SUAMI ONLINE 23 A
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Keadaan yang tidak seperti biasa membuat kepala tiba-tiba pusing, tenaga juga serasa melemah. Apalagi kalau harus menghubungkan sesuatu hal yang tidak ia ketahui. Kepalanya masih mencoba merajut hubungan antara toge dan cucu. Entah kenapa hatinya menciut mendengar penuturan mama mertua. Pasti ia menaruh harapan besar pada dirinya. Akan tetapi, belum bisa diwujudkan dalam waktu dekat.
Andai cucu bisa dipesan ....
Rasa bersalah seakan menggulung dan menyapu bersih isi hatinya. Matanya bergantian menatap sayur toge dan pria yang kini tengah diliputi perasaan tidak enak. Wajah prianya seakan ingin meminta maaf atas perilaku mamanya. Namun, bibirnya seakan terkunci.
"Makan yang banyak, ya, Sayang ...." Suara mama mertua kembali terdengar di telinganya.
Kenes mencoba menahan semua keingintahuannya dalam d**a. Biarlah nanti dibahas secara pribadi setelah mertuanya kembali ke rumah.
"Mama juga makan dong ...," jawab Kenes setenang mungkin. Ia tidak ingin mertuanya tersinggung jika harus menolak sayur toge.
Semua orang makan dalam keadaan tenang, tanpa banyak bicara. Baru setelah selesai, Danesh menawarkan minum obat dan istirahat di kamar. Sedangkan mertuanya membereskan piring kotor di meja makan.
"Maaf, Ma ... enggak bisa bantu. Lain kali pasti aku yang akan cuci piringnya," sesal Kenes sebelum meninggalkan ruang makan.
"Sudah ... enggak usah mikirin soal kebersihan rumah. Ini jadi urusan Mama. Lagian kalau Mama harus duduk diam rasanya malah tidak enak. Jadi, lebih baik kalau banyak gerak," jawabnya sembari sibuk menumpuk piring kotor.
"Jangan lupa minum obatnya, ya ...?" pesannya lagi.
Kenes mengangguk dan kembali masuk ke kamarnya. Sang pria membantu dengan sabar sampai benar-benar mendapatkan tempat ternyaman.
"Minum obat dulu ya?" tawar Danesh. Tangannya sibuk menata beberapa obat yang akan diminum oleh Kenes.
Kenes menelan ludahnya melihat tablet berukuran besar sedang dibuka satu per satu oleh suaminya. Ia belum menceritakan kalau dirinya tidak bisa meminum obat dalam bentuk tablet.
Danesh menyodorkan tiga tablet di telapak tangannya. Matanya menatap secara bergantian. Obat, Danesh ... obat lagi, Danesh lagi. Rasa takut bahkan menyerang tanpa permisi.
Sementara Danesh merasa bingung kenapa obatnya hanya jadi obyek wisata. Bahkan raut wajah sang istri terlihat bingung.
"Ayo diminum obatnya ... malah diliatin aja ...." Sang pria berinisiatif mengambil segelas air putih yang sudah terletak di meja kecil dekat tempat tidur.
Kenes berusaha menahan lengan suami sebelum beranjak pergi. Wajahnya menyiratkan ingin mengatakan sesuatu.
"Ada apa, Sayang ...."
Wanitanya masih diam.
"Kok, diam? Ayo diminum obatnya ... udah aku bukain semua," ujarnya dengan membawa segelas air putih.
Kenes bingung harus menjawab apa dan bagaimana. Malu rasanya kalau harus mengakui tidak bisa minum obat dengan cara seperti itu.
"Em ... Mas, a-aku ...," jawabnya terbata.
Pria di depannya merasa bingung melihat sikap absurd istrinya. Tidak biasanya wajahnya begitu gugup. Selama tinggal dengannya, Danesh memang tidak pernah melihatnya minum obat atau apa pun itu yang berbentuk tablet. Apa mungkin ...?
"Aku kenapa? Udah ini diminum," ucapnya sembari memindakhan tiga tablet obat ke telapak tangannya.
Kenes menunduk menatap tiga tablet di tangannya. Kemudian menatap pria yang setia menunggu di depannya.
