Pertengkaran (?)

1085 Words
Zyan benar benar membuktikan ucapannya pada Renata. Ia pulang dengan membawa beberapa pakaian Jericho yang tertinggal di apartemennya. Dengan langkah terpaksa, Zyan menaiki satu persatu anak tangga sampai akhirnya tiba di dalam kamar. Zyan sebenarnya sudah bersiap untuk menuding Freya yang ia kira sedang berpura pura sakit. Tapi semua terpaksa batal karena matanya menangkap pemandangan yang cukup mengharukan. "Mama," gumannya dengan langkah yang terhenti. Keberadaan Renata di dalam kamarnya lah yang menjadi alasan Zyan mengurungkan niatnya untuk menuding Freya. Tapi, yang lebih membuatnya terharu lagi karena posisi tidur sang mama yang setengah duduk menyandar di kepala ranjang sambil memeluk tubuh Freya dari samping yang tertidur dan di kompres dengan handuk kecil di dahinya. Zyan melirik jam di pergelangan tangannya, hari sudah menunjukkan hampir pukul empat pagi. Tapi dengan setianya Renata menjaga Freya bahkan dalam posisi yang di yakininya tidak nyaman. Pelan pelan Zyan mendekati kasur, lalu menatap wajah Freya yang masih pucat itu. Sekilas ia mencibir dalam hati dengan akting Freya yang sempurna itu sampai menyita perhatian sang mama tercinta. Tapi saat tak sengaja tangannya menyentuh wajah Freya, rasa panas yang teramat membuatnya merasa bersalah dan menghilangkan semua kecurigaannya pada Freya. Meski pun Zyan tidak begitu khawatir. "Panas," ucap Zyan pelan. Merasa mendengar suara seseorang, Renata segera membuka matanya dan langsung mendapati sang putra sulung yang tengah berdiri di sebelah menantunya. "Mama kira kamu enggak akan pulang," mendengus kesal sambil melepaskan kompres di dahi Freya. "Aku pakai mobil ma, bukan pakai pesawat. Jadi wajar kan lama." Zyan membela diri. Renata turun dari atas kasur, sebelumnya ia memastikan kondisi Freya yang panasnya tak kunjung turun. "Panasnya dari tadi ma?" tanya Zyan. "Iya, sebelumnya Freya pulang sama Jericho dengan wajah yang pucat mata sembab. Tapi badannya belum sepanas ini." Wajah Renata terlihat dengan jelas sedang mengkhawatirkan menantunya. Satu lagi fakta yang Zyan dapati, mata Freya sembab. 'Pulang bersama Jericho? Itu artinya semua pesan darinya benar. Apa dia habis menangis? Apa itu karena dia melihat Mitha bersamaku di apartemen?' batinnya penasaran. "Mana mau tanya sama kamu, Zyan." Menarik tangan Zyan untuk sedikit menjauh dari Freya yang masih tertidur. Zyan mengerutkan dahinya sambil mengikuti pergerakan Renata. "Kenapa ma?" Sesaat Renata menatap penuh selidik pada Zyan, sejak tadi Renata memang sudah tidak sabar ingin bertanya pada sang putra sulung. "Ma, ada apa?" tanya Zyan lagi. "Jujur sama mama, apa kamu dan Freya terlibat pertengkaran?" Melipat kedua tangannya di depan d**a. "Pertengkaran? Mana mungkin ma. Aku saja baru pulang. Hubungan kami baik baik saja, ma. Mama enggak usah khawatir," dustanya menghilangkan kecurigaan Renata. "Yakin? Bukan kamu yang jadi penyebab Freya menangis sampai sakit seperti ini?" Memicingkan matanya tak percaya. 'Aku enggak begitu yakin. Tapi mana mungkin perempuan itu menangis karena aku. Bahkan dia sendiri mendukung hubunganku dan Mitha,' batin Zyan. Zyan menganggukkan kepalanya, meyakinkan Renata. "Besok setelah Freya bangun, aku akan tanya sama dia. Mungkin berkaitan dengan pekerjaannya ma, dan juga Freya hanya kelelahan, mama tahu sendiri kan saat ini karir Freya sedang di puncak. Jadwal syutingnya juga padat." Memegang kedua lengan Renata. Masuk akal juga apa yang di katakan Zyan. Memang saat ini pekerjaan Freya sedang menggunung, tapi itu semua bukan lah alasan terbesar di balik tumbangnya Freya saat ini. Jika saja Zyan tahu apa yang di rasakan oleh Freya, apa masih bisa Zyan meyakinkan Renata? "Ya sudah, kalau