BAB 10. BERTEMU SEKAR

1029 Words
. . Bulan hari ini kebanjiran order. Sejak semalam dia sudah dibikin sibuk membungkus pesanan konsumennya. Ibu hamil itu begitu mensyukuri banyaknya orderan yang dia terima. Dia memang sedang menabung untuk biaya persalinan. Memang masih ada beberapa bulan lagi. Tapi mengingat dia sebagai single mother, dia harus berjuang sendiri. Untung saja dia dikelilingi oleh orang baik hati. Mulai dari Dian, Putri dan juga pasangan pemilik kontrakannya. Setelah tau dia sedang hamil, mak Romlah malah rajin memberinya makanan jadi dan bahkan s**u khusus ibu hamil. Setiap kali Bulan menolak karena merasa tak enak hati, wanita paruh baya itu malah marah. Karena tak punya alasan untuk menolak makanya tiap hari ada saja yang diberikan mak Romlah padanya. Dan Bulan hanya bisa pasrah. Hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kebaikan keluarga itu. "Mbbanyak ffesannann Llaan?" Tanya Bu Maya ibunda Bulan. (Kalau kalian nemu nama ibu Bulan selaian bu Maya, info ya all. Biar aku ganti. Makasih. Begitupun kalau nemu nama yang nggak sesuai. Soale aku nulisnya kan nggak ajeg. Jd suka lupa) "Iya bu. Alhamdulillah, rejeki ibu dan dedek bayi," sahut Bulan sumringah. Bulan menjawab tapi tangannya masih sibuk mengemasi pesanan yanf harus dikirim hari ini. "Alhamdulillah," sahut Bu Maya yang kian lancar bicaranya. Hal yang sangat Bulan syukuri. Tak apa dia capek asal ibu dan janinnya sehat. Dibalik hal buruk yang menimpanya, ternyata terkandung banyak hikma di dalamnya. Setelah keluar dari keluarga Kusuma, perlahan tapi pasti hidup Bulan dan ibunya kian tertata. Bahagia dan tenang yang kini mereka rasakan. Meski tak lagi menyandang nama Kusuma. Bulan malah merasa hidupnya kini berjuta kali lebih baik dibanding masih tinggal dengan sang ayah. Di sana dia bahkan diperlakukan bak sapi perah tapi tak satu rupiahpun dia terima. Selama ini dia diam saja karena pengobatan ibunya ditanggung sepenuhnya oleh keluarga Kusuma. Tapi entah kenapa selama bertahun-tahun tak ada perubahan yang positif untuk kesehatan ibunya. Bahkan kesehatan ibunya kian memburuk. Wanita kesayangannya itu bak mayat hidup. Hanya jantungnya saja yang berdetak lemah karena tak bisa beraktifitas sedikitpun. Padahal ibunya dalam kondisi sadar, tidak koma. Setiap Bulan bertanya, dokter hanya bilang ibunya sedang dalam kondisi vegetatif. Tanpa mengatakan alasan ibunya bisa dalam kondisi tersebut. Mengingat hal itu Bulan mendesah panjang. "Bulan bersyukur bu kita bisa lepas dari keluarga Kusuma. Meski Bulan harus bekerja keras, setidaknya Bulan bisa menikmati hasil jerih payah Bulan," ucap Bulan yang langsung diangguki Bu Maya. "Entah apa yang diberikan dokter kepada ibu hingga ibu bertahun-tahun dalam kondisi vegetatif. Syukurlah sekarang kondisi ibu jauh lebih baik. Ibu cepat sembuh ya. Biar nanti bisa bantu Bulan jaga dedek bayi," ucap Bulan meraih tangan ibunya yang memang duduk tak jauh darinya. Bulab mengecup lembut jemari yang mulai keriput. "Apa dokter memberi ibu obat yang malah bikin ibu sakit?" Gumam Bulan entah kenapa terbersit pikiran itu. Karena baru beberapa bulan saja kondisi ibunya mulai ada perubahan. Padahal ayah katanya membawa ibu berobat ke dokter yang hebat. Apa mereka membohongi Bulan selama ini? "Ayah bilang membawa ibu ke dokter terhebat di negri ini. Makanya Bulan setuju mmebantu ayah di perusahaan, bahkan tanpa digaji. Meski Bulan harus lembur untuk mengerjakannya. Bulan rela. Asal Ayah mengobati ibu dengan pengobatan terbaik." Kenang Bulan mengingat bagaimana dulu dia kerja banting tulang demi perusahaan Ayahnya tetap berdiri hingga kini. Meski dia hanya lulusan SMA, tapi kemampuan bisnisnya tak kalah dengan lulusan S2. Insting bisnis Bulan sangat tajam. Sejak perusahaan dipegang Bulan, perlahan tapi pasti bisnis sang ayah mengalami perkembangan. Hal itu tentu saja menguntungkan Aji Kusuma. Sayang, lelaki itu tak menghargai kinerja putrinya. Apapun yang dilakukan Bulan tak pernah membekas di hati Aji. Hatinya sudah beku akibat bujukan dari istri keduanya itu. "Setiap Bulan mau menjenguk ibu, ayah tidak pernah membiarkan. Katanya 'kamu kerja aja yang benar, urusan ibumu itu biar ayah yang urus'. Anehnya ibu tak kunjung sembuh. Mereka membatasi akses Bulan untuk bertemu ibu. Seakan ada yang mereka tutupi. Maafkan Bulan ya bu. Harusnya Bulan lebih memperhatikan ibu," ucap Bulan penuh penyesalan. Kini dia yakin selama ini ayahnya tidak mengobati ibunya dengan baik. Dan Bulan tau siapa yang sudah membuat Ayahnya begitu tidak berhati. "Ibu nggak papa kan kalau pisah sama Ayah? Bulan nggak mau mereka masih punya alasan untuk mengambil ibu lagi," tanya Bulan sendu. Ibunya mengangguk dengan cepat. Ya, bagi bu Maya, sosok Aji Kusuma tak lebih hanya sebatas ayah dari Bulan. Perasaan cintanya sudah mati sejak pengkhianatan suaminya itu hingga membuatnya sakit. Ya, sakitnya bu Maya memang akibat mengetahui lerselingkuhan antara Aji dan juga Anggi. Berbeda dari yang orang lain ketahui, Bu Maya mengetahui perselingkuhan keduanya jauh sebelum keduanya di jodohkan. Entah ide siapa itu. Mungkin itu cara licik keduanya untuk menutupi perselingkuhan keduanya. Apalagi kondisi bu Maya yang tidak mungkin bisa mengungkapkan kebenaran yang ada. Mereka bebas mengarang cerita supaya belang mereka tak ada yang tau. "Bu, Bulan pergi dulu ya. Mau kirim paket sekalian mau ambil barang. Kata Dian barangnya sudah ada di bandara tinggal ambil saja," pamit Bulan sembari menyalami bu Maya yang asik dengan masa lalunya. "Bulan tinggal nggak papa kan?" Tanya Bulan lagi. Bu Maya mengangguk pasti. Tin "Bu, itu mobil gr*b nya sudah datang. Bulan pamit dulu. Ibu baik-baik ya di rumah. Bulan sudah nitip ibu ke mak Romlah. Bentar lagi pasti mak ke sini," ucap Bulan sembari mengeluarkan beberapa karung berisi paket yang sejak kemarin dia kemas. *** Setelah paket terkirim semua, Bulan melanjutkan perjalanan ke bandara sesuai rencananya. "Makasih pak," ucap Bulan keluar dari gr*b yang sudah mengantarkannya ke bandara. Dia menuju ke arah dalam sesuai arahan Dian. "Wah wah siapa ini yang nyasar di bandara. Kenapa? Mau nyari mangsa ya?" Ejek sebuah suara yang begitu dikenal Bulan. Malas meladeni Bulan terus melangkahkan kaki. Tapi sepertinya orang yang mengejek Bulan itu belum juga puas. Apalagi dia melihat perut Bulan tak selangsing biasanya. "Ternyata kamu mengandung anak gigolo itu? Sayang sekali kamu tidak bisa menggoda Tuan Tanu Sanjaya. Malah dapatnya gigolo," lanjut SEKAR. Ya, wanita itu tak lain adalah Sekar. Dan ternyata wanita itu tak sendiri, ada Tanu Sanjaya di dekatnya. Pantas saja wanita itu bisa begitu sombong. Tapi, bukannya sejak dulu dia memang sombong. Dan menganggap siapa saja tak selevel dengannya. Malas meladeni Sekar, Bulan terus melanjutkan langkahnya. "BERHENTI AKU BILANG!" teriak Sekar tak terima diabaikan begitu saja oleh Bulan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD