River menggelengkan kepala, seharusnya bagian dari bintang dapat mengabulkan permohonan. Namun, kenyataannya bintang adalah bintang yang menjadi keindahan alam ketika malam hari. Itu adalah sebuah mitos, tidak mungkin terjadi kecuali karena sebuah kebetulan.
Keajaiban yang dia maksud adalah rasa penasaran di dalam diri seorang wanita bernama Rana, mengingatkan pada dirinya yang selalu dipenuhi rasa penasaran. Sayang sekali, tidak akan pernah ada jawaban untuk itu.
"Aku perlu meneliti Stardust lebih jauh."
Keraguan di wajah membuat Rana melipatkan tangan. "Aku tidak pernah suka dengan kebimbangan. Kau harus yakin terlebih dahulu jika ingin mencari tahu tentang sesuatu. Apa yang belum terjawab, bukan berarti tidak ada. Selama kenyataan belum terungkap, maka seharusnya pantang menyerah untuk mengetahui kebenarannya."
"Jika kau sedang membahas tentang UFO, maka itu tidak pernah ada. Jangan buang waktumu untuk hal tidak penting." River beranjak pergi dari atap.
Sementara Rana masih belum puas tampaknya. Dia segera menyusul langkah yang menyusuri anak tangga dan berkata, "Kau hidup di zaman canggih, tapi aku seperti melihat mereka yang hidup di zamanku. Mereka tidak percaya, justru menganggapnya sebagai takhayul. Para peramal saja yang meyakini hal itu seolah dapat memprediksi masa depan. Mereka berkata kalau UFO akan mendatangi bumi pada tahun dua ribu delapan puluh delapan."
"Bagus. Itu sudah sangat cukup membuktikan kalau UFO tidak ada, karena sekarang sudah satu tahun setelahnya. Kami tidak pernah didatangi oleh piring yang terbang di atas langit dengan sorot sinarnya. Jadi, buang jauh-jauh imajinasimu atau kebodohanmu tentang UFO. Lebih baik fokus pada Stardust yang jelas nyata adanya."
"Huh, menyebalkan!"
Mereka sama-sama berhenti di pertengahan. River membalikkan badan, berpikir kalau wanita yang berdiri jauh lebih tinggi anak tangganya keras kepala. Sedangkan Rana yang ditatap begitu lama membuat dirinya gugup.
"A—ada apa dengan rumahmu yang diakui canggih ini? Tidak adakah eskalator atau semacamnya sehingga kita tidak perlu membuang tenaga untuk menaiki dan menuruni tangga?"
"Aku bukanlah pria kaya dan maaf, Nona, karena membuatmu harus tinggal di tempat yang tidak canggih ini." River menuruni tangga kembali.
Rana mendengkus, lalu turun pula mengikuti. "Apa status juga menjadi kesenjangan di duniamu?"
"Tentu saja. Stardust adalah penyempurnaan dari Bumi, masih ada banyak hal yang harus diperbaiki, salah satunya mengenai kesenjangan sosial. Namun, kesenjangan masa kini lebih kepada hasil ciptaan, bukan kekayaan. Penduduk di muka Stardust akan berlomba-lomba memamerkan karya mereka ketimbang memamerkan harta berlimpah. Itulah kekayaan yang sebenarnya."
"Tapi," Rana memperhatikan sekeliling, "apa kau tidak punya keinginan untuk meningkatkan rumahmu? Mereka menyebutnya apa? Meng-upgrade?"
"Aku tidak ingin membuang-buang uang."
"Menurutku, itu bukan membuang-buang uang. Wajar saja jika pemilik rumah ingin berada di tempat yang lebih nyaman."
"Aku rasa yang sekarang tidaklah buruk. Aku merasa cukup dengan itu. Lagi pula, jika aku lolos ujian akademi, aku tidak akan berada di sini lagi. Lebih baik penghasilanku ditabung untuk menunjang pekerjaan."
"Bagaimana dengan Potato?"
"Aku akan memberikan cuti pada Potato agar dia bisa beristirahat untuk sementara waktu sampai aku kembali. Itu adalah tujuanku sebelum kalian datang dan menghalangi semuanya."
Entah mengapa, Rana tidak merasa bersalah akan hal itu. "Aku datang bersama Stardust. Kau pasti sangat bersemangat saat ini."
