Han dari mobilnya dan memegang tangan Ae Ri agar memasuki mobilnya karena malam ini benar-benar sangat dingin ia khawatir karena hal ini Ae Ri jatuh sakit dan menderita lagi karena dirinya.
“Lepaskan aku! Aku tidak sudi masuk ke mobil itu dengan seorang penghianat, pergilah seperti dulu kamu juga tidak peduli pada nasibku,” ucap Ae Ri dengan tatapan yang benar-benar benci dengan Han.
Han menghembuskan napasnya kasar, bagaimana bisa ia membiarkan Ae Ri menderita lagi sementara seminggu lagi ia bisa memberi pelajaran pada ayahnya?
“Tolonglah, aku benar-benar tidak ingin berdebat. Masuk dan anggaplah aku tidak ada di dalam mobil itu. Aku akan mengantarkanmu pulang,” kata Han dengan suara rendah membuat Ae Ri menjadi tidak enak ingin membentak pemuda itu lagi.
“Pergilah sendiri, apartemenku tidak jauh dari sini,” kata Ae Ri kemudian melanjutkan langkahnya. Han tahu bahwa Ae Ri termasuk manusia keras kepala yang walaupun ia menderita ia tetap menolak bantuan dari orang yang ia benci.
Han memegang kepala dengan kedua tangannya kebingungan menghadapi Ae Ri yang selama ia kenal tak pernah sesulit ini.
Ae Ri benar-benar tidak pernah bisa melawan rasa bencinya karena ini semua sudah menyangkut keluarganya. Ayahnya, yang melakukan bunuh diri karena Kyung Mi yang menceraikannya membuat Ae Ri tidak bisa melupakan itu semua.
Han adalah satu-satunya yang membuat Ae Ri kecewa, kalau Ye-Jun yang melakukan itu mungkin Ae Ri masih bisa memaafkan karena bagaimana pun Ye-Jun yang mengepalai perusahaan Nongshim adalah saingan berat perusahaan CJ Cheil Dedang jadi ada kewajaran jika kedua pemilik perusahaan itu bersaing sampai darah penghabisan, namun bagaimana dengan Han yang saat itu masih remaja? Mengapa pemuda itu mengikut keinginan ayahnya?
“Benar kata orang bahwa yang bisa paling menyakitkanmu adalah orang yang paling dekat denganmu, aku sekarang baru paham arti semua itu. Kalau saja Han tidak mengikuti keinginan ayahnya pastilah rasa kecewaku tidak begitu besar.” Ae Ri mengatakan itu dengan air matanya yang sudah tak terbendung lagi.
Baru kali ini ia kecewa dengan orang yang paling ia percaya, Ae Ri kecewa karena gadis itu selalu mempercayai bahwa Han berbeda dari kedua orang tuanya. Namun, pada akhirnya Ae Ri tahu bahwa orang yang ia percayai menjadi perusak hidupnya.
“Bagaimana bisa dia dengan tidak tahu malu memunculkan dirinya di hadapanku dengan bergaya seolah-olah dia bisa membeli semua yang ada pada diriku? Bagaimana bisa dulu aku menganggap Han adalah orang yang paling waras di perusahaan Nongshim? Ini benar-benar suatu kecerobohan!” seru Ae Ri yang mengoceh sepanjang jalan yang dingin itu.
“Aku mengumpulkan keberanian tidaklah mudah, aku harus melawan rasa malu yang terus bersemayam di dalam lubuk hatiku. Aku ingin mengembalikan semua yang hilang dari hidupmu Ae Ri,” kata Han yang berada tepat di belakang Ae Ri.
Suara pemuda itu membuat Ae Ri terkejut karena sedari tadi ia mengoceh pada angin dan ia kira tidak ada yang mendengarkannya, namun ternyata Han mengikutinya dengan berjalan kaki. Mobilnya ia tinggalkan di jembatan Banpo tanpa takut mobil itu dibobol orang.
“K-kamu ngapain di sini? Cuaca sangat dingin kembalilah ke mobilmu dan pulang ke rumah ayahmu yang selalu kau turuti itu,” sindir Ae Ri dengan wajah kesal.
