Chapter 6

1008 Words
Nafisah baru saja hendak istirahat ketika ponselnya berdering. Nama Rara terpampang di layarnya. Nafisah mengerutkan dahinya. Tumben gadis kecil itu menelponnya? Tak mau membuang waktu lagi, Nafisah segera menerima panggilannya. "Assalamualaikum, ya, Rara?" "Wa'alaikumussalam. Bunda, apakah Bunda ada dirumah?" "Iya, Bunda dirumah ada apa, Rara? Hari ini bukan jadwal mengajar les Rara, kan?" Rara tertawa kecil. "Iya, Rara tahu kok. Rara mau ketemu sama Bunda. Rara jemput ya?" "Rara mau ajak Bunda kemana? Memangnya sudah dapat izin dari Papa dan Mama?" "Iya, sudah dong. Rara mau ke permainan anak-anak yang baru di buka, Bunda. Tapi Rara nggak ada teman. Papa dan Mama sibuk." "Jadi Rara kesini sama siapa?" "Sama Om Irsyad Bun! Yaudah, Rara kesana ya, Bunda siap-siap. Dadaaaa, Assalamualaikum." "Apa? Sama Om Irsyad?" seketika Nafisah panik. "Rara, tunggu, Bunda-" Tut.. Tut.. Tut.. panggilan terputus. "Wa'alaikumussalam." lirih Nafisah akhirnya. Sekarang Nafisah bingung, jalan bersama Rara dan Irsyad nanti apakah semuanya baik-baik saja? Nafisah memegang degup jantungnya yang semakin berdebar kencang. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain mengalah dan pasrah untuk segera bersiap-siap. **** Mall Kota Bontang, pukul 14.00 siang. Kabar bahwa wahana dunia permainan anak-anak yang di bangun oleh salah satu minimarket terbesar sekaligus bercabang di kota-kota seluruh Indonesia memang baru saja di resmikan kemarin pagi. Salah satunya di kota Bontang ini. Rara terlihat ceria sambil memegang pergelangan tangannya. Tapi gadis kecil itu tidak menyadari betapa suhu tubuhnya panas dingin hanya untuk bersikap baik-baik saja. Terutama didepan Irsyad. Nafisah sedikit melirik ke arah Irsyad yang terlibat tampan dengan kaos santai berwarna putih berlapis jaket hitam beserta celana jeans berwarna khaki. Ntah kenapa Irsyad adalah kaum Adam ciptaan Allah yang sangat tampan bagi Nafisah. Tak hanya itu, sebelum menuju bagian wahana permainan anak-anak, tanpa ragu Irsyad mengajaknya untuk sholat Zuhur di mushola apalagi pria itu sempat di tunjuk oleh beberapa pria untuk menjadi imam sholat dadakan di mushola Mall tersebut. Ya Allah, melihat Irsyad menjadi imam sholat saja hatinya begitu tersentuh. Rasa suka pada pria itu semakin besar. Rara pun memilih berdiri sambil memperhatikan calon wahana didepan matanya yang sepertinya sedang ia pertimbangan untuk di mainkan. Sementara Nafisah, wanita itu memilih duduk di bangku panjang. "Bundanya Rara, ini.." Nafisah menoleh kesamping, tiba-tiba Irsyad mengulurkan sebuah minuman iced tea blend rasa coklat toping oreo. Tak hanya itu, dengan sopannya Irsyad memanggilnya Bunda nya Rara. "Kata Rara, kamu suka minuman ini, jadi saya berniat membelikannya. Terima kasih sudah menghibur keponakan saya." Nafisah hanya tersenyum canggung dan merasa malu menerima tawaran minuman kesukaannya itu. Irsyad memilih duduk di sampingnya, tas kecil milik Rara bergambar boneka kelinci itupun menjadi penghalang diantara mereka. "Terima kasih," ucap Nafisah akhirnya dengan suara pelan. "Hm, sama-sama." Tidak ada yang berbicara lagi. Meskipun sama-sama menatap Rara yang terlihat antusias, ntah kenapa Irsyad jadi canggung berada di samping Nafisah. "Oh iya, selama mengajar Rara, apakah dia ada kemajuan, Bun?" tanya Irsyad semata-mata untuk menutupi rasa canggung diantara mereka. "Alhamdulillah, dia baik dan cepat merespon beberapa mata pelajaran yang saya ajarkan, Mas." "Oh, Alhamdullilah, seperti yang saya lihat, Rara memang anak yang pintar. Kakak saya memang jarang memberi