Ellena yang telah selesai mandi kemudian membuat sepotong sandwich, ia baru sadar jika diluar turun hujan dan mengingat perempuan yang baru saja marah-marah itu sampai akhirnya ia melihat melalui jendela dan mendapatkan Bryan yang tengah terduduk di depan pintunya.
"Eh? Aku kira dia sudah pergi, sudahlah lupakan saja, orang aneh seperti itu tidak harus aku tolong," ucap Ellena kemudian ia menyantap sepotong sandwich yang kini ia pegang.
Tiba-tiba Ellena teringat kakeknya dan bayang-bayang masa lalu terus muncul bahkan kata-kata sang kakek tak luput dari ingatannya, dari ingatan itu nampaknya Ellena begitu menyayangi kakeknya bahkan ia sempat berhenti mengunyah dan cukup mengkhawatirkan Bryan, wanita yang baru saja ia usir.
"Tidak perlu alasan untuk membantu orang lain, kemanusiaan itu adalah dasar kehidupan kita, tidak perlu menghadap langit hanya untuk membantu orang lain, ketika kita mengharap balasan dari langit setelah membantu orang, maka kemanusiaan kita adalah palsu."
Ellena menaruh kembali sandwich yang ia makan setengahnya karena ia merasa kata-kata kakeknya mungkin telah disiapkan untuk situasi seperti ini.
"Kakek benar, ketika aku mengharapkan balasan dari Tuhan tentang kebaikan yang aku lakukan, maka sebenarnya kenaikan aku adalah palsu," ucap Ellena kemudian ia membuka pintu itu dan menyuruh Bryan untuk masuk.
"Eh? Apa sekarang kau sudah sadar kesalahan mu?" tanya Bryan yang malah ingin melanjutkan kemarahannya, padahal Ellena membuka pintu hanya untuk menolongnya.
"Masuk saja dulu, aku tidak tahu siapa kau dan darimana asalmu tetapi, hujan ini cukup deras dan dingin sementara kau menggunakan kain yang tipis, jadi masuklah untuk menghangatkan badanmu," ucap Ellena membuat Bryan malah terlihat semakin sombong.
"Hah? Apa kau bilang? Kau pikir aku ini pria yang harus dikasihani? Aku tidak akan mati walaupun kau tidak mempersilakan aku masuk!" ucap Bryan semakin sombong menolak ajakan Ellena.
Kemudian kilat menyambar cukup keras membuat Bryan tersentak dan terkejut, ekspresinya bahkan sempat membuat Ellena jengkel.
"Jadi? Apa kau masih tetap ingin diluar dan di temani guntur?" tanya Ellena membuat Bryan kemudian menerima tawaran Ellena.
"Baiklah kalau kau memaksa," ucap Bryan kemudian ia masuk ke dalam kostan Ellena.
Ternyata di dalam sana cukup luas, bahkan jika harus dibilang kost, rumah ini malah terasa seperti apartemen.
"Aku buatkan coklat panas untuk mu," ucap Ellena sedangkan Bryan menunggu di sofa yang tersedia di sana.
"Dia hidup di tempat sempit seperti ini? Nenek tua itu juga memiliki rumah yang sempit, bagaimana wanita tahan hidup di tempat seperti ini?" ucap Bryan yang mungkin membandingkan ruangan itu dengan kondisi rumahnya.
Ellena datang dengan segelas coklat panas khas Perancis, beberapa tahun ia tinggal di negara menara Eiffel itu membuat Ellena terbiasa dengan makanan dan minuman khas negara tersebut bahkan ia menyuguhkan segelas coklat panas pada Bryan.
"Sebenarnya kau siapa? Kenapa tiba-tiba memarahi aku? Padahal aku berniat baik menyelamatkan hidupmu, memangnya kau tinggal di mana?" tanya Ellena mencoba mendekati dengan halus agar ia bisa berbicara dengan tenang.
"Sudahlah tidak usah pura-pura lupa ingatan, aku adalah pria yang kau rugikan," ucap Bryan menatap sinis.
"Pria? Kau pria?" tanya Ellena memperhatikan setiap jengkal anggota tubuh Bryan.
Bryan baru sadar jika saat ini dia telah berubah menjadi seorang wanita dan semua yang ia katakan malah membuat Ellena akan berpikir macam-macam.
"Astaga! Aku lupa sekarang buka. Bryan yang dulu lagi, seharusnya aku tidak mengatakan laki-laki, bagaimana aku menjelaskan pada wanita ini? Semua yang aku katakan mungkin akan ia tolak mentah-mentah," gumam Bryan cukup kesulitan untuk mengucapkannya.
"Hei? Apa kau transgender?" tanya Ellena.
"Apa? Enak saja, apa kau tidak lihat tubuh ku? Suara ku? Bagaimana bisa kau mengatakan aku sepatu itu?" ucap Bryan.
Akhirnya Bryan memutuskan untuk tidak membahas dulu permasalahannya dengan Ellena, mungkin saat ini ia hanya butuh kembali ke rumahnya dan meminta Luis untuk membantu menyelesaikan masalahnya.
"Sudah tak usah kau pikirkan tapi, jika kau bisa membantuku, aku ingin pergi ke Los Angeles dan bertemu sahabat ku, aku tidak punya uang sekarang dan semua kartu identitas ku hilang dicuri, aku benar-benar sendirian di sini," ucap Bryan yang akhirnya merendahkan hatinya untuk pertama kali di hadapan Ellena.
"Hah? Kau benar-benar wanita yang aneh, aku tidak mengerti kenapa kau sepatu itu, bahkan sekarang kau ingin memerasku, ya?" tanya Ellena curiga.
Bryan kebingungan bagaimana ia harus menjelaskan yang terjadi, di samping itu ia juga sebenarnya malu jika kondisi yang ia alami sekarang terasa seperti kutukan.
"Bagaimana aku menjelaskannya? Aku kebingungan, aku benar-benar butuh Luis," gumam Bryan yang semakin gelisah.
"Baiklah, pinjamkan aku handphone mu, aku ingin menghubungi sahabat ku dan biarkan dia menjemput ku kemari," ucap Bryan pada Ellena.
Ellena menatap curiga gadis cantik yang berada di hadapannya, walaupun cantik ternyata wanita ini juga mencurigakan, semua yang dikatakannya terkesan selalu menyudutkan Ellena seolah mereka pernah bertemu sebelumnya. Namun, sekali lagi ia teringat kata-kata kakeknya sehingga Ellena memberikan handphonenya pada Bryan untuk digunakan menghubungi Luis.
"Karena aku sangat menghargai ajaran kakekku, aku akan meminjamkan handphone ku tapi, aku harap kau jangan lagi menyebut namaku seolah kita pernah bertemu dan kau menyalahkan aku atas apa yang mungkin kau alami dengan orang lain."
Ellena memberikan handphonenya dan Bryan langsung mengetikkan sebuah nomor di sana menghubungi Luis.
Dari sudut Luis, kini ia nampak menghadapi beberapa orang wanita yang mengaku memiliki hubungan khusus dengannya, mereka menuntut beberapa aset yang pernah Bryan janjikan.
"Tuan Bryan berjanji memberikan aku sebuah mobil."
"Tuan Bryan meniduri ku setiap hari Senin."
"Tuan Bryan berjanji menikah dengan ku saat itu."
Beberapa wanita itu membuat Luis muak bahkan mereka menghalangi Luis memasuki kantornya.
"Apa kalian bodoh? Bagaimana bisa aku percaya pada ucapan kalian jika orang bodoh itu saja sangat membenci wanita? Apa kalian pikir aku juga sama bodohnya dengan dia? Lagipula apa kalian tak ada pekerjaan lain selain menuntut orang yang telah meninggal?" ucap Luis cukup kesal bahkan Luis melihat ada beberapa media sedang meliput dan bertanya pada beberapa orang wanita yang sedang menuntut haknya itu.
Walaupun sudah beberapa hari tetapi, berita tentang kematian Bryan cukup membuat publik gempar dan sedikitpun mereka tak ingin kehilangan berita trending tersebut.
"Tuan Luis apa komentar anda tentang wanita yang mengaku memiliki hubungan spesial dengan tuan Bryan? Apa anda mengetahui sesuatu? Apakah sebelumnya tuan Bryan memiliki banyak wanita simpanan? Apakah sebenarnya dia hanya menutupi identitasnya? Apa komentar anda tentang jasad yang masih diragukan itu tuan?" Pertanyaan seluruh wartawan yang ada di sana membuat Luis semakin geram.
"Sudah berhenti! Apa kalian tidak punya waktu yang lain untuk bertanya? Bagaimana bisa aku menjawab jika kalian melakukannya seperti ini?" ucap Luis dengan emosinya tiba-tiba handphonenya berbunyi dan refleks dia langsung mengangkat telepon itu.
"Apa? Apalagi? Apa orang dibalik telepon ini juga akan melakukan hal yang gila?" ucap Luis dalam sambungan telepon itu.
"Hei apa yang kau bicarakan? Aku ini Bryan, tolong jemput aku di California," ucap Bryan dalam sambungan telepon itu.
"Apa? Dasar gila, jelas-jelas suara wanita! Kau bahkan lebih gila dari wanita yang minta dinikahi oleh orang meninggal!" Luis langsung menutup teleponnya dan Bryan nampak tak dapat melakukan apapun.
"Apa? Kenapa si bodoh itu? Jelas-jelas aku sedang kesulitan," ucap Bryan kemudian ia menyerahkan kembali handphonenya.
"Jadi nama mu, Bryan? Kenapa terdengar seperti nama pria? Jangan-jangan kau benar-benar transgender?" tanya Ellena.
"Enak saja kau, aku memang Bryan tetapi, sebenarnya namaku adalah Bianca, pria yang aku telpon tadi sering memanggil ku dengan sebutan Bryan," ucap Bryan yang reflek mengubah namanya menjadi Bianca.
Setidaknya nama itu cocok dengan tubuhnya yang cantik itu.