Naura teringat dengan nenek dan kakeknya. Anak yang lain sangat dekat dengan nenek dan kakeknya, tapi dirinya tidak. Nenek dan kakeknya tidak merestui hubungan kedua orang tuanya. Hingga tidak pernah dekat dengan dirinya. Naura kasihan dengan ibunya, seperti tidak dianggap ada. Nenek dan kakinya sangat tidak peduli dengan keadaan mereka. Tapi setelah ayah dan ibunya meninggal, mereka datang dan mempertanyakan tentang hak waris atas semua kekayaan kedua orang tuanya. Mereka mengatakan ada bagian mereka di situ. Naura sangat kecewa dengan nenek dan kakeknya. Tapi ia tidak bisa melawan mereka. Harus memakai cara yang mereka inginkan. Usia neneknya padahal sudah sangat tua. Sudah delapan puluh dua tahun. Usia kakeknya delapan puluh lima tahun. Ada tiga orang adik ayahnya. Dua orang laki-laki, dan satu orang perempuan.
Mereka semua adalah pengusaha. Meski perusahaan kecil, belum sebesar milik ayahnya. Karena itulah mereka sangat semangat untuk menjual perusahaan ayahnya, agar bisa menambah modal perusahaan mereka. Naura tidak ingin perusahaan ayahnya dijual. Ayah dan ibunya bekerja keras untuk membangun dan mempertahankan perusahaan itu. Perusahaan kebanggaan mereka, tidak akan mau Naura menyerahkan seenaknya.
Nenek dan kakeknya, serta paman dan bibi, mengetahui kalau kekasihnya belajar di luar negeri. Dan tidak bisa pulang dalam waktu dekat. Karena itu mereka memberikan waktu kepada Naura, untuk menikah paling lambat tiga bulan lagi. Jika sebelum tiga bulan Naura sudah menikah, Naura berhak atas perusahaan ayahnya. Mereka tidak akan mengganggu lagi. Mereka tampaknya berpikir, kalau Naura sangat mencintai kekasihnya, tidak mungkin mau menikah dengan orang lain. Tapi mereka tidak tahu, Naura rela melakukan apa saja, demi mempertahankan perusahaan ayahnya.
Naura menatap foto di dinding. Foto saat ayah dan ibunya menikah. Pernikahan yang sangat sederhana. Tidak ada keluarga. Yang menjadi walinya adalah wali hakim, karena agama ibunya mengikuti agama ayahnya. Sementara kakek dan nenek yang di Amerika beragama berbeda. Hubungan dengan neneknya di Amerika tidak begitu dekat juga. Hanya tahu nama dan orangnya saja. Tapi itu tidak masalah bagi Naura, yang penting keluarga tidak mengganggu kehidupan rumah tangga orang tuanya. Meski tidak dekat dengan dirinya, kakek nenek dari Amerika, tapi bukan suatu masalah, karena mereka tidak pernah ikut campur dengan urusan warisan. Tidak seperti keluarga ayahnya, yang merasa mempunyai hak, hanya karena anak ayahnya adalah seorang perempuan.
Naura berharap, Azzam bersedia memenuhi permintaannya. Agar ia tidak perlu lagi mencari suami bayaran. Perasaannya sudah pas dengan Azzam, terlalu tua memang, tapi penampilannya jauh lebih muda dari usianya. Selain itu juga, wajah Azzam sangat tampan, tubuhnya tinggi dan tegap. Kalau dipandang sekilas, Azzam tidak cocok menjadi orang miskin. Penampilannya lebih cocok jadi seorang bos.
*
Azzam sudah memikirkan keputusannya terkait tawaran Naura. Hari ini Azzam menghadap Naura di ruangannya. Azzam dipersilakan masuk oleh sekretaris Naura.
"Selamat pagi, Bu Naura." Azzam menyapa Naura.
"Selamat pagi, Pak Azzam. Silakan duduk." Naura menunjuk kursi di seberang kursinya. Mereka duduk dengan batas meja kerja Nauta.
"Apakah anda sudah memutuskan?" Tanya Naura menanyakan keputusan Azzam yang ia nantikan.
"Iya. Saya sudah pikirkan dua hari ini, dan tadi malam sudah saya putuskan. Saya bersedia membantu Ibu." Jawaban Azzam sangat melegakan perasaan Naura. Naura yakin Azzam akan mudah mengerti apa yang harus dilakukan.
Naura tersenyum pada Azzam.
"Terima kasih, Pak Azzam. Pernikahan kita hanya pernikahan siri saja. Tidak ada pesta dan yang lainnya. Hanya akad nikah yang dihadiri oleh orang terdekat saja."
Naura menyampaikan prosesi akad nikah yang akan berlangsung. Tidak ada pesta dan keramaian. Hanya akad nikah biasa saja.
"Ibu ingin mahar apa?" Tanya Azzam pada Naura.
"Yang tidak memberatkan saja." Naura tidak ingin meminta apa-apa pada Azzam. Azzam bersedia memenuhi keinginannya saja Naura sudah bahagia.
"Baiklah. Kapan akad nikah dilaksanakan?" Azzam ingin kepastian kapan akad nikah dilakukan. Agar ia bisa mempersiapkan mahar dan seserahan ala kadarnya. Meski hanya pernikahan sandiwara, tapi tetap harus ada yang dibawa.
"Nanti saya bicarakan dulu dengan asisten pribadi saya. Setelah itu saya kabari Pak Azzam. Bisa saya minta nomor telepon Bapak?" Sampai sekarang Naura belum memiliki nomor telepon Azzam. Ia memerlukan nomor telepon itu agar bisa berhubungan. Tidak lagi melewati asisten pribadinya seperti yang terjadi selama ini.
"Ya." Azzam setuju memberikan nomor ponselnya kepada Naura. Karena Naura sebentar lagi akan menjadi istrinya.
Naura mengeluarkan ponselnya, Azzam menyebutkan nomor handphonenya.
"Baiklah, Pak. p********n uang 200 juta, akan saya serahkan setelah akad nikah." Janji Naura tentang p********n uang nilai kontrak pernikahan mereka.
"Baik, terima kasih. Kalau begitu saya permisi. Selamat pagi." Azzam berdiri dari duduk, membungkukkan sedikit tubuhnya ke hadapan Naura. Sebagai tanda hormatnya.
"Pak Azzam harus menyiapkan barang yang akan dibawa ke rumah saya." Persiapan barang yang akan dibawa harus lakukan Azzam. Pakaian dan yang lainnya harus dibawa ke rumah Naura.
"Iya." Azzam menganggukkan kepala.
Azzam melangkah keluar dari ruangan kerja Naura. Naura mengantarkan sampai depan pintu. Azzam memang tak banyak bicara, tapi hal itu membuat Naura lega. Masalah yang terasa berat sudah terangkat. Apapun yang akan dilakukan oleh keluarga ayahnya, Naura tak peduli lagi. Karena ia akan terus berusaha mempertahankan perusahaan menjadi miliknya.
Naura segera menghubungi pamannya, memberitahu kalau akan menikah secepatnya. Untuk sementara mereka menikah siri dulu, karena ingin meresmikan pernikahannya. Setelah itu baru mengurus surat nikah.
"Apa?"
"Aku sudah memutuskan untuk segera menikah. Kami akan menikah dua hari lagi. Menikah siri dulu, setelah itu baru mengurus surat resmi." Berkata terus terang Naura kepada pamannya.
"Siapa yang akan kamu nikahi? "
"Tentu saja seorang pria. Paman harus datang untuk menjadi wali nikah." Meski tidak yakin pamannya mau menjadi wali nikah, tapi Naura tetap memintanya sebagai tanda menghargai pamannya.
"Aku tidak bisa datang. Aku banyak kesibukan."
Seperti dugaan Naura, pamannya menolak untuk jadi wali nikah.
"Bukankah ini tanggung jawab Paman. Ayahku sudah tidak ada, saudara juga tidak ada, wali nikah harus dari keluarga ayah. Itu berarti kakek atau paman. Jika kakek tidak bisa datang, maka Paman yang harus jadi wali nikahku." Naura mendesak pamannya untuk datang menjadi wali nikah. Walaupun ia yakin itu tidak akan berhasil.
"Aku tidak bisa. Kamu cari wali nikah yang lain saja."
"Tapi, Paman ...."
Belum sempat Naura bicara, pamannya memutuskan pembicaraan mereka.
Naura mencoba menghubungi paman yang satunya lagi. Seperti kompak, paman yang satunya pun menolak. Menghubungi kakeknya tidak mungkin, kakeknya sudah sangat tua. Bicara pun tidak bisa lagi. Karena kedua pamannya tidak mau menjadi wali nikah, Naura minta pendapat asisten pribadinya. Akhirnya diputuskan memakai wali hakim saja.
Penolakan kedua pamannya, dipahami oleh Naura. Itu Karena mereka menginginkan hak waris miliknya. Sehingga tidak mau menjadi wali nikah untuknya. Tapi Naura tidak berkecil hati, yang penting ia sudah berusaha memperjuangkan perusahaan milik ayahnya.
*