Anung kecup kepala Ajeng dan terus memberi bujukan sayang yang menenangkan. Sebenarnya bisa saja dia merayu dan berbuat lebih jauh malam ini, memberikan kesenangan semu untuk kekasih mudanya. Ini adalah kesempatan besar, karena Ajeng telah menyerahkan dirinya, dan tidak bisa lagi menahan dari gejolak birahi. “Masss, ooooh,” Ajeng mendesah karena bunganya yang tidak berhenti berkedut dan terangsang, padahal Anung hanya memeluknya dan tidak menyentuh bagian tubuhnya yang sensitif. Anung yang mengerti akan keinginan besar Ajeng, mendekap dan berbisik pelan, “Bayangkan saja kita berdua di atas ranjang, sama-sama telanjang dan Mas akan memasukimu dengan pelan.” Kata-kata Anung seolah menghipnotis, Ajeng mengerang dan terus meradukan dua pahanya. Sesekali tangannya ingin menjarah, menyelip