“Ah kenyang sekali, aku baru tahu bahwa kau sangat pintar membuat ramyeon,” kata Han seraya menepuk-nepuk perutnya yang sudah merasa sangat kenyang berharap bahwa jika ia menepuk perutnya, rasa kenyang itu tidak terlalu menyakitkan dan membuatnya sesak napas.
Ae Ri melihat Han dengan jijik, bagaimana bisa orang yang berada di hadapannya ini ternyata musuhnya?
“Jika sudah kenyang, tidurlah di lantai. Kau tidak diperbolehkan tidur di sofa apalagi di tempat tidurku karena kau tamu tak diundang,” ucap Ae Ri sambil membereskan mangkuk-mangkuk mereka berdua.
Han terdiam, ini seperti sebuah hukuman. Diberikan makan sampai kenyang, lalu dicampakkan dan disuruh di lantai yang amat dingin itu.
“Apa kau tega membiarkanku menggigil kedinginan? Aku sangat membutuhkan kasur atau sofa saja agar tubuhku tetap hangat,” kata Han dengan wajah memohon.
Ae Ri yang berada di dapur tidak menggubris ucapan pemuda itu, setelah ia mencuci piring ia mengambil sebuah selimut dan bantal untuk Han tidur.
“Pakailah ini agar tidak kedinginan, lagi pula di dekatmu ada penghangat ruangan. Tak ada alasan untuk kedinginan,” kata Ae Ri kemudian memasuki kamar mandi dan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur.
Han sedikit terpesona melihat aura Ae Ri yang semakin menonjol dengan pakaian tidur bergambar pikachu itu.
Jantung Han tiba-tiba saja berdegup kencang karena melihat Ae Ri dengan pakaian yang seperti itu.
“Bisakah kau mengganti bajumu itu? Pakailah yang sedikit lebih tebal,” kata Han yang salah tingkah.
Ae Ri melihat wajah Han dengan bingung padahal baju tidurnya sudah sangat tebal bahkan ia sudah seperti kue gulung yang memakai pakaian berlapis-lapis karena udara yang sangat dingin.
“Apa? Menurutmu ini kurang tebal? Hei, kau pasti sedang memikirkan macam-macam kan? Aku tidak akan pernah tidur dengan musuh, camkan itu!” kata Ae Ri kemudian naik ke tempat tidurnya.
Han tidak menjawab, benar kata Ae Ri mungkin memang otaknya saja yang sedang membayangkan macam-macam. Udara juga dingin membuat “adiknya” sedikit mengganggu.
“Astaga, kau ini kenapa Han?” tanya pemuda itu pada dirinya sendiri sambil menghembuskan napasnya panjang kemudian memakai selimut yang diberikan oleh Ae Ri.
Selimut itu sangat wangi hingga membuat Han membayangkan Ae Ri yang sedang memeluknya.
Satu jam.
Dua jam aman.
Ketiga jam akhirnya Han menyerah dan memilih untuk menengok Ae Ri yang sudah terlelap. Langkah pelannya membuat ia sampai pada tepi ranjang Ae Ri.
Tahu kan kalau Ae Ri jika sudah tertidur seperti apa? Ya, malam itu akhirnya mereka “Bablas” karena Han yang sudah tidak dapat menahan naluri laki-lakinya.
Tidur satu atap dengan wanita yang disukai membuat Han tidak bisa mengontrol perasaannya. Sebagai seorang pria ia sama seperti pria lainnya yang menginginkan tubuh orang yang ia cintai.
“Aku akan melakukannya dengan pelan-pelan, kau hanya perlu menikmatinya, Ae Ri. Kita akan mendapatkan surga malam ini,” bisik Han tepat ditelinga Ae Ri membuat wanita itu sedikit bergidik ngeri. Bagaimana bisa ia tidur dengan musuhnya sendiri?
Byurrr!
Satu siraman ternyata berhasil membangunkan Han yang sedari tadi benar-benar sulit untuk dibangunkan.
“A-ada apa ini?” tanya Han yang terkejut karena air membasahi wajahnya dan juga tubuhnya yang baru saja bangun dari mimpi indahnya itu.
“Sudah pagi dan sudah waktunya kau keluar dari apartemenku! Dan lagi, jangan pernah menyebut namaku dimimpi menjijikkanmu itu!” kata Ae Ri dengan tatapan yang benar-benar kesal.
Han yang belum sadar sepenuhnya melihat sekelilingnya dengan wajah bingung. Yang baru saja ia mimpikan itu sangatlah nyata hingga ia tidak bisa membedakan antara kenyataan dan mimpi yang berhasil membuat “Adik” kecilnya itu bangun.
“Astaga, apakah aku harus solo lagi?” tanya Han yang sudah muak dengan kegiatan “solo” itu padahal ada banyak perempuan di luar sana yang bersedia ia tiduri bahkan secara gratisan pun. Namun, entah mengapa ia hanya bernapsu pada Ae Ri seorang.
Han akhirnya memutuskan untuk bangun dari tidurnya dan mengganti pakaiannya yang sudah basah kuyup karena ulah Ae Ri yang memandikannya secara paksa.
Diam-diam Ae Ri tersenyum melihat Han yang seperti orang kewalahan. Sebagai wanita yang berpengalaman di ranjang tentu saja Ae Ri tahu bahwa kebutuhan biologis Han sedang tidak terpenuhi.
“Rasakan itu, otak kau terlalu kotor bahkan pada sahabatmu ini. Astaga, benar-benar memalukan,” kata Ae Ri dengan senyum yang tak henti-hentinya berada disudut bibir Ae Ri.
Setelah mengganti pakaiannya Han melihat Ae Ri yang sedang termenung menatap pagi hari di kota Seoul. Kota itu benar-benar tampak sibuk hingga tidak ada satu pun orang yang akan mempedulikan sesamanya bila mereka sedih.
Setiap sudut kota Seoul mempunyai bagian tersedihnya sendiri bagi setiap orang, bahkan bagi Ae Ri sendiri Seoul adalah tempat yang sudah lama mati untuk Ae Ri. Walaupun ia sangat menyukai Seoul, namun kenangan buruk sangat banyak di kota itu.
“Apakah suatu saat nanti kau ingin pindah ke suatu tempat dan memulai lembaran baru sebagai Ae Ri yang baru?” tanya Han seraya mendekati gadis yang sedang termenung itu.
Ae Ri melihat Han kemudian menatap kota Seoul lagi dengan tatapan sedih.
“Ya, suatu hari mungkin aku akan memulai kertas putih tanpa noda di hidupku. Namun, entah kapan aku masih belum menemukan waktunya. Aku masih mencari jati diri yang selama ini sudah hilang karena banyaknya kesakitan di hidupku, salah satunya kamu,” kata Ae Ri kemudian mengalihkan pandangannya ke arah meja makan.
“Makanlah dan segera pergi dari tempat ini, aku ingin berada sendiri di sini,” kata Ae Ri memberikan Han kode agar cepat menghabiskan sarapannya dan pergi dari tempat tersebut.
Han melihat meja makan kecil itu dan tersenyum, sampai sekarang Ae Ri masih hafal sarapan kesukaannya hanyalah sandwitch buah.
“Terima kasih karena masih mengingat sarapan kesukaanku,” kata Han dengan senyumnya yang benar-benar tulus hingga sulit bagi Ae Ri untuk tidak tersenyum juga.
“Jangan terlalu percaya diri, di tempat penyimpananku hanya ada sandwitch buah jadi jangan terlalu bangga kalau aku mengingat sarapan kesukaanmu, itu hanya kebetulan,” kata Ae Ri dengan cepat membuat Han tersenyum.
Ae Ri memperhatikan betapa lahapnya Han memakan sandwitch buah itu padahal ia adalah orang kaya sudah pasti ia bosan memakan itu terus menerus, namun Han benar-benar menghargainya.
“Sepertinya sebentar lagi kau akan berhenti menjadi wanita penghangat ranjang, kau akan aku pekerjakan menjadi wanita penghangat dapur. Masakanmu selalu enak, apa pun yang kau buat di dapur selalu saja berhasil dan membuatku selahap ini. Terima kasih karena masih memberlakukanku layaknya manusia, aku akan terus mengingat kebaikanmu,” kata Han kemudian berdiri dari kursi dan meninggalkan tempat itu sesuai perintah Ae Ri.