"Aku tidak bisa minum obat kalau tidak dihancurin dulu sampai lembut. Minumnya pun dicampur dengan sesendok air." Kenes membuang pandang setelah menceritakannya.
Pria yang mulai mengerti bergegas mengambil sendok di dapur dan langsung kembali ke kamar. Ia juga mulai menghancurkan obat itu dengan sendok yang lain. Setelah selesai, Danesh sekalian menyuapi obat itu ke mulut sang istri.
Kan, romantis ....
"Aaaa ...." Danesh menyuruh istrinya membuka mulutnya. Biar obat cepat diminum dan kembali sehat.
Anehnya, Kenes mengikuti membuka mulutnya dan meminum obat itu. Rasanya ... pahit! Kenes hampir minum setengah gelas untuk menyamarkan rasa pahitnya.
"Ya sudah. Aku keluar. Kamu tiduran aja ya ...," pamit sang pria sembari membawa gelas kotor ke dapur.
Setelah memastikan suami menghilang di balik pintu, Kenes kembali memejamkan kedua matanya. Ia ingin tidur sebentar lagi agar tubuh merasa segar seperti biasa. Meskipun perasaan tidak enak karena mertua yang mengambil alih tugasnya. Namun, biarlah untuk kali ini saja ia menjadi putri sehari.
~~
Ketika yang punya kuasa tengah istirahat, maka Danesh menggantikan tugasnya sebagai ibu negara. Suami idaman itu mengambil pakaian yang sudah kering lalu melipatnya rapi. Menyetrika bisa jadi urusan Kenes saat tubuh kembali sehat.
Sang mama juga ikut membantu membersihkan rumah. Mencuci pakaian mungkin akan menjadi tugas Danesh lagi. Lagian tidak memakan tenaga banyak karena menggunakan mesin cuci.
Tanaman di teras depan juga tidak lupa mendapat perhatian. Sang mertua menyiram dengan penuh cinta dan nyanyian. Rasanya seperti sedang berada di rumah sendiri. Meskipun tanamannya tidak terlalu banyak. Namun, cukup membuat keadaan rumah menjadi lebih sejuk dan sedap dipandang mata.
"Ma, besok aku antar pulang ya? Aku sanggup kalau harus mengurus semuanya sendiri," ujar Danesh yang tiba-tiba berada di sampingnya.
Mendengar ucapan anak lelakinya membuat hatinya merasa senang. Ia bahagia bisa melihat sikap Danesh lebih bertanggung jawab. Namun, ia masih belum tega melihat menantunya sendirian di rumah.
"Sehari lagi aja ya? Kasian mantu ...," jawabnya sembari menyiram tanaman.
Danesh menghela napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Menuruti keinginan Mama mungkin jalan satu-satunya. Pantang sebagai lelaki menyakiti wanita yang telah melahirkannya.
"Habis Zuhur deh ... kasian Ayah nanti ditinggal kelamaan," ucapnya lagi memberi penawaran.
Sang mama terkekeh. Mendengar alasan menyuruh pulang dari anaknya. Senyumnya tidak lagi tertahan membayangkan suaminya sibuk mengurus rumah. Sebenarnya ayahnya Danesh tipe suami idaman juga, hanya kadang manja ingin ditemani setiap hari. Ia mengalah pasti karena tidak tega melihat Kenes sakit.
"Iya, besok Mama pulang. Tapi inget ... kamu harus banyak makan sayur sehat terutama toge. Apalagi Kenes. Dia harus bisa menyayangi tubuhnya, jangan kelelahan." Pesan yang sama kembali terdengar di rungunya. Hidup sehat memang bagus, tetapi kalau harus makan menu yang sama setiap hari ... rasanya pasti bosan.
"Iya, Ma ... aku usahain hidup lebih sehat sama Kenes. Ya udah sekarang masuk, udah mau petang," ajak Danesh yang menggandeng lengan wanita terbaik nomor satu dalam hidupnya. Meskipun sekarang posisi itu menjadi terbagi sejak kehadiran Kenes, istrinya.
-----***------l
Bersambung
sendirian di rumah.