proyek pembangunan kantor baru di sebelah kuil tempat pemakaman akan dibangun. Entah kenapa Luis menentukan lokasi itu untuk dijadikan kantor baru, banyak yang mengatakan jika mereka mengambil lokasi itu untuk menghindari keributan, di tambah lagi kawasan itu adalah area yang tenang walaupun banyak orang berkunjung ke kuil hanya untuk berfoto selain berdoa di sana, bahkan kompleks pemakaman yang ada di sana tidak pernah sepi. Walaupun sebenarnya kantor bisa menggunakan alat peredam suara tetapi, Luis lebih memilih area yang asri untuk dijadikan kantor barunya.
Beberapa warga yang tinggal di sana sebenarnya sempat menolak tetapi, pesona Luis terlalu besar sehingga banyak orang yang kemudian setuju setelah Luis mengatakan sesuatu dan bahkan mengatakan akan mempekerjakan masyarakat yang ad di sana.
"Bryan, apa kau tidak mau datang meninjau pembangunan?" tanya Luis yang berbicara melalui sambungan telepon.
Saat ini Luis ada di sana dan sedang melihat pembangunan kantor barunya yang terlihat tidak terlalu besar. Dibandingkan sebuah kantor, bangunan itu lebih cocok disebut seperti villa.
"Aku akan ke sana Luis, kita akan berpesta juga karena Natasha sudah menerima cincin yang aku berikan padanya hahaha," jawab Bryan melalui sambungan telepon.
"Dasar bodoh, aku harap kau tidak menyesal dengan pilihan mu, Bryan, karena dari awal aku tak menyukai wanita itu," ucap Luis yang membuat Bryan hanya tertawa.
Luis menutup teleponnya kemudian ia berjalan menuju kuil yang bersebelahan dengan pembangunan itu. Mereka dengan mudah mendapatkan izin pembangunan karena Bryan adalah nama yang cukup ditakuti di Amerika setidaknya untuk saat ini.