Bimoli (Bibir Monyong Lima Senti)

1582 Words
Masa depan yang Milia dambakan adalah menjadi pasangan dari seorang Zayn Aditama. Si cowok ganteng cinta pertamanya Milia. Dari zaman cinta monyet sampai sekarang masih ada Zayn yang hinggap di hatinya. Sepertinya Milia menggunakan formalin agar Zayn awet sekali ada di pikiran, hati dan perasaannya. Entah pakai pelet apa pula Zayn pada Milia hingga sulit untuk move on, padahal dulu kata-kata penolakannya sungguh membuat Milia kecewa. Cowok tampan ini pernah mengelus-elus puncak kepala Milia saat mereka berteman. Elusan di kepala Milia itu efeknya berbahaya sekali, meski hanya dua detik tapi ngena ke hati sampai dua tahun. Ya, dua tahun Milia menyukai Zayn. Pria tampan yang tinggi dan idamannya semua para gadis. Zayn memiliki senyuman yang manis dan matanya yang berbinar di balik lensa kacamata yang sering dia gunakan. Bukannya jadi cupu, cowok ganteng yang satu ini berkacamata malah tampan tampan. Zayn berteman dengan Milia hanya karena merasa nyaman. Bersama Milia dia bebas berekspresi dan tidak canggung, gadis lain gedit dan suka menggoda jadi membuat dia sedikit tidak nyaman, Milia juga ceplas ceplos dan semua tindakannya tulus sehingga Zayn mau bersahabat dengan gadis itu. Sayang sungguh sayang semakin hari semakin sering bertemu Zayn membuat Milia semakin menyukainya hingga hari di mana Milia mengatakan perasaannya pun tiba. Bukannya malah benci dan pergi menjauh dari Zayn karena ditolak, Milia malah bersikap biasa saja. Milia sungguh pejuang tangguh yang tidak tahu malu, sudah disakitin masih aja mau. Milia mendadak tidak nafsu makan setelah Deon mengatakan ingin menikahinya. Gadis ini ibaratnya bunga yang baru mekar, masih ingin mengundang kumbang untuk hinggap. Milia jelas tak terima jika dia sudah jadi istri nanti tidak akan bebas bermain, bebas bergaul dan bakal dikekang suami. Ya namanya anak ABG, masih bersikap labil dan tidak dewasa, bawaannya negatif thinking mulu. Kalau Deon beda, dia ibaratnya buah yang sudah matang dan siap panen. Labil bisa tapi tidak terlalu, dewasa juga iya karena faktor umur dan kehidupannya yang keras. Dapat Milia bak mendapatkan mainan baru, hiburan baru. Mungkin nanti Deon tidak akan bosan dan punya teman bermain. Kalau bermain ala suami istri beda ya bund sama main pasangan yang pacaran, main ini bisa diartikan main goyangan ngebor di atas kasur sampai membuat ranjang ikut bergoyang. Kalau main ala orang pacaran kan pergi nonton, jalan-jalan dan makan bareng. Deon berasa jadi punya adik kecil yang menggemaskan dengan sikap Milia yang kekanak-kanakan. Dalam waktu beberapa menit saja dia bisa membuat Deon seyakin itu untuk menikahinya. “Kenapa tidak makan?” tanya Deon pada Milia yang dari tadi memandangi nasi gorengnya saja, tidak mau memasukkan satu bahkan dua sendok pun ke mulutnya. “Gak mau ah. Gak nafsu.” Dia geleng-geleng kepalanya. Lesu Bund, males bawaannya kalau dipaksa-paksa, gak enak kan dimana-mana kalau dipaksa. “Nanti cacing di perutnya bergemuruh lagi.” Deon menyindir suara perut Milia yang kencang tadi. Masa iya mau kuat ditahan-tahan lagi, yang ada bakal menyiksa diri. “Biarin.” Milia berubah menjadi mode jutek, bibirnya manyun lima senti alias bimoli dan matanya melirik sinis ke Deon. “Ulet keket jangan gitu, kasihan sama cacing yang ada di perutnya.” Deon sampai menunjuk perut datar Milia. “Gak