SUAMI ONLINE 12 A
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Kejujuran memang pondasi utama dalam setiap hubungan, baik untuk pasangan dan juga usaha. Keduanya sama-sama membutuhkan kejujuran agar menciptakan ikatan kepercayaan yang mampu membentuk satu keharmonisan.
Danesh menyadari hal itu belum dilakukan sepenuhnya. Ia mulai berpikir lebih baik tahu dari mulut sendiri daripada orang lain. Mungkin baiknya setelah kejadian malam ini, ia menceritakan semua hal tentangnya. Baik usia, kesibukan, kesukaan, dan semua tentangnya.
Kenes masih mencoba mengerti perubahan sikap sang pria. Gerak-geriknya seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Namun, ia tidak mau membahas di sini, di rumah mungkin lebih elok.
Yuyun dan Anto tetap menceritakan semua hal tentang wisata sayur itu dengan antusias. Kenes lumayan tertarik ingin mengunjungi jika ada waktu senggang atau keperluan suatu saat nanti. Mungkin laporan Yuyun seperti sekarang, bisa dijadikan alasan untuk menyambangi wisata sayur yang sedang viral.
Danesh benar-benar mati kutu mendengar pembicaraan Kenes dan karyawannya. Ia baru menyadari kalau dibicarakan sama orang lain di depan sang istri, rasanya sama sekali tidak enak.
Persis kayak makan sama sayur pare. Mau ditelan ... pahit. Mau dilepeh ... sayang. Eh, enggak nyambung ya?
Ada rasa khawatir tiba-tiba merayap ke hati melihat wajah Danesh berubah. Perhatian kali ini berhasil mengundang rasa simpatinya. Hati yang dulu keras bagaikan batu tidak menyukai caranya dipertemukan, sekarang perlahan terkikis tersiram air kasih sayang sang pria.
"Kamu beneran, oke?" Kenes mengulang pertanyaannya lagi.
"Aku beneran oke. Udah selesai belum? Pulang apa yuk? Udah malem. Apa masih ada yang sakit?" tanya Danesh sambil memeriksa tangan sang wanita.
"Udah mendingan. Ya udah, kalau mau pulang."
Kenes menatap kedua karyawannya yang tersenyum tidak jelas. Mereka mungkin baru pertama kali melihat pemandangan ini. Pemandangan di mana seorang Kenes Nismara bisa berinteraksi dengan pria begitu lembut.
"Kalian berdua kenapa? Kok, liatnya begitu?" tanya Kenes yang merasa risih dan malu menjadi perhatian.
"Kami seneng liat Mbak Bos bisa punya temen pria kayak Mas Tampan," jawab Yuyun mewakili keingintahuan dirinya dan Anto.
"Betul, Mbak Bos. Saya juga seneng. Masnya perhatian dan cepat tanggap pula, pas tadi ada si Ratan." Anto ikut menimpali mengungkapkan rasa senangnya.
"Semoga berjodoh, Mbak Bos sama Mas Tampan," ucap Yuyun sembari mengusap tangan Kenes.
Danesh lumayan merasa bangga karena ada yang mendukung hubungan mereka. Setidaknya nanti akan ada orang yang bisa menolongnya jika Kenes merajuk. Kan, secara, mereka sudah mengenal Kenes lebih lama.
"Kami serasi enggak?" tanya Danesh yang langsung menggenggam jemari Kenes.
Yuyun dan Anto kompak mengacungkan dua jempolnya. Kenes seketika memalingkan wajahnya ke arah lain untuk menutupi hatinya yang mulai tumbuh kuncup bunga.
"Udah sih ... lebih baik kita semua pulang. Kalian berdua pulang duluan aja, bersihinnya besok," ucap Kenes sengaja mengalihkan topik utama.
"Asyiap, Mbak Bos!" Yuyun dan Anto menjawab berbarengan, lalu berjalan ke luar warung dengan hati bahagia.
Kedua karyawan Kenes memang tinggal tidak terlalu jauh dari warung. Mereka berangkat pakai motor dan kadang jalan kaki. Akan tetapi, untuk menjaga keamanan mereka lebih sering memakai motor.
Kenes menatap mereka sampai tidak terlihat lagi. Hatinya selalu berharap bisa menjalin ikatan kerja sama dengan mereka selama mungkin. Karena lewat mereka, Kenes bisa mendapat teman sekaligus saudara dan juga partner bekerja.
"Kita juga pulang ya?" ajak Danesh.
Kenes mengangguk. Lalu berjalan beriringan menuju rumah tangga, eh, parkiran. Ketika Danesh mengambil motor, Kenes tiba-tiba penasaran dengan ucapan yang dibisikkan pada Ratan sampai bisa membuatnya terdiam dan pergi.
Baginya, Ratan adalah orang yang gigih. Ia tidak pernah lelah berusaha mendapatkan apa yang diinginkan, termasuk soal wanita.
Dengan ragu, Kenes memberanikan bertanya, "Kamu tadi bilang apa sama Ratan? Kok, dia bisa langsung pergi?"
Danesh yang baru saja akan menaiki motor menjadi berbalik. Wajah yang kini membuatnya cinta mati sedang gelisah dengan rasa penasarannya.
"Mau tahu, apa mau tempe? Apa mau tahu tempe?" jawab Danesh dengan kesan menggoda.
"Ish! Enggak usah becanda deh! Serius ini ...." Kenes menjawab sembari membuang pandang ke arah lain.
"Aku juga serius. Aku tidak pernah main-main dengan pernikahan kita," jawab Danesh sambil menaik turunkan alisnya.
"Ih ... aku juga serius, Mas! Aku enggak pernah mempermainkan usaha Ibu yang sudah membuat rencana untuk hubungan ini. Tapi bukan itu yang aku maksud," jawab Kenes merasa kesal karena selalu dipermainkan oleh jebakan rayuan.
Danesh merasa tertarik untuk mendekat saat Kenes mengatakan keseriusannya dalam pernikahan ini. Apa itu berarti sudah ada lampu hijau untuk menyentuhnya? Ah, pikiran gila itu mendadak menggoyahkan akalnya.
"Maksud kamu ... sudah mulai menyukaiku? Seberapa besar bunga yang tumbuh? Katakanlah ... aku ingin tahu. Biar aku menyiapkan pupuk dan air untuk membuat bunga itu tumbuh subur dan cantik." Danesh terus berbicara hingga jarak mereka menjadi sangat dekat.
Sementara Kenes menjadi salah tingkah dengan pertanyaannya sendiri. Rasanya terjebak sudah dalam kubangan rayuan yang tidak akan pernah ada ujungnya.
"Ka-kamu mau ngapain? Jangan mancing orang-orang dengan pikiran yang tidak-tidak," tanya Kenes dengan tubuh yang semakin mundur.
Akan tetapi, saat akan mundur pada langkah ketiga, Danseh menahan tangannya. Otomatis Kenes berhenti dan menatap lekat sang pria. Raganya semakin menegang ketika Danseh mendekatkan wajahnya. Jantungnya berjedag-jedug ria tidak karuan. Ia belum menyiapkan mentalnya sama sekali.
Danesh selalu ingin tertawa setiap kali melihat ekspresi Kenes jika mendapati posisi seperti ini. Namun, Danesh tidak mau terburu-buru sampai Kenes benar-benar menjatuhkan hatinya.
Wajah cantik dan menggemaskan itu dilewati begitu saja. Danesh justru mendekatkan bibinya ke telinga Kenes dan membisikan sesuatu.
"Tadi aku bilang kalau kamu adalah istriku. Aku memintanya agar tidak mengganggu istri orang. Kamu ngapain pakai tutup mata segala? Aku tidak akan menciummu di sini," bisik Danesh kemudian menoel pipi dan hidung.
Kedua mata Kenes seketika terbuka dan melebar sempurna. Satu cubitan entah sayang atau kesal mendarat manja di perut sang pria. Danesh meringis kesakitan.
"Aw, sakit! Jangan main cubit dong, Sayang ... cubitanmu itu lama sembuhnya," protes Danesh sembari mengusap bekas cubitan.
"Makanya jangan ngeledek terus. Udah, buruan pulang! Katanya udah malem," jawab Kenes yang sudah tidak sabar untuk pulang ke rumah kontrakan.
Danesh menaiki motor diikuti Kenes. Mereka berdua kembali menyusuri jalan yang sama untuk tujuan yang sama pula. Harapan untuk tetap membina biduk rumah tangga akan selalu sama besarnya sampai nanti kekuatan itu sama kuatnya.
----***-----
Bersambung