Ada dua toko reparasi berjejer berdekatan, akan tetapi Rana sangat heran, kenapa mereka berada di hadapan toko yang lebih kecil dan terlihat tidak meyakinkan? Baru kali ini dia bertemu dengan orang yang begitu pelit sampai mendarah daging.
"Padahal, kita bisa saja memilih toko yang lebih baik, River."
"Kau harus tahu kalau aku memilih tempat yang tepat."
Rana merungut dan berkata dengan nada rendah, "Aku harap tidak selamanya tinggal dengan orang pelit sepertinya."
River menolehkan kepala. "Aku bisa mendengarnya dengan jelas. Lagi pula, aku harus menghidupi seorang istri dan dua robot manusia di rumahku. Mereka tidak berhenti membuatku susah."
Rana sulit berdebat tentang hal itu. Dia memang sedang tinggal gratis di rumah orang. "Ngomong-ngomong soal rencanamu, kau berkata kalau akan menjadikan aku sebagai robot."
"Yah, aku tidak sempat melanjutkan rencanaku karena harus menyelesaikan hal lain. Pokoknya, kau harus bersikap seperti robot jika ada yang memberikan tatapan mencurigakan."
"Bip, bip ...."
River mengerutkan dahi. "Apa yang sedang kau lakukan sekarang?"
Rana menggerakkan kedua tangannya dengan kaku seperti robot. "Aku sedang berlatih bagaimana cara untuk menjadi robot."
River menipiskan bibir. "Bahkan, Potato tidak sekaku itu. Kau hanya perlu mengosongkan tatapan matamu, berekspresi senang dan sedih tanpa perasaan, melakukan apa yang aku katakan saja."
"Kenapa aku harus melakukan apa yang kau katakan saja?"
Pada saat pertanyaan dilontarkan, suara tubrukan terdengar. Tepat di depan pintu toko, dua orang tengah berdiri seolah sedang mengakali bagaimana pintu berukuran luas bisa melewati pintu yang lebih kecil dari ukuran tersebut.
"Tidak, tidak, Potato. Pintu itu tidak muat untuk masuk ke dalam tokoku, bahkan jika kau memiringkannya. Cukup letakkan saja di luar agar tidak merusak barang-barang di dalamnya." Pria dengan janggut beruban berkata, lalu menghampiri mereka yang berdiri tidak jauh dari toko. "Oh, Profesor River, sudah lama sekali kita tidak bertemu."
"Bagaimana kabar Anda?"
"Tentu, baik-baik saja. Aku masih bernapas di tanah ini." Pria tua itu melirik ke arah wanita di sebelah River. "Oh, aku mendengarnya kalau seseorang merusak pancuran di halaman kota."
Rana menundukkan kepala, menunjukkan penyesalan. Meskipun dia tahu kalau semua bukan murni dari kesalahan darinya, tetapi tidak ada pula yang bisa disalahkan, bukan? Terlebih, dia tidak mungkin menunjukkan sikap keras kepala pada orang yang jauh lebih tua darinya.
"Maaf, atas kejadian itu."
Pria tua terkekeh. "Mereka semua menyebutmu sebagai nenek moyang sekarang. Aku tahu kalau itu tidak benar, apalagi ketika melihatmu secara langsung seperti sekarang. Kau sangat cantik dan muda. Bagaimana bisa mereka menyebutmu begitu?"
Seketika Rana menoleh ke kanan, tatapan tajam diarahkan pada pria yang menjadi pemicu panggilan tersebut. Kalau bukan River yang mengarang cerita, pasti dia tidak akan mendapatkan gelar nenek moyang. Begitu miris saat semua penduduk memanggilmu begitu, bukan?
River berdecak, berusaha mencari topik lain setelah sadar akan tatapan tajam dari arah sampingnya. "Dia bernama Luigi, seorang pandai teknologi. Jika ada barang-barangmu yang rusak, bisa meminta bantuannya untuk memperbaiki. Puluhan tahun lalu, dia yang membantuku membangun rumah, karena itu lebih baik mendiskusikannya pada Luigi. Dia sangat tahu bagaimana tempat tinggalku dibandingkan lainnya."
Luigi tersipu malu. "Ah, aku tidak sepandai yang dikatakan. Tapi jika ada yang perlu aku perbaiki atau bangun, datanglah ke tokoku, karena akan dilayani dengan sepenuh hati."
Rana memaksa senyuman mengembang, sungguh hubungan yang aneh menurutnya. "Mohon bantuannya, Tuan Luigi."
"Ah, jangan panggil aku begitu. Itu akan membuatku terlihat sangat tua. Tidak perlu memperjelasnya lagi. Panggil saja aku dengan nama, itu akan membuat kita terlihat lebih dekat seperti seorang teman."
"Baiklah, Luigi."
"Bagus. Jangan sungkan. Lalu, apa yang membuat Anda datang ke mari, Profesor?"
"Aku ingin menjual pintuku."
"Ini sudah kali ke tiga Anda membawanya. Apa benar-benar sudah tidak bisa digunakan lagi?"
"Ya. Aku harus membeli yang baru untuk memastikan ketahanan lebih lama, terlebih aku tidak ingin ada yang menganggapku aneh, karena membiarkan ruangan privasi terbuka begitu saja tanpa pintu."
Rana mengerlingkan mata, tahu kalau perkataan tadi diperuntukkan menyinggungnya. Sementara Luigi yang berada di tempat itu harus dibuat mengerti akan situasi, jadi dia tertawa saja.
"Baiklah. Saya mengerti. Darah muda memang sering naik turun. Kalau begitu, apa kalian ingin melihat-lihat ke dalam toko lebih dulu?"
"Itu ide yang—"
"Tidak."
Perkataannya dipotong membuat Rana tidak suka. Sudah jelas kalau tujuan dia ikut untuk melihat-lihat, bukan untuk pergi dan langsung pulang.
"Aku perlu melakukan hal lain setelah ini, jadi harus cepat menyelesaikannya sebelum terlambat."
"Oh, hari inikah?" Luigi menganggukkan kepala. "Tunggu sebentar di sini. Saya akan mengambil uangnya di toko."
Entah apa yang sedang dibicarakan dua orang itu, Rana sama sekali tidak mengerti. Memangnya, hal penting apa? Kenapa Luigi tahu dan apakah Potato juga tahu?
***
Mereka tiba di toko lainnya, semua serba baru di sana, Rana bisa melihat banyak yang berkilau. Selain itu, tempat yang mereka datangi begitu mewah sampai membuat dia tidak berhenti berdecak kagum.
"Kita tidak akan membeli semuanya."
Tepat di saat perkataan itu muncul, Rana mengubah ekspresi menjadi datar. Kenapa pria di sampingnya ini harus merusak suasana? Dia hanya ingin bersenang-senang ketika dibawa ke pusat perbelanjaan.
"Mau zaman sekarang, atau zaman dulu, yang namanya wanita tidak berhenti berekspresi buas ketika melihat banyak barang baru terpajang di sebuah toko. Mereka seperti memiliki energi besar dan tidak terhingga jika harus mengitari satu tempat ini berkali-kali, berhari-hari. Ingatlah, bahwa kita hanya membeli satu barang di sini yaitu pintu kamar."
Rana sangat kesal dan dia tidak bisa meminta lebih pastinya, bukan? Apalah arti orang yang menumpang, sulit mengungkapkan keinginan sendiri dan harus memendamnya dalam-dalam.
"River, sepertinya tamu di rumah kita membutuhkan pakaian. Mereka mengenakan dua helai pakaian secara bergantian dan itu tidak baik. Cuaca tidak selamanya cerah, kau tidak menempatkan mesin pengering di rumah. Jika tidak membersihkan diri selama hitungan hari, maka Rana dan Aura akan terjangkit penyakit. Seharusnya—"
"Baiklah!" River sudah tidak tahan lagi dengan keluhan robot yang memang ditugaskan untuk mengelola tempat tinggal mereka. Kalau sudah Potato yang berbicara, maka akan sulit membantah.
"Terima kasih, River," ucap Potato. "Apa kita juga akan membeli mesin pengering?"
"Mesin pengering, beberapa helai pakaian, dan pintu. Jangan masukkan yang lain di dalam daftar belanjaan kita, mengerti?"
Rana dan Potato saling mengedipkan mata, mereka sudah menang dan pastinya sangat senang. River hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, sedikit menyesal lantaran menciptakan Potato yang berjenis wanita. Sekarang dua orang itu bagaikan topan yang tidak dapat dicegah.