nafsu ah. Abisnya si Abang malah ikut-ikutan enyak pengen nikahnya buru-buru.” Jurus mogok makannya mungkin saja bisa ampuh, pria mana yang tidak tega melihat gadisnya tidak mau makan, tidak akan ada yang tega bukan? Apakah abang termasuk? “Kan akunya belum siap ih.” Milia sampai menendang-nendang kursi yang ada di seberangnya. Dia seperti anak kecil yang gagal dibelikan ice cream saja, ngambek! “Apa-apaan lagi panggil aku ulet keket segala.” Dia bimoli lagi (bibir manyun lima senti). Punya bibir mungil manis, bagian atas tipis, bagian bawah agak tebal dan ada garis belahannya jadi bikin sexy. “Ga like deh.” Milia memalingkan wajahnya tak mau menatap Deon lagi, bawaannya sebel yang ada bukan kagum. Padahal kalau cewek-cewek normal lain yang ada di kampus dan mahasiswinya Deon, pasti akan senang bukan kepalang dilamar cowok ganteng yang satu ini. Milia gak normal emang, virus Zayn tak mau pergi seperti virus corona. Mau tak mau Deon akhirnya mengalah. Daripada ini anak main kabur-kaburan lagi, nanti Endang bisa kena serangan jantung, lebih baik dituruti keinginannya dulu saja. “Baiklah anak kecil. Saya berikan waktu untuk kamu menentukan tanggal dan waktunya kapan saat kamu siap nanti.” Milia jadi senang bukan kepalang, yang tadinya bimoli jadi senyuman manis. “Tapi akhir bulan ini kita bertunangan untuk membahagiakan hati ibu kamu.” Eh dengar ini lagi Milia jadi murung. Mereka jadi main tawar menawar seperti di pasar. “Oke. Janji, ya!” Tapi boleh lah tunangan daripada nikah. “Janji!” Jari kelingking mereka saling berkaitan. Deon berasa berhadapan dengan adik sendiri. Dia pun mengusap puncak kepala Milia lembut. “Eh gak boleh pegang-pegang.” Galak amat Milia ngegas. Deon sampai kaget. Mantan-mantannya dulu pengen dipegang-pegang, yang ini malah gak mau. Aneh emang! * Milia tidak bisa tidur gara-gara lamaran Deon dan ajakan untuk bertunangan itu, nanti kalau sudah tunangan dia tidak bisa cari pasangan lain. Meski hati untuk Zayn tapi yang namanya anak gadis sedang mekar-mekarnya, dia juga ingin jalan bersama cowok ganteng yang ada di kampus, biar ngerasain gitu rasanya gonta-ganti cowok. Kakak tingkat ganteng-gantengnya bukan main lho, bikin hati meleleh. Nyoba jalan dengan satu dua orang gak papa kan, nyoba doang baut tambah pengalaman. Paginya Milia jadi bangun kesiangan, padahal hari ini adalah hari pertama kuliah, seharusnya dia lebih rajin dan semangat. Milia menggunakan celana panjang overall dengan kaus warna putih bergambar mickey mouse. Rambutnya sengaja ia gulung tinggi-tinggi mengembung ala-ala gadis korea. Mata Milia yang sipit kini sudah agak belo karena dia berikan sentuhan eyeshadow warna coklat pada sudutnya, tak lupa pakai maskara dan pensil alis juga. O iya, dia punya lipstik baru berwarna merah yang glowing, kalau dipakai jadi terlihat seperti kaca. Tak usah pakai blush on, pipinya lebih bagus terlihat merah alami dan agak tembem-tembem sedikit, gemesh. Gadis ini pergi ngampus sendiri nanti dijemput Yayuk di jalan raya. Deon hari ini ada jadwal mengajar di kampus tempat dulu ia magang. Sekarang statusnya adalah dosen luar yang mengajar dalam satu minggu hanya tiga kali saja, selebihnya dia mengurus perusahaan milik orang tuanya dahulu. Pria ini sudah rapi mengenakan kemeja warna biru dengan celana hitam slim fit yang memperlihatkan begitu indah kakinya yang panjang. Sayangnya langkah kaki Deon ditahan oleh sahabatnya Riko. “Pagi bener Bang dosen! Uuuuuu …. Harum sekali parfumnya.” Riko baru bangun tidur, seperti biasa dia menumpang tidur di kamar Deon, tempat ini seperti basecamp saja selagi Deon masih bujangan. “Apa sih lo?” Deon memberikan tatapan tajam untuk Riko pagi-pagi. Moodnya sedang baik hari ini malah buruk gara-gara makhluk berjakun yang satu ini. Rese emang, gak bisa ya liat teman sendiri senang. “Semangat banget yang mau ngajar bebepnya cekulah!” Riko sudah tahu kalau Milia dan Deon satu kampus, Deon jadi dosen fakultas ekonomi dan Milia mahasiswi tingkat satu. “Iya kali kalo dia ada di kelas gue.” Ada banyak kelas dan mahasiswa tentunya, kalau beruntung ya bakal jadi muridnya Deon, kalau tidak juga pasti akan bertemu karena satu gedung. “Pasti hari ini sekelas!” Ucapan Riko ini bagaikan doa. “Kalau gue bener traktir makan, ya!” Dia malah malak, padahal uangnya sendiri sudah banyak. “Kalau salah gue jitak, ya!” ujar Deon dingin sambil memberikan seringai iblis menakutkan. Brrr bulu kuduk Riko jadi berdiri semua. “Ih galak! Kaboooooor!” * Hari ini Deon seperti telah diisi amunisi, semangat banget bawa berkas bahan ajar dan laptop merek apel digigit terbarunya. Dia hendak keluar dari ruangan dosen untuk pergi ke kelas. Tak sengaja Deon melihat pemandangan yang menarik perhatiannya. “Eh Mil. Lo masuk kelas yang mana sekarang?” sapa seorang pria berkacamata tipis dan senyumannya manis bagaikan gulali, hari ini dia pakai kemeja lengan panjang kotak-kotak yang tidak dikancingkan karena dalamnya menggunakan kaus warna hitam. “Emmm …. Hai Kak.” Mendadak Milia bak kena serangan jantung, debaran dadanya jadi cepat dan keluarlah keringat dingin. “Mil gue ke kelas duluan, ya!” Yayuk seakan mengerti dia harus memberikan ruang untuk Milia dan Zayn berbincang berdua sebelum mak lampir pacarnya Zayn datang. “Eh lo kok ninggalin?” Milia hendak menarik tas Yayuk tapi tak sampai karena sahabatnya sudah gaspol duluan, jalan mode cepat sampai meninggalkan Zayn dan Milia hanya berdua. “Gue ada kelas statistika ekonomi dan bisnis di ruangan A8, Zayn.” Dia menunduk malu-malu tak mau menatap binar mata indah Zayn yang pastinya tidak akan bisa buat dia tenang tidur nyenyak. “O sama dong. Gimana semangat hari pertama? Kok kelihatan lesu, sih?” Zayn memperhatikan ekspresi Milia, biasanya ceria dan periang, kali ini wajah ditekuk dan seakan kehilangan warnanya. “Hmmmm …. Mungkin karena susah tidur.” Ini kan gara-gara Deon. Milia susah tidur karena membayangkan bagaimana rasanya punya tunangan apalagi suami. “Semangat dong. Kan kita satu kelas, kalau susah nanti gue bantuin!” Zayn mengusap lembut puncak kepala Milia. Dua detik saja mampu memberikan energi yang positif. Tangan Zayn bak charger yang fast charging memberikan daya full untuk Milia. Seperti ada sambaran strum 100 volt yang membuat Milia begitu semangat. “Maksi!” Lumayan lah ya, di elus-elus juga bisa jadi tanda sayang, ya meski sayang ke teman biasa. Di dalam ruangan tepatnya dekat jendela, tangan Deon mengepal hingga kuku-kukunya memutih. Dia menyaksikan kemesraan dua sejoli anak ABG yang terlihat berbunga-bunga, senangnya terpangpang begitu nyata. “Apa? Kemarin diusap kayak gitu ngegas gak mau di pegang-pegang. Giliran sama cowok itu malah kesenangan. Awas, ya, Mil.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD