( 6 tahun yang lalu. Seoul, Korea Selatan )
**
Seorang gadis dengan pakaian seragam sekolah menengah pertama dan rambutnya yang digerai melihat pemuda yang berseragam sama dengannya di dalam rumah sedang melihat para orang dewasa berbicara.
“Ae Ri sudah pulang rupanya, mari kenalan dulu dengan paman Ye-Jun dan bibi Hei-Ran, ini anaknya Han,” ujar Kyung Mi memperkenalkan rekan kerjanya. Ae Ri membungkukkan sedikit tubuhnya memberi salam pada mereka semua.
Setelah perkenalan itu mereka duduk bersama-sama di ruang tamu membahas kerja sama antara perusahaan CJ Cheil Dedang dengan perusahaan Nongshim. Dua perusahaan raksasa di Korea Selatan sedang berdiskusi untuk kerja sama dan tentu saja pembahasan mereka membuat dua siswa SMP itu sedikit merasa bosan.
“Aku masuk dulu, silakan lanjutkan,” kata Ae Ri dengan sopan sambil sesekali melihat Han kemudian beranjak dari sofa empuk tersebut. Han melihat Ae Ri dengan sedikit kesal karena sekarang hanya dirinya yang merasa bosan.
Ae Ri menghela napasnya pelan sambil melempar tasnya ke arah tempat tidur empuk yang berada di dekat pintu.
“Pembahasan diantara orang dewasa benar-benar membosankan, aku tidak akan mau menimbrung lagi,” kata Ae Ri seraya merebahkan tubuhnya di kasur. Hari ini sangat berat karena tempat lesnya memberikan ujian di luar dugaan untung saja otaknya cerdas sehingga ia tidak perlu takut menghadapi ujian tersebut. Namun, tetap saja hal itu membuat otak Ae Ri terasa seperti diremas.
Tok..tok..tok
Pintu kamar Ae Ri terketuk membuat gadis itu cepat-cepat bangun dari posisi tidurnya dan membukakan pintu tersebut.
“H-hai, maaf mengganggu. Aku disuruh ke sini oleh ibumu, aku disuruh menemanimu,” kata Han dengan suara yang terdengar gugup seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali.
Ae Ri menatap Han sambil berkacak pinggang.
“Apakah aku terlihat ingin ditemani? Kembalilah ke tempat dudukmu dan katakan pada ibuku bahwa aku tidak membutuhkan teman!”
Brak!
Suara pintu terdengar sangat keras dibanting membuat Han sedikit mundur dari posisinya yang berdiri sangat dekat dengan pintu kamar Ae Ri.
“Astaga anak itu benar-benar kurang ajar! Lihat saja dia tidak akan selamat di sekolah!” seru Han kemudian kembali ke ruang tamu di mana kedua orang tuanya berada. Sebenarnya Kyung Mi terkejut karena Han kembali lagi ke ruang tamu, namun ia tidak menyangka bahwa putrinya memperlakukan anak rekan kerjanya separah itu.
“Kenapa kembali? Ae Ri mana?” tanya Kyung Mi dengan wajah bingung walaupun masih terlihat ramah. Kedua orang tuanya juga melihat Han bingung karena anak muda itu kembali ke area orang dewasa. Padahal mereka ingin membicarakan ini dengan serius tanpa ditunggu oleh anak-anak.
“Sepertinya Ae Ri sedang tidur, aku akan diam di sini dan menunggu kalian.” Han mengatakan itu sambil duduk di samping kedua orang tuanya dan memilih untuk bermain ponsel karena jiwa bosannya yang sudah mulai meronta-ronta.
Para orang dewasa pun hanya mengangguk paham kemudian mereka pun lanjut berbicara tentang bisnis yang sepertinya tidak akan punya akhir. Orang tua mereka benar-benar sangat sibuk dan sering kali membuat para anak merasa diabaikan.
Terlebih Ae Ri yang menjadi anak tunggal dan pewaris satu-satunya perusahaan CJ Cheil Dedang sering kali merasa kesepian karena kedua orang tuanya yang selalu sibuk, seandainya berbicara pada dirinya hanya tentang pelajaran bagaimana mengelola perusahaan. Katanya sih untuk mempersiapkan diri jika mereka akan mewariskan hartanya itu pada Ae Ri.
“Kami akan memberikan kemajuan bisnis kita, terima kasih telah meluangkan waktu datang ke sini,” kata Kyung Mi sambil bersalaman dengan Ye-Jun dan Hei-Ran.
Setelah berbasa-basi pun akhirnya mereka pun pulang, Ae Ri melihat kepergian keluarga Han dari jendela kamarnya yang berada di lantai 2. Wajahnya tampak tak mengekspresikan apapun, Han sekilas melihat Ae Ri yang sedang menatap ke arah bawah.
‘Awas saja besok di sekolah! Gadis kasar!’ batin Han yang terlihat gemas dengan Ae Ri yang ia anggap sebagai gadis sombong. Sifat Ae Ri yang kasar dan sedikit manja terkadang membuat siapa saja enggan berteman dengannya, kalau saja ia bukan anak konglomerat di Seoul mungkin sifatnya itu membuat semua orang menjauhinya.
Ae Ri menatap kepergian mobil Han dengan tatapan dingin kemudian menutup gorden tersebut dan kembali tidur. Perutnya belum terisi sama sekali dari awal berangkat sekolah karena habis mentraktir teman-temannya. Bahkan makan siang dari sekolahnya pun ia berikan pada teman-temannya karena kalau tidak mungkin saja ia akan dijauhi oleh teman-temannya.
Uang bisa membeli anak-anak di sekolah itu, Ae Ri ikhlas kalau harus membeli teman-temannya untuk menemani dirinya sampai ia lulus sekolah. Bagaimana pun juga ia ingin merasakan bagaimana mempunyai masa-masa sekolah yang indah tanpa pembullyan.
Gadis itu menghela napasnya pelan, ia harus turun ke dapur untuk mendapatkan makanan di rumah itu. Namun, sepertinya asisten rumah tangganya, Bitna sedang berlibur seminggu dan entah akan ada makanan atau tidak.
“Astaga meja ini kosong sekali seperti tidak pernah diisi sesuatu!” seru Ae Ri sambil memegangi perutnya yang benar-benar sudah sangat lapar, sedangkan ibunya entah ke mana sepertinya sudah berangkat ke kantor lagi.
Ting...tong!
Suara bel membuat Ae Ri melangkah gontai ke arah pintu utama dan membukakan pintu tersebut dengan wajah yang sudah suram dan satu tangan diperutnya.
“Kau pasti lapar? Aku bawakan sesuatu, makanlah,” kata Han. Iya, Han! Pemuda itu masih lengkap memakai seragam sekolahnya dan memberikan sekantong plastik ayam goreng yang ia pesan dari restoran ternama.
Ae Ri melihat kantong plastik dengan bau yang sangat menggiurkan, itu adalah ayam goreng kesukaannya yang tidak bisa ia tolak, dengan ragu Ae Ri mengambil plastik itu kemudian tersenyum samar.
“Sudah kan? Kembali lah ke rumahmu!” usir Ae Ri dengan wajah masam. Han sempat terkejut karena Ae Ri yang begitu to the point dan ia rasa ia mulai menyukai mulut cabai rawit milik Ae Ri yang bisa membuat siapa saja tertipu karena penampikan Ae Ri yang sangat imut dan menggemaskan tidak cocok disandingkan dengan mulut cabai rawitnya yang selalu membuat orang emosi.
“Tidak berterima kasih kah?” tanya Han yang masih syok dengan mulut pedas Ae Ri. Gadis itu menggeleng cepat.
“Kau yang ke sini tanpa diundang, jadi kau seharusnya yang berterima kasih karena ayam ini aku terima,” kata Ae Ri dengan wajah imut yang mengesalkan itu.
“Baiklah, aku akan pulang. Jangan berikan uangmu pada teman-temanmu yang tidak tulus lagi, belilah makanan untukmu sendiri,” kata Han kemudian menaiki sepedanya yang ia parkirkan di depan rumah Ae Ri.