perhatian kepada putrinya. Dia dan suaminya benar-benar sibuk." Seketika Nafisah terdiam. Ia cukup terkejut mendengar penuturan Irsyad. "Di sisilain, Rara juga anak tunggal. Dia sering kesepian setelah Bunda selesai mengajar dirumahnya. Itu yang aku tahu dari pengasuh Rara." "Em, saya turut bersedih mendengar hal ini." ucap Nafisah simpatik. "Oh iya, ngomong-ngomong, Minggu depan Bunda ada dirumah?" Nafisah terkejut. "Memangnya, ada apa ya Mas? Mas mau kerumah saya?" "Em, iya. Saya ingin ketemu orang tua Bunda," Detik berikutnya Nafisah syok. Untuk apa Irsyad bertemu orang tuanya Minggu depan? Sebenarnya ia ingin bertanya, tapi tiba-tiba Irsyad memilih berdiri. "Wah, bukankah di sana ada Danish?" Nafisah menoleh ke arah yang di maksud Irsyad. Danish terlihat menggandeng pergelangan tangan Diyah sembari melihat-lihat arena permainan. "Danish!" Danish menatap kearah Irsyad. Ia tersenyum lebar, namun senyuman itu redup ketika melihat Nafisah ada disebelahnya. Demi menjaga situasi, Danish berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja. "Hai, Irsyad. Sedang refresing?" "Hm begitulah. Bawa keponakan kemari. Tiba-tiba Rara ingin di ajak ke area permainan." "Oh begitu. Diyah juga sama." Nafisah hanya diam, sembari menundukkan wajahnya dan menatap flatshoes yang ia kenakan. Merasa bingung harus bersikap seperti apa. Apalagi ketika melihat Danish. Padahal Danish baru saja kerumahnya beberapa hari yang lalu. Apa yang terjadi seandainya Irsyad mengetahui hal itu? "Om Irsyad! Om Irsyad!" Irsyad menoleh ke arah Rara. Gadis kecil itu memanggilnya hingga membuat pria itu akhirnya pamit pergi sebentar dan membuat keduanya berada di situasi yang canggung. "Papa!" Suara Diyah memanggil Papanya itu membuat Danish menoleh ke arahnya. Diyah terlihat ceria sambil bermain di wahana mandi bola. Senyuman Diyah lagi-lagi mengingatkan Danish bagaimana miripnya wajah putrinya itu dengan Alina. Nafisah masih menatap Diyah yang terlihat bersemangat. Namun tiba-tiba ia melangkahkan kedua kakinya hanya untuk mendatangi Diyah yang kini pindah ke wahana papan seluncur yang tinggi. "Sayang, hati-hati kalau mau turun." tegur Nafisah dengan meninggikan nada suaranya agar terdengar oleh Diyah. "Aku tidak apa-apa Tante, jangan khawatir." "Kamu yakin? kamu pernah terjatuh di prosotan. Jangan sampai terulang lagi.." "Iya Tante Nafisah! aku akan hati-hati. Papa lihat!" "Ada apa dengan Diyah?" tanya Danish yang tiba-tiba datang begitu saja. Kedua matanya menatap Diyah yang terlihat sangat aktip dalam bermain. "Aku hanya khawatir jika Diyah terjatuh lagi seperti dulu. Diyah pernah cidera jatuh ke samping prosotan karena tidak hati-hati." Seketika Danish terdiam, bagaimana mungkin Nafisah mengingat semua itu sementara ia sendiri tidak mengetahui kejadiannya di masalalu? Apakah ia dulunya sesibuk itu dalam mengurusi pekerjaan sehingga membuat nya begitu kurang perhatian pada putrinya sendiri? Danish menatap Diyah sejenak yang terlihat bahagia dan ceria. Mengingatkannya pada masa lalu ketika Alina mengajaknya bermain seperti itu. Danish tidak akan pernah melupakan momen tersebut apalagi menggantikannya dengan sosok wanita lain sekalipun itu Nafisah. Namun berbeda dengan Irsyad sendiri. Ia menatap Danish dan Nafisah dengan pandangan tidak suka. Rasa cemburu akhirnya menyelinap di hatinya.Ia benar-benar tidak mau kalau wanita yang ia sukai tiba-tiba didekati pria lain. Sekalipun pria itu adalah Danish. "Sepertinya aku harus segera menghalalkan Nafisah sebelum wanita itu di miliki pria lain." ❤❤❤❤
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD