SUAMI ONLINE 23 B
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Mereka kembali masuk ke rumah dengan hati yang lebih nyaman tanpa ganjalan. Bisa mendapatkan keputusan tanpa harus ada perdebatan.
Sang mama menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara Danesh menyiapkan air panas untuk istrinya. Beberapa menit menunggu akhirnya semuanya siap. Pria yang sedang berganti peran itu bergegas ke kamar untuk membangunkan wanita tercinta.
Baru saja ingin mengusap lembut tangannya, Kenes sudah bangun lebih dulu. Wajahnya juga tidak sepucat sebelumnya. Mungkin istirahat kali ini lumayan berhasil menukar rasa lelah dengan kebugaran.
"Aku baru mau bangunin ... mandi dulu ya? Air hangatnya udah siap," kata Danesh memerintah.
Kenes berusaha bangkit dan duduk di tepian tempat tidur. Kepala juga sudah membaik. Begitu juga suhu tubuhnya tidak sepanas sebelumnya.
"Bisa ke kamar mandi, kan? Apa mau aku temenin?" tawarnya dengan senyum genit.
Wanita di sampingnya hanya mengulum senyum. Malu.
"Enggak usah lebay deh, Mas! Aku bisa sendiri," tolaknya. Kenes berdiri perlahan dan mulai berjalan ke kamar mandi. Sang pria mengikuti dari belakang membawakan ember berisi air panas.
"Handuknya belum ... bentar aku ambilkan."
Danesh berlari ke teras depan mengambil handuk di jemuran. Kemudian secepat kilat membawa ke hadapan Kenes yang masih setia menunggu. Kebetulan mertua juga sudah selesai mandi.
"Kamu mau mandi? Sudah enakan?" tanya mamanya Danesh saat melihat mantunya berdiri di dekat kamar mandi.
"Iya, Ma. Biar enggak risih."
"Jangan mandi dulu, kan, baru baikan. Cuci muka saja sama bilas bagian penting," titahnya lagi.
Kenes berpikir itu lebih baik. Karena memang tubuhnya belum benar-benar stabil. Ia tidak ingin merepotkan suami dan mertuanya lebih lama.
"Iya, Ma ... makasih."
"Tidak usah berterima kasih. Sesama keluarga sudah keharusan saling perhatian. Apalagi kamu, kan, anak Mama juga." Ucapan mama mertua yang diselipi senyum membuat Kenes merasa bersyukur bisa memiliki mertua seperti beliau.
Danesh yang sejak tadi melihat obrolan mereka menjadi terharu. Hatinya bahagia bisa menyaksikan kedekatan yang sedang ditatapnya. Kalau dipikir, Kenes memang sebenarnya wanita baik. Hanya juteknya itu kadang membuat ingin menyerah. Namun, bukan cinta jika belum maju sudah memutuskan mundur.
Setelah waktunya tepat, Danesh muncul dengan handuk berwarna putih bergambar Hello Kitty. Sang mama yang melihat langsung berinisiatif berpamitan ke kamar sebelah.
"Ini handuknya. Kamu hati-hati mandinya. Nanti aku siapin bajunya," ucap pria yang ternyata memiliki perhatian luar biasa.
Pria seperti Danesh pasti akan menjadi banyak incaran wanita di luar sana. Karena sekarang pria setia dan perhatian juga kaya tapi sederhana sedang trend di kalangan wanita. Buat apa pria kaya tapi tidak setia? Itu hanya akan memberikan sakit hati. Namun, semua itu kembali lagi pada wanita dalam menentukan kriteria pasangan hidupnya.
Sementara Kenes membersihkan diri, Danesh sedang memilih baju di lemari. Matanya melihat isi lemari yang masih sama seperti dulu. Baju Kenes masih tetap mendominasi lemari. Namun, dari sekian baju yang ada, kebanyakan baju kemeja dan kaos lengan panjang untuk bekerja ke warung. Selebihnya baju santai di rumah seperti yang biasa.
Danesh memilih baju tidur berwarna biru muda dan meletakkan di atas tempat tidur. Lalu duduk menunggu sang istri selesai. Karena hanya membasuh wajah dan bagian penting lainnya, Kenes sudah selesai dan ingin mengganti bajunya. Akan tetapi, ia masih malu jika harus berganti pakaian di depan suami.
"Kamu keluar dulu, Mas ... aku mau ganti baju," pintanya dengan tangan memegangi handuk.
"Ganti baju, ya, tinggal ganti ... itu udah aku siapin," jawab Danesh sambil menunjuk baju yang sudah ia siapkan.
Kenes memajukan bibirnya beberapa senti. Masa iya harus ganti baju di depan pria? Malu lah!
"Buruan ganti baju ... entar sakit lagi. Baru juga sembuh." Danesh menyuruh kedua kali. Namun, Kenes masih belum mau melepaskan handuknya. Daripada tidak ganti baju, Danesh memilih pura-pura berbaring di tempat tidur.
"Ya udah. Aku enggak lihat. Aku mau tiduran dan pakai selimut," ucapnya lagi yang langsung menenggelamkan kepalanya ke dalam selimut.
Matanya melirik ke arah sang pria sembari memakai pakaian yang sudah disiapkan. Sebelumnya Kenes mengambil penutup d**a dan yang lainnya. Tepat, saat Kenes mengancingkan bajunya, Danesh membuka selimutnya.
"Udah boleh lihat, kan?" tanyanya dengan senyum yang entah apa artinya.
"Udah. Lain kali jangan begini ... aku malu," jawab Kenes. Ia masih belum terbiasa berganti pakaian di depan suami. Karena biasanya ia sudah membawa pakaian ke kamar mandi.
"Kamu enggak mandi, Mas?" Wanitanya balik bertanya.
"Ini mau mandi ... tadi pengen mastiin kamu udah wangi," jawabnya sembari mencolek hidung setengah pesek setengah mancung. Kemudian bergegas menuju kamar mandi.
Setelah punggung pria yang dicintainya menghilang, Kenes juga menyiapkan pakaian untuk prianya. Lagi dan lagi hanya ada kaos warna putih dan hitam. Tangan mungilnya memilih warna putih dan celana jeans pendek lalu meletakkan di tempat tidur.
Matanya melihat isi lemari yang penuh dengan pakaiannya. Ia berpikir ingin memilah bajunya yang lama tidak terpakai. Mungkin saja bisa berguna untuk orang lain. Kedua tangannya mulai mengeluarkan satu deretan baju lalu menaruh di lantai. Begitu seterusnya.
Bajunya memang kebanyakan sopan dan tertutup. Kenes sengaja membeli baju seperti itu untuk menunjang penampilan saat bekerja. Paling celana dan rok pendek, juga beberapa rok panjang.
Danesh yang baru saja selesai mandi menjadi heran dengan kelakuan istrinya. Tubuh baru saja lebih baik, sudah melakukan kegiatan. Memang susah berdiam diri di rumah jika setiap harinya selalu bekerja.
"Sayang ... kamu lagi ngapain? Kok, bajunya dibongkar semua? Kan, baru enakan," tanya sang pria sembari mendekat ke istrinya.
Kenes hanya tersenyum. Kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya.
"Itu baju kamu udah di tempat tidur, Mas. Tinggal pakai," ucap Kenes tanpa menoleh.
Danesh bergegas memakai pakaian yang dipilihkan wanitanya. Setelah itu, ingin membantu merapikan baju-baju sang istri.
"Aku bantu ya?" tawarnya.
"Boleh. Mama lagi apa? Enggak ada suaranya," tanya wanita yang masih terus memilih bajunya.
"Biasa ... lagi nonton sinteron. Em, baju ini mau diapain? Kok, mendadak ingin dibongkar?" Danesh berusaha mencari tahu alasannya. Padahal ia tahu pasti rasanya berat. Karena baju-baju itu dibeli istrinya dengan hasil keringatnya sendiri.
"Mau aku kasih ke siapa pun yang mau. Kalau Yuyun mau juga boleh. Aku pengen ngurangi baju yang ada di lemari. Seperti katamu dulu ...," jawabnya dengan senyum tertahan. Entahlah, rasanya ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Ia tidak pernah berpikir bahwa hobi belanjanya dulu akan menjadi penghuni lemari. Padahal saat pertama membeli rasanya begitu senang. Namun, seiring berjalannya waktu ada rasa bosan hinggap yang membuat ingin membeli lagi dan lagi.
Danesh menata ke lemari setelah ada beberapa baju yang terpilih. Bajunya sendiri kini menjadi memiliki tempat yang lebih leluasa. Memberi ruang sejenak antara baju santai dan formal.
"Kalau capek istirahat aja ... biar aku yang nerusin. Kamu baru sembuh loh, Sayang ... jangan buat aku khawatir," titah sang pria lagi.
"Nanggung, Mas ... sedikit lagi selesai."
Mereka berdua bekerja sama menata isi lemari sampai terlihat rapi kembali. Sementara Kenes memilih baju yang tidak disukai lagi, prianya memasukkan dan menata baju pilihan ke lemari.
Setelah berjuang hampir tiga puluh menit, akhirnya selesai. Tinggal menaruh baju yang tersisa, lumayan banyak ada beberapa tumpuk. Mungkin jika dimasukkan kardus bisa penuh.
"Masukin kantong aja apa, Mas? Apa pakai kardus?" Kenes meminta saran dari prianya.
"Kalau semisal mau dikasih orang langsung mending pakai kantong aja ... emang mau dikasih siapa?" tanya Danesh.
"Kasih Yuyun aja apa ya? Ukuran badanku sepertinya hampir sama," jawabnya sembari mengingat karyawan kepercayaannya.
"Ya udah. Mau dikasih kapan? Suruh ke sini aja orangnya biar kamu gak capek ngangkatnya," usul Danesh lagi.
"Iya ... ya, udah. Aku jadi lapar habis milihin baju. Makannya masih menu toge lagi gak ya ...?" tanyanya dengan wajah iba.
Danesh tersenyum melihat raut wajah di depannya. Binar matanya selalu saja mampu membuatnya semakin menggila. Entah kenapa kecantikan Kenes tak pernah berubah dalam keadaan apa pun.
"Enggak apa-apa kalau menunya masih toge. Sekalian menghemat minyak. Kan, bagus makan makanan yang direbus. Dan siapa tahu juga ini menjadi salah satu usaha kita untuk mendapat buah hati. Kamu gak keberatan, kan? Anggap aja nyenengin Mama." Pria di depannya memberi pengertian yang sebisa mungkin tidak menyakiti hati sang istri.
Kenes mulai mengerti. Mencoba hal baru bukanlah sesuatu hal yang menyiksa. Ia bisa belajar hidup sehat. Tidak ada salahnya menuruti kata imam keluarga.
-----***------
Bersambung