SUAMI ONLINE 11 A
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Raga bisa melemah ketika salah satu anggota tubuh mengenali sesuatu yang sudah berlalu kembali hadir dalam hidup. Bahkan rasa terkejut akan menguasai akal membayangkan semua perlakuan yang pernah dilakukan karena ketidaktahuan.
Kenes masih hafal suara yang sedang membuat keributan di warungnya. Ia adalah pria yang dulu pernah memintanya menjadi kekasih, Ratan Kaivan. Karena alasan sesuatu hal dan kesibukan, Kenes memilih berteman dengan Ratan. Ia tidak menyangka kalau sekarang datang kembali membawa luka.
Danesh yang sadar akan perubahan Kenes menjadi khawatir. Ia takut sesuatu telah terjadi.
"Telepon dari siapa, Sayang ...." Danesh mencoba mencari tahu. Namun, tidak terdengar karena Kenes melamun terlalu tinggi.
Tangan kanan seketika terulur mengusap lengan sang wanita. Kenes menatap panik ke arah Danesh, suaminya. Ia mendadak bingung harus menceritakan atau tidak tentang keadaan warungnya.
"Telepon dari siapa?" tanya Danesh lagi.
Ia setia menunggu Kenes menceritakan satu pokok masalah yang membuat wajahnya menjadi tidak karuan.
"Dari Yuyun, orang warung. Aku disuruh ke sana sekarang. Ada keributan kecil yang butuh kehadiranku," jawabnya lembut agar kegugupan tidak melanda.
Aslinya hati sudah tidak karuan. Jika boleh memilih, ia ingin meminta tidak dipertemukan dengan Ratan. Namun, Kenes menyadari kalau setiap pertemuan pasti akan mempunyai arti tersendiri dalam kehidupan.
"Ya, udah. Aku anterin. Kamu siap-siap aja, biar aku ngeluarin motor," ucapnya lalu berdiri menuju garasi. Danesh tidak lupa mengambil kunci motor yang menggantung di paku dinding dekat kalender.
Sedangkan Kenes bergegas menuju kamar dan mengganti kaos yang lebih sopan. Namun, itu membutuhkan waktu lebih lama. Ia takut keributan di warung semakin menjadi. Jadi, ia memutuskan mengambil jaket jeans yang tergantung di belakang pintu.
Kenes memastikan rumah sudah dalam keadaan terkunci lebih dulu. Setelah itu, ia menyusul Danesh yang sudah bersiap di luar. Garasi juga tidak lupa dikunci.
Danesh menunggu dengan sabar sampai Kenes duduk di boncengan dengan aman. Ia tidak mau melupakan keselamatan diri sendiri karena kepanikan.
"Udah belum?" tanya Danesh memastikan sang istri sudah aman.
"Udah. Buruan!" jawabnya seolah rasa panik itu telah menguasai pikirannya.
Danesh melajukan motor dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Kenes semakin mengeratkan pegangan tangannya yang melingkar di perut sang suami. Ia sudah tidak secanggung saat pertama. Kali ini dengan kesadaran dan juga untuk keamanan dirinya.
Memang benar, saling berpegangan pada orang terdekat akan selalu memberikan rasa aman dan nyaman.
Keduanya tidak banyak bicara selama perjalanan. Mereka seakan mengkhawatirkan dua masalah yang berbeda tapi sumbernya sama.
Sepuluh menit berlalu, akhirnya mereka sampai di warung. Kenes langsung turun dan berjalan memasuki warung. Sedangkan Danesh menatap keadaan sekeliling. Beberapa motor terparkir rapi di depan warung. Lampu warna-warni terlihat seperti sedang berpesta cahaya menyambut malam.
"Lumayan juga warungnya Kenes. Pantas aja selalu sibuk," lirihnya. Ada rasa bangga bercampur sedih memiliki wanita tangguh sepertinya. Danesh mulai memahami kalau Kenes pasti waktunya banyak terkuras di warung. Makanya ia tidak memikirkan soal pendamping hidup.
Saat hampir sampai di pintu masuk, Kenes berbalik dan melihat Danesh masih berdiri di parkiran. Wajahnya yang tersenyum menatap cahaya lampu-lampu, membuat Kenes mulai mengagumi ketampanan seorang Danesh Emran.
Kenes melambaikan tangannya saat kedua mata bertemu. Namun, Danesh memberi isyarat masih ingin menikmati suasana malam yang indah.
Ketika akan melangkah masuk, suara Yuyun—karyawan kepercayaan Kenes terdengar memanggil namanya.
"Mbak Bos! Lewat sini!" Yuyun memberi kode agar Kenes mengikuti langkahnya.
Setelah sampai di tempat yang sedikit sepi, Yuyun menceritakan apa yang terjadi. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri, takut ada yang menguping pembicaraan mereka.
"Ada apa sih, Yun? Kok, ngomongnya pakai di tempat seperti ini? Ratan bikin keributan apa?" cecar Kenes dengan banyak pertanyaan. Ia merasa tidak sabar mendengar penjelasan dari Yuyun.
"Kayaknya si Ratan punya dendam sama Mbak Bos. Dia tadi marah-marah enggak jelas cuma karena salah pesen level. Padahal dari warung sudah mau ganti sesuai pesanannya. Eh, malah, suruh Mbak Bos yang buat sendiri, dan dia akan berhenti membuat keributan." Yuyun menceritakan dengan teliti dengan suara menggebu.
Kenes sadar kalau Ratan sengaja melakukan itu untuk bertemu dengannya.
"Sekarang Ratan di mana?"
"Masih di dalam, lah! Lagian, Mbak Bos ngapain pakai cuti segala sih? Kan, jadi ribet kalau ada urusan begini," keluh Yuyun.
"Ya, maaf ... kemarin ada urusan mendadak. Ya udah, sekarang kita masuk bareng nemuin Ratan," ajak Kenes sembari menarik lengan Yuyun.
Sebagai karyawan yang baik, Yuyun jarang kepo sama urusan pribadi Mbak Bos-nya. Namun, kebiasaan yang selalu membuatnya gigih tanpa lelah untuk bertahan ikut dengannya adalah rasa percaya. Mbak Bos selalu percaya sama karyawannya jika warung ditinggal mendadak seperti kemarin.
Kedua wanita beda pangkat itu mengintip dari balik pintu dapur. Ratan terlihat menekuk kedua tangannya di pinggang. Wajahnya yang lumayan tampan menjadi merah seperti setan. Bahkan suaranya terdengar jelas saat memarahi Anto, karyawan pria yang menemani Yuyun.
"Cepet, panggil juraganmu, sana! Bilang kalau aku–Ratan, ingin bertemu dengannya." Suara Ratan mengundang perhatian pengunjung lain.
Ada yang cuek, ada yang takut, ada yang kepo, ada yang tertawa, ada juga yang kasian padanya.
Anto terdiam mendengar semua keluhan dari pria yang pernah menjadi pelanggan tetap warung seblak ini. Ia menunggu dengan sabar sampai pria itu lelah mengeluarkan amarah. Ketika tiba waktunya, Anto sudah siap menjawab semua pertanyaan pria yang sifatnya masih labil.
"Sudah selesai marahnya, Mas? Kalau sudah giliran saya." Anto bertanya dengan setenang mungkin.
"Giliran? Saya ini sedang meminta untuk memanggil juraganmu. Cepetan!" suruhnya lagi.
Anto menghela napas sejenak. Ia tidak tahu lagi harus berapa kali menjelaskan kalau Mbak Bosnya sedang cuti dua hari.
"Mbak Bos sedang cuti. Kalau mau ketemu paling besok, Mas. Sudah lah, jangan mancing ketidaknyamanan pengunjung lain. Seblaknya, akan saya ganti yang baru sesuai pesenan levelnya," jawab Anto mencari pembenaran sebisa mungkin.
Kenes dan Yuyun geregatan sendiri mendengar obrolan dua pria itu. Ia merasa kasian sama Anton yang jadi sasaran karena sikapnya.
"Yun, aku mau nemui Ratan dulu. Kalau aku kenapa-kenapa, kamu panggil pria yang sedang memuja langit di luar," titah Kenes sembari menunjuk ke arah Danesh.
"Asyiap, Mbak Bos! Eh, dia siapa emangnya? Mbak Bos, kan, sering jaga jarak sama pria," tanyanya heran karena sang juragan punya teman pria yang mau mengantar ke warung. Malam-malam pula!
Kenes mendelik, sebagai bentuk protesnya akan ucapan Yuyun. Enak saja disamakan sama tanda segi tiga yang sering tertempel di belakang truk.
"Itu enggak penting sekarang. Kapan-kapan aku cerita. Aku mau ke depan dulu, kasian Anto."
Kenes meninggalkan Yuyun dengan banyak tanda tanya. Biarkan saja dia berpikir sesuka hatinya sendiri untuk saat ini.
"Ratan!"
Kenes memanggil dengan suara lantang. Orang yang memiliki nama menoleh. Ada satu binar bahagia di matanya karena bisa saling menyapa dan bersua. Akan tetapi, beda dengan Kenes. Ia merasa sedikit terganggu dengan keributan yang Ratan buat.
"Akhirnya wanita pujaan datang juga," ucap Ratan dengan senyum yang terkesan tidak ramah.
"Kamu kenapa enggak berubah, Tan? Kamu selalu saja melakukan tindakan yang membuatku tidak respek padamu," tegas Kenes.
Ratan melangkah mendekat ke arah Kenes. Ada satu di mana emosinya naik karena ucapan dari sang wanita. Ia tidak dapat mengendalikan diri sendiri.
"Maksud kamu apa? Sikapmu lah yang membuatku begini, Nes! Selama ini, aku sudah berusaha menjadi lebih baik, tetapi nyatanya kamu menolakku dengan pria yang kemarin bermain air denganmu. Bukankah itu tidak adil?" tanyanya lagi sembari memegang kuat lengan sang wanita.
Kenes mulai merasa kesakitan. Sementara Anto memilih pergi mendekati Yuyun. Pengunjung juga memilih segera membayar pesanannya dan bergegas pergi.
Yuyun dan Anto menjadi gelisah melihat Mbak Bos mendapat perlakuan kasar dari Ratan–pria yang mengejar Kenes tanpa lelah dengan berbagai cara. Mereka berdua adalah saksi mata bagaimana Mbak Bos menolak Ratan tepat di depan warung. Meskipun saat itu Ratan menerima, tetapi nyatanya sekarang ....
"Eh, Ant ... kamu buruan keluar. Cari temannya Mbak Bos di luar. Katanya tadi sedang menikmati alam malam hari. Buruan, sana!" titah Yuyun yang tidak tega melihat Mbak Bos semakin tersudut oleh sikap Ratan.
"Ya, elah, Yun. Di luar banyak pria. Aku, kan, enggak tahu yang mana," jawab Anto.
Yuyun menarik napas, lalu mengembuskannya perlahan. Ia kemudian menarik baju Anto agar lebih mendekat ke arahnya.
"Eh ... mau ngapain, Yun, narik-narik bajuku! Nanti sobek!" protes Anto dengan ulah Yuyun yang main menarik bajunya.
"Udah, diem! Kamu liat pria yang lagi duduk di motornya Mbak Bos?" Yuyun menunjuk pria yang dimaksud Mbak Bos pada Anto. "Udah liat, kan? Buruan suruh ke sini!"
Anto mengangguk mengerti, lalu segera berlari ke luar. Sementara Yuyun masih memperhatikan Mbak Bos untuk berjaga-jaga.
----***----
Bersambung