gitu mama mau balik ke kamar mama. Kamu tolong jagain Freya, kalau ada perlu bantuan, telpon saja mama." Lalu menyerahkan pada Zyan handuk kecil yang di gunakan untuk mengompres Freya. "Ini, kamu harus sering mengompresnya supaya panasnya cepat turun," sambungnya. Walau ragu akan melakukannya, Zyan tetap mengambil handuk itu sambil menganggukkan kepalanya. *** Matahari telah kembali ke peraduannya dengan sempurna, sinarnya bahkan telah menembus celah jendela kamar yang masih tertutupi oleh tirai tebal berwarna abu abu muda itu. Freya membuka matanya yang masih terasa sangat berat itu. Jika bukan karena rasa haus yang teramat pada tenggorokannya, mungkin ia belum tentu akan bangun. Freya berdehem pelan sambil memegang lehernya. "Kering banget tenggorokanku," ucapnya. Perlahan Freya beranjak duduk, mengambil segelas air putih yang telah tersedia di atas nakas lalu meneguknya sampai habis. Saat Freya ingin kembali berbaring, ia baru menyadari jika sisi kasur di sebelahnya ada seseorang yang sedang tidur memunggunginya. "Mas Zyan," gumannya. 'Ternyata kamu benar benar pulang mas karena ancaman mama,' Freya membatin. Artis cantik itu menatap beberapa detik punggung suaminya itu sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mencuci muka dan menyikat gigi, Freya langsung bergegas mengganti pakaiannya, lalu pergi dari dalam kamar dengan membawa tas di tangannya tanpa berniat untuk membangunkan Zyan. Baru saja Freya tiba di anak tangga terakhir, langkahnya terhenti saat suara seorang perempuan mendominasi indera pendengarannya. "Loh, Freya. Kamu sudah bangun. Tapi, kamu mau kemana, sayang?" tanya Renata yang datang dari arah dapur. "Mau ke lokasi syuting ma. Aku telat bangun, mereka pasti sedang nungguin aku," sahut Freya. Renata menggelengkan kepalanya, "Tapi kamu masih sakit. Sudahlah, istirahat saja dulu hari ini, ya." Menyentuh wajah Freya untuk mengecek suhu tubuhnya. 'Sudah turun panasnya, syukurlah,' batinnya sedikit merasa lega. Freya tersenyum tulus, lalu memegang tangan mertuanya itu. "Aku sudah sembuh kok ma. Makasih karena sudah mengkhawatirkanku ma." "Kamu itu bagian dari keluarga ini, sudah pasti mama khawatir dengan kondisi kesehatan kamu," ucap Renata. "Kamu istirahat dulu hari ini ya," pinta Renata satu kali lagi. "Aku sudah sehat kok ma. Serius. Aku pergi dulu ya ma." Mencium kedua pipi Renata secara bergantian. Mau bagaimana lagi, ini lah satu satunya cara agar Freya terhindar dari Zyan. Ia tak ingin terlibat adu mulut lagi dengan Zyan. Itu hanya akan semakin membuat hatinya terluka. 'Aku enggak akan mengganggu kehidupan kamu mas,' batin Freya. Freya langsung pergi bersama sopir pribadi yang telah menunggu kedatangannya sejak pagi menuju lokasi syuting. Setengah perjalanan Freya kembali merasa pusing, bersamaan dengan ponselnya yang berdering. Setelah menerima panggilan dari sang manager, Freya memutuskan untuk mengunjungi cafe yang juga akan di datangi oleh Gista. Hanya cukup beberapa saat menunggu sampai akhirnya Gista tiba di cafe tersebut. Baru saja ingin duduk, Gista langsung mendapati wajah Freya yang terlihat pucat. "Kamu sakit, Frey?" Menempelkan telapak tangannya pada dahi Freya. "Enggak, cuma kelelahan saja." Freya mengelak. "Apaan, kamu mau bohongi aku? Badan kamu masih terasa hangat. Kamu pasti sakit ini. Ayo kita ke dokter sekarang." Menarik tangan Freya. "Enggak mau. Aku sudah mendingan. Kita ke lokasi syuting saja langsung," pinta Freya. "Enggak, hari ini break syuting. Aku akan urus. Lebih baik kita ke dokter." Gista tampak memaksa, ia terlalu khawatir dengan wajah Freya yang pucat. "Tapi-" "Enggak ada tapi tapian, ayo ikut aku." Menarik tangan Freya untuk pergi dari sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD