SUAMI ONLINE 9
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Hubungan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan bisa menyisakan rasa sakit. Sakit yang mampu mengubah manusia menjadi pendendam. Padahal, dirinya hanya memerlukan kebesaran hati untuk menerima kenyataan.
Pria itu masih saja menatap kemesraan wanita yang selalu menjadi incaran hidupnya. Ada rasa tidak rela kalau Kenes bisa bahagia, sedangkan dirinya masih saja meratapi lukanya. Di bawah pohon mangga, ia menyaksikan adegan yang membuat hatinya semakin lara.
Kenes tidak pernah menyadari bahwa keinginannya untuk sendiri akan menyakit hati orang lain. Akan tetapi, bukan salahnya juga jika tidak bisa menerima mereka. Masalahnya adalah tentang hati. Hati akan memilih sendiri siapa yang membuatnya berada dalam kenyamanan.
Begitu juga apa yang tengah ia rasakan. Meski awalnya tidak menerima akan pernikahannya, tetapi waktu bisa mendatangkan debar dalam d**a sesuai porsinya.
Kenes merasa porsinya semakin bertambah karena selalu berinteraksi dengan Danesh. Apalagi saat ini ... saat keisengan Danesh menghasilkan debaran yang tidak berujung.
Ia menyadari kalau Danesh memiliki pesona seperti sihir. Kenes menjauh dan melepaskan tangannya yang masih meraih slang air dari tangan sang pria. Rasa canggung pun terasa begitu nyata.
"Ma-maf. Aku enggak bermaksud ... niatnya tadi ngajak main," ucap Danesh yang menyadari perubahan sang wanita.
"Lain kali kalau mau main jangan mainan air. Kan, sayang," jawab Kenes lalu pergi mematikan tombol kran dan masuk rumah.
Danesh merasa bersalah karena bercandanya sudah kelewatan. Ketika tubuhnya berbalik, ia melihat seorang pria yang berdiri di bawah pohon mangga dekat gerbang rumah. Matanya seperti sedang memperhatikan rumah ini. Namun, ia tidak ingin berburuk sangka. Orang itu mungkin sedang berteduh.
"Lebih baik aku segera mandi air hangat, biar tidak kena pilek," gumamnya dalam hati.
Danesh mengembalikan slang ke tempat semula. Kemudian bergegas masuk ke rumah untuk membersihkan diri. Saat sampai di dapur, Danesh melihat air dalam panci sudah mengeluarkan uap. Sedangkan dari arah kamar mandi, Kenes keluar dengan menggunakan kaos dan celana pendek sepaha. Ia menutup rambutnya yang basah dengan handuk.
Penampilan Kenes membuat pria yang tengah kedinginan menjadi panas karena adanya debaran yang siap meledak. Namun, akalnya ingin menahan semua rasa. Danesh memilih berpura-pura memandangi panci di atas kompor.
Tidak mengapa d**a memanas menahan gejolak, asal jangan memanas karena cinta tak berbalas.
Hiaaa ....
"Air itu buat kamu mandi. Biar enggak masuk angin," ucap Kenes menghentikan langkahnya saat melihat keberadaan Danesh.
"I-iya. Makasih," jawab Danesh gugup.
Danesh segera berjalan menuju kamar mandi membawa ember berisikan air panas. Sementara Kenes menjemur handuk lalu ke kamar untuk mengeringkan rambut.
Duduk bersila di depan kipas angin adalah cara sederhana Kenes untuk mengeringkan rambutnya. Ia menunggu sambil berselancar ria di media sosial. Mulai dari membuka f*******:, dan beberapa aplikasi lain.
Senyumnya kadang merekah membaca status di beranda. Banyak unggahan status lucu yang mengundang tawa. Ketegangan berkurang karena mendapat sedikit hiburan receh untuk mengisi masa libur yang sebentar lagi usai.
Kenes yang terlalu fokus pada ponselnya tidak menyadari kehadiran Danesh di belakang. Suara lirih tawanya membuat Danesh penasaran. Perlahan, Danesh mengintip dari balik punggung.
"Lagi baca apa, Sayang?" tanya Danesh tiba-tiba yang bersandar di pundak Kenes.
Seketika jantung Kenes berpindah tempat mendapati Danesh yang berada di belakangnya. Apalagi posisinya yang begitu dekat. Aroma sabun dengan wangi bunga mawar tercium jelas di hidungnya.
"Kamu bikin kaget tau!" protes Kenes. Ia menaruh ponselnya di lantai.
"Jangan nyenderin dagu. Berat!" pinta Kenes sambil menggerakkan pundak agar Danesh mau menyingkir.
Danesh terkekeh mendengar keluhan sang wanita. Kemudian ikut duduk di sebelah sambil mengeringkan rambutnya.
Kenes melirik, menatap tangan yang pernah menyentuh pipinya sedang menyisir rambut pendeknya.
"Kan, aku udah bilang, kalau aku ini memang tampan. Kamu enggak perlu melihatku seperti itu," ucap Danesh yang tahu sedang diperhatikan.
Kenes seketika menatap kipas angin yang tak pernah lelah berputar memberi kesejukan. Tidak seperti dirinya yang gampang lelah karena ulah pria di sebelahnya.
"Ada rencana lain hari ini? Kan, besok kamu fokus ke warung lagi." Danesh bertanya untuk mencairkan suasana.
"Pengen di rumah. Malas-malasan. Kenapa?"
"Enggak apa-apa. Nanya aja."
Lagi, kecanggungan terasa begitu nyata. Hanya suara kipas angin yang terdengar. Rambut Kenes juga sudah setengah kering. Ia ingin berdiri untuk ke kamar, tetapi tangannya seperti ada yang menahan.
"Mau ke mana?" tanya Danesh sambil memegang lengan Kenes.
Kenes menoleh. Ada rasa sedikit terganggu dengan sikap Danesh yang mulai cerewet.
"Ke kamar. Kenapa? Mau ikut?" jawabnya seakan menebak apa yang ada di pikiran sang pria.
Danesh bergegas berdiri sebagai tanda mengiakan. "Aku juga mau ke kamar. Bareng, yuk?"
Tanpa persetujuan, Danesh menggandeng tangan sang istri lalu menariknya menuju kamar. Kenes menurut saja saat sang pria membuka pintu kamar.
"Ish! Jangan tarik-tarik. Sakit!" tegur Kenes saat Danesh akan membuka pintu.
Danesh seketika melepaskan tangannya. Namun, tidak pada perasaannya. Itu akan selalu tersimpan di hati.
"Wanita masuk dulu," ucap Dnaesh dengan gaya tangan mempersilakan masuk.
Kenes melirik, lalu masuk begitu saja. Senyumnya tanpa sadar tercetak di bibirnya. Derap langkah kaki sang pria terdengar seakan mengikuti dari belakang.
Tidur siang adalah hal yang sangat diinginkan Kenes saat ini. Sudah beberapa bulan yang lalu kesibukan di warung membuatnya kewalahan. Jadi sekarang ingin memanfaatkan waktu sebaik mungkin.
Kenes merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Danesh pun mengikuti. Ia juga merasa masih sedikit lelah setelah acara Jumat kemarin. Namun, sialnya berdekatan dengan Kenes justru tidak bisa membuatnya memejamkan mata. Begitu juga Kenes, ia merasa aneh tidur siang bersama seorang lelaki.
Keduanya saling berpura-pura tidur. Akan tetapi, debar hati tidak mampu menahan. Danesh berbalik menatap Kenes yang juga sedang menatapnya.
Ah, kan, jadi mikir yang iya-iya.
"Aku enggak ngantuk. Kamu?" tanya Danesh sambil menumpu kepala dengan satu tangan.
"Sama."
"Oh, ya ... tadi pas kita mainan air, ada pria berdiri di bawah pohon mangga. Pandangannya melihat kita." Danesh menceritakan apa yang dilihat. Ia penasaran, takut kalau menjadi sasaran orang tidak baik.
"Oh, ya? Kok, aku enggak lihat ya?" Kenes merasa tidak melihat siapa pun di tempat yang diceritakan Danesh.
"Gimana mau lihat, kamu aja fokusnya sama aku," jawab Danesh menggoda.
Kenes mencubit perut sang pria mendengar godaan receh. Bisa-bisanya ia tidak lelah berjualan rayuan. Seketika kepala Kenes ingin tahu bagaimana ciri-ciri orang yang mengawasinya.
"Orangnya kayak apa?" tanya Kenes sembari menatap sang pria dengan rasa ingin tahu.
"Em ... orangnya lumayan mirip aku sih. Cuma kulitnya sawo matang," jawabnya setelah beberapa detik mengingat wajah orang itu dari kejauhan.
Tubuh Kenes menegang mendengar ciri-ciri orang yang disebutkan Danesh. Kepalanya langsung teringat akan seseorang yang pernah ia tolak. Namun, akalnya masih berusaha tidak curiga. Ia merasa sudah memberikan pengertian yang menurutnya bisa diterima.
"Mungkinkah dia sakit hati?"
------***-----
Bersambung
Jangan lupa tinggalkan jejak love untuk Kenes dan Danesh ....
???