Han hanya bisa menatap Ae Ri dengan tatapan yang tak bisa diartikan, tatapan campur aduk tentang perasaannya selama ini yang tak pernah ia ungkapkan pada siapa pun selain pada foto Ae Ri yang menjadi wallpaper ponselnya.
“Cukup! Aku sudah cukup sabar selama ini menunggu saat-saat kita akan kembali seperti dulu. Bertahun-tahun aku selalu meyakinkan diri untuk menemuimu dan mengakui kesalahanku, aku mencoba menahan malu ketika menatapmu. Apa tidak ada kesempatan lagi? Kita masih punya banyak waktu untuk memperbaiki ini semua, kita masih muda untuk mengubah semuanya menjadi apa yang kita inginkan,” kata Han dengan suara parau yang benar-benar tak tahu harus berekspresi seperti itu.
“Kau sudah cukup dewasa untuk paham tidak semuanya bisa kembali seperti semula walaupun kau mengucapkan maaf ribuan kali, jadi pergilah jangan harap semua bisa kembali seperti semula. Bagaimana pun juga aku tidak ingin munafik jika aku tak bisa memandangmu seperti dulu lagi,” kata Ae Ri seraya merogoh saku mantelnya dan memberikan Han sesuatu yang sudah lama ia simpan baik-baik.
Hari ini sebenarnya dia ingin membuang gelang itu ke sungai Han, namun ia menahannya karena takut menyesali apa yang ia perbuat. Ae Ri memilih untuk kembali menyimpannya untuk ia kembalikan pada Han secara langsung.
“Ini gelang 6 tahun yang lalu saat kita baru kenal, kau yang sok akrab itu membelikanku gelang yang sama padamu. Katamu ini adalah gelang persahabatan dan kita berhak melepasnya ketika salah satu dari kita berkhianat, sekarang gelang itu aku kembalikan karena sudah tidak berfungsi lagi. Sahabatku telah berkhianat,” kata Ae Ri kemudian mengambil tangan kanan Han dan membukanya ia menaruh gelang berwarna merah itu di telapak tangan Han.
“Berhentilah mengikutiku, Ae Ri dan Han kini sudah meninggal sejak lama,” kata Ae Ri seraya menatap kedua mata Han dengan intens kemudian pergi meninggalkan pemuda itu dengan langkah pelan menuju pertigaan jalan kemudian menghilang dari pandangan Han.
Tentu saja hal ini membuat Han semakin merasa bersalah, Han paham bahwa Ae Ri sudah kehilangan kesuciannya karena dirinya. Ia juga tahu selama ini Ae Ri sengsara karena dirinya, namun bagaimana pun juga Han ingin menebus segala rasa sakit Ae Ri selama ini.
“Beri aku petunjuk bahwa kembalinya aku bukanlah suatu kesalahan, Ae Ri pasti kembali padaku,” kata Han dengan suara parau, tidak ada yang bisa memastikan Ae Ri akan bersikap hangat lagi padanya setelah ini. Benar kata Ae Ri bahwa mereka berdua sudah meninggal.
Raga mereka memang hidup, namun perasaan mereka benar-benar sudah mati hingga rasanya mustahil mempercayai kebangkitan. Ini adalah kesalahan terbesar Han karena tidak tahu bagaimana menjadi pria sejati di hadapan orang yang ia cintai itu.
“Kau pantas menghukumku karena hal ini, kau boleh memarahiku bagaimana pun juga perkataanmu tidak akan pernah bisa menyakitiku karena aku tahu perkataanmu tak setajam kehidupanmu yang penuh kesulitan,” kata Han dengan wajah frustasi.
Bertahun-tahun ia menunggu untuk memberi ayahnya pelajaran, namun ia malah kehilangan Ae Ri yang tak mengerti rencananya. Dunia membalikkan keadaan begitu cepat sehingga tidak ada satu pun orang yang bisa sadar bahwa dunia sudah berbeda dari yang sebelumnya dan ketika mereka sadar bahwa dunia telah berubah mungkin mereka akan menyesalinya.