SUAMI ONLINE 20 A
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Rasa takut kejadian lalu terulang kembali terkadang bisa membuat hati menjadi bimbang menentukan tindakan apa yang akan dipilih. Bibir ingin memilih diam tapi hati menciut membayangkan pria yang sedang duduk bersama wanita itu kembali membuat keributan.
"Haish! Khusus malam ini baiknya aku berusaha sendiri menyelesaikan jika ada keributan. Toh, ada Anto. Lagian ada wanita itu. Semoga Ratan bisa menjaga sikapnya layaknya lelaki," batinnya lagi.
Yuyun menarik napas dalam dan membuangnya perlahan, lalu melangkah menuju meja nomor tiga di mana Ratan dan wanita itu duduk bersama.
Kantung mata sang pria terlihat sembab, persis seperti habis menangis. Sedangkan binar mata wanita itu tampak bersinar, seolah sedang memberikan kekuatan yang entah apa.
Yuyun menghentikan langkah dibarengi gerak tubuh Ratan yang ikut menatapnya. Wanita di depannya terdiam sesaat melihat tingkah keduanya yang serba kikuk.
"Mau pesan apa Mbak, Mas?" tanya Yuyun sembari menyodorkan kertas menu yang dilaminating.
Bagi Ratan yang sudah hafal menu di sini tidak perlu melihatnya.
"Aku mau seblak komplit level enam sama teh manis hangat," ucapnya sembari melempar pandang ke arah lain. Ada rasa tidak enak mengingat keributan yang pernah ia lakukan.
Wanita itu tampak melihat dengan tangan yang menunjuk tiap bait urutan di kertas menu.
"Kalau aku mau seblak level enam enggak pakai ceker, ya? Minumnya sama kaya temen saya," ucapnya. Tangannya mengembalikan lagi kertas menu pada wanita yang mungkin karyawan warung.
Yuyun merasa ingin bertanya tentang kedekatan ajaib ini, tetapi takut menimbulkan kesan buruk. Ia tidak mau kenyamanan pengunjung berkurang karena pertanyaan pribadi. Biarlah itu menjadi hak mereka.
"Kalau begitu ditunggu. Pesanan akan segera sampai."
Yuyun berlalu meninggalkan kedekatan mereka yang masih menimbulkan tanda tanya. Pikirannya selalu ingin bertanya bagaimana mereka bisa saling mengenal.
"Ant, seblak level enam dua. Satu komplit, satu enggak pakai ceker," ucapnya lalu duduk di kursi dekat meja.
"Sip!" Anto bergegas membuat seblak pesanan mereka. Tangannya cekatan mengambil bumbu dan yang lainnya.
Sementara Yuyun menatap pemandangan di sana hingga cukup membuatnya ternganga. Samar, percakapan mereka terdengar hingga ke rungu wanita yang sambil mengamati gerak Anto memasak.
"Kamu udah sering ke sini ya?" tanya sang wanita sembari memainkan nomor meja.
"Lumayan sih ... aku lumayan kenal sama yang punya."
"Masa? Kenal apa kenal nih ... bukannya yang punya namanya Kenes, ya?" tanyanya lagi.
Ratan mengernyitkan dahi. Bagaimana wanita ini mengenal Kenes? Padahal ia baru pertama kali singgah di warungnya. Beberapa pertanyaan menyerbu begitu saja tentangnya. Selama mengenal Kenes, ia tidak pernah melihatnya berteman dengan orang luar. Ia selalu sibuk di warung dan hanya sering bepergian dengan Yuyun atau Anto.
Makanya hati bagaikan tersambar petir saat tahu Kenes dekat dengan pria lain. Bahkan mereka tinggal satu rumah. Akan tetapi, hari ini harapannya memiliki Kenes dirajam begitu sadis oleh kenyataan.
"Kok, diem? Pasti udah kenal banget nih sama Kenes." Wanita yang belum menyebutkan namanya itu kembali bertanya.
"Iya ... gimana ya ... sempat naksir sih, tapi baru saja terusir karena ternyata sudah punya suami. Dan barusan aku ngelakuin hal paling bodoh, paling jahat, paling segala-galanya sedunia." Ratan membuang pandang untuk menutupi rasa malunya.
"Jadi kamu naksir sama istrinya Danesh?"
"Kamu kenal sama suaminya Kenes?"
Mereka saling melempar pertanyaan yang membuat rasa penasaran semakin bertambah. Namun, sedetik kemudian senyum mereka mengembang begitu saja.
"Aku temannya Danesh. Sempat jatuh hati juga tapi aku nggak senekat kamu. Aku mencoba merelakan pilihannya. Bagiku cinta kadang tak harus memiliki. Melepaskan adalah jalan terbaik yang bisa kulakukan," katanya lagi lalu menatap ke atap warung guna menghentikan air mata yang akan menetes.
Ratan ingin belajar seperti wanita di depannya yang cukup tangguh soal perasaan. Meskipun berat tapi dengan keyakinan mungkin bisa mengumpulkan kembali kepingan hati yang sudah terlanjur berserakan.
"Oh ya, kalau boleh tahu nama kamu siapa?" Ratan memberanikan diri bertanya nama sang wanita.
"Silviana."
"Aku Ratan."
Perkenalan mereka berhenti tepat ketika Yuyun mengantar pesanan seblak mereka. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya pesanan datang. Teh manis hangat juga tidak ketinggalan.
Yuyun meletakkan dua mangkuk seblak ke hadapan masing-masing. Senyum terpaksa merekah untuk tuntutan sopan santun pada pengunjung.
"Selamat menikmati ...." Yuyun berlalu dan kembali ke tempat semula. Tempat di mana Anto sedang duduk santai setelah memasak.
"Ant, sekalian siap-siap buat tutup warung apa? Udah lewat lima belas menit soalnya," katanya dengan suara khas orang lagi sebel.
"Ya udah ayo."
Anto sengaja tidak bertanya lebih dalam kenapa Yuyun bersikap begitu. Meskipun tidak cerita, tetapi ia tahu kalau hatinya dongkol melihat Ratan datang ke warung. Ia pasti mengingat keributan yang pernah terjadi beberapa hari lalu. Memang benar, ingatan buruk bisa selalu memberikan efek tidak baik bagi tubuh.
Mereka berdua menunggu kedua orang itu menghabiskan makanannya sembari mencuci beberapa mangkuk dan merapikan semua barang pada tempatnya.
Ketika sedang fokus mengelap meja dapur, satu suara wanita membuat mereka menoleh. Yuyun meninggalkan Anto yang masih saja membersihkan dan beres-beres.
"Mbak, berapa seblaknya? Sama teh hangat satu," ucapnya.
"Tiga belas ribu, Mbak." Kemudian Yuyun menerima uang lima belas ribu. Tangannya pun sigap mengambil kembalian untuk wanita itu.
Di sebelahnya pria yang pernah membuat keributan di warung juga sedang menunggu untuk membayar. Setelah Silviana mundur, maka Ratan maju selangkah.
"Seblak komplit sama teh manis hangat," ucap Ratan yang langsung memberikan uang lima belas ribu. Kemudian berlalu pergi meninggalkan warung tanpa sepatah kata pun.
Yuyun hanya bisa menatap punggung mereka hingga menghilang dari balik pintu. Lalu menghitung pendapatan hari ini dan menulisnya pada buku yang tersimpan di laci. Setelah itu menguncinya rapat.
Anto langsung membalik kursi ke atas meja. Warung tutup pun harus dalam kondisi rapi. Ketika selesai, mereka berdua memastikan semuanya sudah aman, lalu menutup pintu warung dan menggemboknya.
Yuyun memilih pulang bersama Anto untuk mengamankan dirinya di malam hari. Ia ingin segera sampai di rumah untuk beristirahat. Namun, sebelum mereka berpisah, Yuyun bicara, "Ant, kedatangan Ratan tadi nggak usah diceritain sama Mbak Bos, ya? Takut kepikiran."
"Iya ... aku ngerti. Ya udah sana masuk," titah Anto yang langsung dituruti Yuyun. Setelah memastikan partner kerjanya aman, Anto pun pulang ke rumah sendiri.
Ketika mereka mulai terlelap dalam mimpi, Ratan masih saja bermimpi tentang pertemuan pertamanya dengan Silviana.
Mungkin ucapan Bu Hesti benar. Kalau kehilangan satu cinta, maka akan ada cinta lain yang mengganti.
-----***----
Bersambung