"Apa kau mengatakannya karena ingin mendengarkan ucapan terima kasih?"
"Hei! Itu kata-kataku!"
"Kembalilah ke kamarmu. Aku harus pergi pagi sekali besok." River menghela napas panjang. "Pintu kamar memang rusak di saat yang tidak tepat."
***
Hanya menutup mata selama beberapa jam, lingkar hitam di mata River semakin jelas terlihat. Dia memang memiliki jadwal tidur yang buruk, semua karena pikirannya tidak berhenti sibuk akan inovasi. Maka dari itu, dia akan mengonsumsi banyak sekali air untuk menyeimbangkan kehidupan. Meskipun begitu, dia tahu kalau apa yang dilakukan sama sekali tidak sehat, akan tetapi dia juga tidak ingin meninggalkan pikiran yang berjalan ke mana saja.
"Aku seperti melihat hantu, setiap kali melihat River berjalan, sangat sulit untuk tidak terkejut. River bagai hantu siang dan malam."
"Hentikan bicaramu, Potato. Lebih baik bawakan pintu ini untukku."
"River!"
Mereka berdua terkejut, ketika melihat kepala Rana muncul dari balik pintu. Sejak kapan wanita itu ada di sana? Tidak ada yang menyadari satu pun dari mereka.
"Potato terkejut untuk ke sekian kalinya," ucap Potato dengan nada kaku.
"Apa yang kau lakukan di belakang sana? Bisa saja pintu yang berat ini jatuh menimpamu." River terlihat tidak senang.
Rana tertawa. "Itu tidak akan terjadi, karena aku baru saja menyelip. Kalian terlalu sibuk bertengkar, jadi tidak melihat keberadaanku."
"Sekarang menyingkirlah dan biarkan Potato melakukan pekerjaannya."
Pada saat itu juga Rana tercengang, berpikir tidak mungkin pintu yang berat mampu diangkat oleh robot setinggi pinggang. Kemarin saja, urat-urat di wajah River seperti akan keluar.
"Tidak perlu terkesan." Potato berkata tanpa memperlihatkan beban di wajah.
Mendengar perkataan itu membuat Rana mengatupkan mulut. "Baru kali ini aku melihat robot yang sombong."
"Kalau begitu, Rana harus melihat River terlebih dahulu." Takut menerima amukan, Potato segera bergerak pergi.
Memang benar, bahwa River sangat kesal dan ingin mengamuk saat ini. Niat untuk mencecar Potato langsung berhenti ketika menyadari robotnya semakin bergerak jauh.
"River," cegah Rana sebelum pria itu benar-benar pergi, "bisakah aku ikut bersamamu?"
"Tapi aku akan pergi cukup lama."
"Aku tidak akan mengeluh untuk cepat pulang."
"Kenapa kau ingin ikut?"
"Mulanya, aku masih terkejut dan sulit menerima kenyataan, tapi sekarang sudah tidak lagi sejak aku melihat perjuangan kakakku. Aku ... ingin melihat duniamu sebelum pulang. Dan lagi, tidak ada hal yang aku kerjakan jika terus berdiam diri di sini dan itu sangat membosankan."
"Bagaimana dengan Aura?"
"Aura berkata tidak masalah jika aku ingin pergi. Sepertinya dia sangat mempercayaimu. Sangat aneh, karena kakakku bukan orang yang mudah mempercayai seseorang begitu cepat."
Aura memang cepat beradaptasi dengan lingkungan baru nan aneh ini, berbeda dengan Rana yang pernah berlari jauh sehingga mendapatkan gigitan nyamuk. Bahkan, bekas-bekas itu masih bisa dilihat sampai sekarang. Wajar saja, yang menggigitnya tidak hanya beberapa. Dan bagaimana kabar Rosa dan George? Rana harap mereka mendapatkan balasan setimpal.
"Potato akan pulang lebih cepat. Kau bisa kembali bersamanya."
Tidak ada ucapan lagi di antara mereka. Rana sendiri mengerutkan dahi, bertanya-tanya akan ke mana River sebenarnya? Dia tahu kalau mereka belum mengenal lama, akan tetapi melihat bagaimana kesehariannya selama tinggal bersama, dia yakin kalau River adalah anak rumahan. Lantas, keperluan apa yang begitu penting sampai-sampai enggan membawa dia ikut serta bersama?