BAB 20 B

1236 Words
SUAMI ONLINE 20 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Kini ia baru bisa memahaminnya. Rasanya nanti malam bisa tidur dengan nyenyak. Hati yang hampir menghitam sekarang mulai memutih perlahan. ~ Matahari pagi telah bersinar dengan warna kekuningan di ufuk timur. Lukisan alam yang selalu saja membuat rindu semua makhluk bumi. Awan-awan seakan berlomba menjadi kecantikan yang luar biasa. Perpaduan alam itu akan selalu memberi memori indah bagi siapa saja yang melihatnya. Seperti kehidupan rumah tangga Kenes yang selalu diselimuti banyak warna, entah biru, putih, dan hitam. Mereka menjalani hari-hari seperti biasa. Selalu berangkat bersama dan saling perhatian. Meskipun kegiatan yang dilakukan selalu sama, tetapi perasaan mereka kian bertambah. Apalagi setalah cincin pernikahannya ketemu dan masalah yang ada sudah selesai. Hidupnya seakan berada dalam satu kata, sempurna. Keadaan warung juga menunjukkan hasil yang selalu memuaskan. Yuyun dan Anto memang layak disebut karyawan teladan. Mereka selalu bisa diandalkan di setiap keadaan. Kejadian Ratan datang ke warung juga sampai detik ini masih menjadi rahasia keduanya. Wanita yang selalu setia bekerja dengannya tidak tega menceritakan kedatangan Ratan beberapa malam yang lalu. Yuyun heran melihat Mbak Bos lumayan ceria akhir-akhir ini. Namun, cukup membuat hatinya lega. Ia ingin bisa melihat Mbak Bosnya selalu tersenyum bahagia tanpa pernah memikirkan masalah yang ada. "Mbak Bos lagi seneng, ya?" tanya Yuyun saat mereka duduk berdua di kursi dekat meja kasir. Namun, matanya melihat jari manis itu sudah dilingkari cincin emas lagi. Mungkinkah karena cincin itu baru? "Em, pantesan cincinnya baru sih ...," imbuhnya lagi. Ia tidak tahan untuk menggoda. Kenes tertawa mendengar ucapan wanita kepercayaannya. Bukan karena cincin ia merasa bahagia, tetapi karena berhasil melewati ujian pernikahan. "Ini bukan cincin baru, Yun. Alhamdulillah ketemu. Entah bagaimana caranya cincin ini ada pada Danesh," cerita Kenes sembari masih memikirkan kemungkinan itu. Ia sendiri sudah mencari ke banyak tempat, tetapi nihil. Yuyun mengusap dadanya. Hatinya lega karena cincin kawin itu akhirnya bisa ketemu. Sedangkan Anto hanya cengengesan tidak jelas mendengar perbincangan kedua wanita itu. Diam-diam hatinya bangga karena sudah membantu menemukan cincin spesial pemberian dari Mas Bos. Ketika sedang asyik berbincang dengan Yuyun, suara ponsel membuat Kenes menghentikan ceritanya. Tangannya juga memberi kode untuk meminta ruang sejenak. Nama 'Ibu' tertera di layar ponselnya. Jemarinya bergegas menyentuh gambar gagang telepon dan menggesernya. "Halo, assalamualaikum, Bu ... ada apa?" "Wa'alaikumsalam, begini ... Ibu sama Bapak lagi siap-siap ke kontrakan kamu. Biar besok bisa nyiapin suguhan buat besan. Masa harus serba mendadak, malu sama orang tua Danesh," jelas sang ibu dari ujung telepon. Kenes melupakan hari esok yang akan mengadakan pertemuan keluarga. Ia bahkan belum sempat membersihkan rumah. Masa ada mertua keadaan rumah kayak kapal pecah. Wajah Kenes berubah pucat. Bibir pun seakan kaku. "I-iya. Ibu hati-hati." "Ya sudah. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Sambungan telepon terputus. Rasa was-was akan kehadiran sang ibu membuatnya gelisah. Jika Ibu sudah turun tangan, maka semua hal yang ada pada dirinya bisa mendapat penilaian. Baik dari keadaan rumah, kebersihan, dan kerapian. Yuyun yang melihat menjadi penasaran. Hal apa yang bisa mengubah keceriaan wanita di depannya menjadi kegelisahan. "Mbak Bos kenapa lagi? Tadi habis senyum-senyum sekarang malah begitu," tanyanya. "I-ini, Yun ... Ibu sama Bapak mau ke rumah," jawabnya dengan bibir bergetar. "Lah, terus kenapa? Bukannya seneng bisa dijenguk orang tua malah gelisah begitu." "Aku, kan, enggak sakit, Yun. Enggak perlu dijenguk. Masalahnya kalau Ibu datang itu ...." Kenes menghentikan ucapannya, lalu mengibaskan tangan dan berkata, "Ah, sudahlah! Aku pulang duluan ya ...." "Eh, tunggu!" Yuyun mencegah langkah Mbak Bos yang hampir menjauh. "Ada apa?" jawab Kenes seolah mengejar waktu. "Emang mau pulang pakai apaan? Kan, kalau berangkat selalu dianterin sama Mas Bos." Kenes menepuk jidatnya sendiri. Ternyata sikap gugup membuatnya bertindak bodoh. Ia tidak mengingat kalau sekarang diantar jemput oleh suami tercinta. "Saya anterin aja gimana?" Yuyun menawari, dan kemungkinan ini menjadi solusi terbaik. "Boleh, deh. Ya udah aku tunggu kamu di luar ya?" Kenes berlalu menunggu Yuyun yang sedang mengambil kunci motor di tasnya. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah dan membelai rambut wanita yang wajahnya begitu gugup. Bahkan sepasang kupu-kupu dengan warna hitam berpadu putih itu terbang ke sana kemari, seolah ingin menghibur. Senyum ia paksakan merekah di sudut bibir melihat hewan bersayap layaknya peri itu terbang tak jauh dari pandangannya. Namun, kehadiran Yuyun membuyarkan segalanya. "Ayo Mbak Bos!" teriaknya sembari melambaikan tangannya. Kenes berlari kecil menghampiri wanita yang sudah siap mengendarai motornya. Kedua kakinya menumpu kuat pada pijakan saat motor melaju keluar dari area warung menuju jalanan yang cukup ramai. Beberapa kendaraan lain menjadi pemandangan tersendiri untuk Kenes. Akalnya melaju membawa banyak hal yang menguap layaknya lamunan. Ia kadang berpikir apakah pernikahannya akan seperti jalan yang dilewati, panjang dan berliku, bahkan berbelok. Tanpa terasa, motor sudah membawa Kenes berada di depan rumahnya. Ia bergegas turun dan berdiri sejenak sebelum Yuyun pergi. "Makasih, Yun. Hati-hati!" teriak Kenes karena helm menghiasi kepalanya. "Iya, sama-sama Mbak Bos. Saya langsung ke warung lagi, kasian Anto," jawabnya lalu melajukan motornya kembali menuju tempat kerjanya, warung seblak. Setelah memastikan punggung kecil Yuyun tidak terlihat lagi, Kenes segera masuk dan berganti pakaian santai yang leluasa untuk bergerak. Ia berdiri sejenak di ujung pintu menatap sekeliling rumah. Bola matanya yang bergerak memutar seakan mencari hal apa yang harus ia mulai pertama kali. Namun, sebelum melakukan itu Kenes memilih mengirim pesan terlebih dulu pada Danesh. Ia takut kalau datang menjemput, tetapi yang dijemput malah sudah berada di rumah. Kenes [Mas, aku sudah pulang. Nanti langsung ke rumah aja, enggak usah ke warung.] Pesan terkirim. Kemudian tangannya meletakkan ponsel di meja, lalu mengambil sapu. Ia akan memulai menyapu lantai dan mengepel. Karena memang rumahnya tidak terlalu besar, jadi kemungkinan tidak begitu lelah saat membersihkan. Kenes menyapu lantai dengan teliti. Ia tidak mau dikatai punya suami bewokan karena masih banyak kotoran yang berserakan. Agar rasa lelah tidak terlalu terasa, Kenes menyetel radio yang terletak di dekat lemari hias. Setelah beberapa menit mencari gelombang frekuensi yang pas, akhirnya menemukan salah satu station radio yang sedang memutar lagu kesayangan. Volume radio tidak lupa ditambah supaya semangat lebih membara saat membersihkan rumah. Gerak kaki dan tangan yang kadang mengikuti irama membuat Kenes juga ikut bernyanyi. Sedangkan tangannya sibuk menyapu dan sesekali mengelap debu yang menempel pada meja. "Baru segini udah keringetan," keluhnya. Kenes sadar usianya sekarang mulai menua, apalagi kesadaran berolah raga kini berkurang drastis. Meski peluh keringat membasahi dahi, ia tetap melanjutkan dengan mengepel. Biar lantainya terlihat mengkilap seperti cintanya yang mulai kinclong. Ia tidak mau suara ibunya terngiang di telinga sampai tiga hari tiga malam. Aroma wangi lavender menguar ketika Kenes menuangkan pembersih lantai pada ember berisikan air. Kemudian tangannya gesit mengepel mulai dari kamar sampai ke ruang tamu. Hampir lima belas menit Kenes mendorong maju mundur alat pelnya. Kenes duduk bersandar pada dinding teras depan sembari mengambil napas sejenak. Setelah merasa cukup, ia melanjutkan kembali dengan mengelap kaca terlebih dulu, baru dilanjutkan dengan menyapu dan mengepel. Harusnya ia mengepel setiap hari bukan hanya karena akan ada tamu saja. Ini yang ia sesalkan. Kenes menatap rumah kontraknya sendiri dari halaman rumah. "Udah kinclong," lirihnya. Kemudian duduk sejenak di bawah pohon mangga yang daunnya lumayan menutupi dari terik matahari. Semilir angin yang berhembus memberikan rasa sejuk setelah badan terasa gerah dan panas. Entah kenapa angannya menerawang jauh membayangkan ke titik awal pernikahannya dengan Danesh. Senyumnya merekah begitu saja karena sekarang hatinya bertolak belakang. Dulu, hatinya enggan menerima tapi sekarang tidak mau kehilangan. -----***------ Bersambung Jangan lupa kasih jejak love buat Danesh dan Kenes. Juga buat Lian dan Mayasha dalam Wanita Panggilan. Tambah Nesha dan Arfan di Mertua Super Duper. ????
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD