Nikah Yuk

1387 Words
'Mama muda, mama muda ndasmu' pikir Mili. Sekarang sudah berbeda Dori. Jarang-jarang yang kawin umur pas dua puluh atau di bawah itu. Zaman sudah berubah. Anak-anak seangkatan Mili belum ada yang sudah nikah, semuanya kuliah, kalaupun ada yang tidak meneruskan ke jenjang perkuliahan ya kerja. Cari duit yang banyak biar sukses dulu. Entah kenapa Enyak Endang ngebet bener pen kawinin Milia sama Deon. "Mili masih kek bocah kecil, Nyak. Mana Mili badannya mungil begini. Kalau Abang Deon kan sudah besarrrr, sudah dewasa." Dia tunjuk dadanya sendiri. Berlagak sekecil biting padahal ga kecil-kecil amat, ya bagaikan telunjuk dan kelingking saja kalau sama si Abang. "Udah ga zaman kali Nyak jodoh-jodohan dan nikah muda." Mili ngegas dikit barangkali abis ini enyak gak jadi jodohin. Asal enyak tahu, hati Mili masih belum bisa move on dari makhluk berinisial Z. Siapa lagi? Cowok yang satu itu membuat Mili berani nembak cowok duluan dan memporak-porandakan hati seorang Mili. Deon yang dari tadi diam sambil mengecup satu dua sendok nasi goreng buatan Endang pun ikut bicara karena ada yang menarik perhatiannya. "Biasa aja dong ngomong besarnya kaya saya besarnya pake banget. Kamu pikir saya sebesar bulldozer atau kontainer hah?" Endang mau menjawab pernyataan Milia pun tidak jadi.  Milia menoleh ke sumber suara. Tampaknya dia seperti mahasiswi yang sudah siap ikut debat. Yang sebelahnya ini malah salah paham soalnya prahara kata "Berat!" "Eh ….. Mon maaf bukan maksud Mili Abang sebesar itu, Bang. Begimana yak jelasinnya. Emmhh ... ya pokoknya Abang tu tinggi, berisi, profesional, tampan dan kece maksimal. Mana pantes sama Mili yang kechil, sekechil semut. Belom lagi Abang pikirannya udah dewasa, la Mili masih kayak bocah, ckckckck!" Kedua tangan milia bergerak sampai menggambarkan bagaimana yang kecil dan bagaimana yang besar. Mana mulutnya lemes banget Bund. Keceplosan muji Deon. Terbang ke awang-awang ga tuh si hidungnya. 'Duh ini mulut minta ditabok, jujur amat bilang ni cowok ganteng, alamakk … bisa kegeeran dia.' Milia bergumam sambil memalingkan wajahnya ke arah lain lalu ia tabok-tabok sendiri bibirnya. "Mmmmm … yang dimaksud tampan maksimal itu kayak gimana, ya?" tanya Deon sambil menggeser kursi tempat ia duduk agar lebih dekat dengan Milia. Entah kenapa dadanya terasa dag-dig-dug, berbeda dengan irama jantung seperti biasanya, lebih kencang dan mengguncang bagian d**a. Milia pun menunjuk Deon. "Ya kayak Abang. Begitu terpangpang nyata keindahan ciptaan Tuhan. Dari atas sampe bawah perfect semua. La Mili tar kebanting!" Dia berasa banget seperti Deon adalah telunjuk yang gendut dan berisi bersanding dengannya yang seperti kelingking yang mungil, kurang sepadan dan beda jauh. Jangan tanya juga soal status sosial, ya pasti dari apa yang Deon pakai sudah menggambarkan bahwa dia dari kalangan atas, Milia sih remahan rengginang yang bajunya aja obralan di pasar, seratus ribu dapat tiga potong. "Hahahaha …. Kebanting? Emangnya saya mau banting kamu, kayak atlet boxing aja, orang saya kan disuruhnya nikahin kamu. Jadi banting dan nikah beda, ya!" Deon merasa terhibur dengan kepolosan dan sikap ceplas-ceplos Mili, entah kenapa jadi nyaman bukannya ilfil, dia tak pernah dekat dengan wanita seperti ini sebelumnya. Mereka (cewek dewasa yang sexy) terasa garing dan membosankan sedangkan Milia menyenangkan dan menghibur. Endang yang mendengar sekaligus melihat perdebatan Deon dan Milia pun rasanya ingin pergi dari atmosfer ini. 'Tampaknya mereka sedang lengah, mulai akrab pula. Mending kabur aja dah biar ga ganggu suasana dua sejoli yang lagi PDKT.' Perlahan-lahan dia melangkahkan kaki untuk memberikan ruang agar Milia dan Deon hanya berduaan saja, sungguh ibu yang pengertian sekali. "Lha Milinya gak mau, gimana dong. Masa Abang seganteng ini gada pacar sih? Masa iya juga ga laku sampe mau dijodohin? apa otak Abang yang satu ini keseleo, ya? Ampe mau dinikahin ama Mili?" Mana ada otak keseleo, dasar ini bocah! Bagaimana Deon tidak merasa terhibur. Ekspresi dan gerak tubuhnya dapet banget Bund. Natural tanpa dibuat-buat. Milia sepertinya terlahir kocak sejak lahir. "Kok kamu lucu banget, sih?" Bukannya marah dikatai otak keseleo. Dikatai ga laku pun santuy saja kayak di pantuy. Deon malah memberanikan diri mencubit hidung Milia yang mancung. "Apa sih pegang-pegang." Buset ini anak galak bener, yang lain pasti kegirangan dipegang-pegang abang, la dia mah malah ngak mau, satu karena gak pernah seromantis ini sama cowok, dua karena grogi. "Aku kek marmut gitu, yak? Lucu katanya hahaha!" bidiknya agak pelan. Mili menyilangkan tangan di depan d**a, habisnya pertanyaan dia tidak dijawab, eh orangnya malah berekspresi senyum begitu, bikin meleleh. 'Mili kira si Abang kaku kek kanebo kering. Ternyata bisa juga senyum.' Dia terkagum sampai bergumam dalam hati. Eh ada Z di hati Milia, gak jadi masukin Deon deh. Masih berharap banget Milia bisa dapet Z yang dari SMA dia sukai itu. 'Alamak …. Indah juga senyumannya.' Sejenak memang dia kagum, tapi kalau ingat lagi sikap dingin Deon di club waktu itu buat Milia ngeri. Cowok dewasa ganteng seganteng dia masa iya sih jomblo. Jallo blo? Emang cogan ga gercep dihinggapi lalat ya? Omdo kali si abang, di sini bilang jomblo, aslinya pacarnya ada banyak. Milia musti ati-ati, kenal bener juga kaga, ye gak? "Eh jangan plesetin pertanyaan Mili. Jawab dulu itu." Dia desak Deon tuk jawab pertanyaannya sambil mundur-mundur dikit biar muka mereka ga terlalu Deket. "Kalau saya bilang saya gak punya pacar dan ga suka sama cewek gimana?" Deon malah tanya balik sampai mendekatkan wajahnya ke arah Milia. Yang satu mau jauh-jauh yang satunya lagi mau dekat-dekat. "Ma- ma- maksudnya ga suka cewek itu begimana, yak? Gay gitu?" Mili sampai bingung dan garuk-garuk kepalanya, padahal tidak gatal. Baru-baru ini banyak berita yang memuat para gay bermunculan ke permukaan, ini cukup meresahkan untuk populasi wanita yang memang lebih banyak dari pria. Mili bergumam sambil mengamati Deon dari atas hingga bawah, apakah ada tanda-tanda dia punya penyimpangan atau tidak. 'Omaygat-omaygat …. Stok cogan menipis, meresahkan nih yang modelan kaum gay-gay, kayak gak ada banyak populasi cewek aja di dunia, kan lebih banyak cewek.' Deon tak terima dikatai gay, dia langsung menjentik kening Milia hingga gadis itu meringis kesakitan. "Enak aja. Ini isi otakmu apa, hah?" "Maksud saya itu … belum ada wanita yang mampu memikat hati saya!" Deon berusaha menjelaskan agar tidak salah paham. Dia masih normal dan masih doyan perempuan, hanya saja masih mati rasa karena perempuan itu rumit, lebih rumit dari rumus kimia, matematika, fisika dll. 'Jadi tenang hati hamba!' celetuk Milia lagi dalam hati. "Ta- ta- tapi Mili sih ada cowok yang Mili suka." Dia mau jujur aja nih, biar gak jadi dikawinin. "Pacar kamu?" tanya Deon sambil menyipitkan matanya. Dia dengar dari Endang kan Milia jones alias jomblo ngenes. Kapan kalo gitu punya pacarnya? "Bu- Bu- bukan. Mili kan jones." Dia ngaku maning, takut ga bisa bohong kalo kebanyakan mengada-ngada. "Ya berarti kamu tidak punya pacar, saya juga sama." Deon menyilangkan tangan di depan d**a. Ada perasaan lega lantaran cewek ulet keket yang satu ini beneran masih jomblo. "Ih si Abang ngomongnya menyeramkan." Mendadak jadi merinding bulu kuduk Milia, mana tatapan Deon ke dia sekarang jadi tajam, setajam silet. "Seram dari sisi mana? Coba buktikan?" Deon sambil tengok kanan kiri sambil menunjuk wajahnya.  "Ya- yaitu." Milia menunjuk sambil menutup matanya. "Kita nikah akhir bulan ini!" ujar Deon sambil mencubit dagu Milia. Gadis yang mendengar ajakan pernikahan ini pun langsung melek, kaget dia diajak nikah mendadak. "Eh ….. Enggak mau. Kan kita sama-sama gak punya perasaan untuk satu sama lain. Milia masih pengen main dan senang-senang dulu!" Ditambah lagi alesannya Bund, biar gagal. "Ibu kamu percayakan kamu ke saya. Begitu juga sebaliknya. Jadi … orang tua pasti tau mana yang terbaik untuk anaknya. Soal main nanti kita bisa main bareng-bareng juga setelah halal." Deon tahu wasiat dari ibu dan ayahnya beberapa hari sebelum meninggal dari Endang kemarin. Endang bukan berniat menipu atau memanfaatkan Deon, tapi memang begini adanya, orang tua Deon tahu Endang punya anak perempuan dan mereka ingin menyatukan dua sejoli ini untuk saling menjaga. "Kita nikah akhir bulan ini. Gak ada tapi-tapi!" Weh lamaran macam apa ini, maksa banget. 'Ih nyebelin. Sinting, gila, babi, b*****t …. Gue sebut semua dah, abis ini orang ngeselin banget.' Milia hanya bisa mengumpat dalam hati saja. "Ih Enyak Mili gak mau, Nyak." Milia pun merengek mencari Endang. Sayangnya Endang sudah pergi. "Eh enyaknya mana?" "Udah pergi dari tadi!" Deon dari tadi tahu dan membiarkan Endang pergi. "Lha kok ga keliatan?" Saking asyiknya ngobrol sampe ga sadar. "Kamunya aja yang ga sadar." Lama-lama Deon bisa diabetes bersebelahan dengan Milia yang manis kinyis-kinyis. "Enyak jangan ditinggalin, tar yang ketiganya setan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD