Bertemu Lagi

1511 Words
"Oh.. Dr. Stefan kemarin bercerita jika bentuk Mansion Wycliff seperti kastil. Dan ini bukan kastil." Ellie bersyukur dia tidak tergagap saat mengucapkan kebohongan sepanjang itu. Itu berarti niatnya untuk menutupi identitasnya begitu kuat. "Dr. Stefan sepertinya orang yang unik. Sayang aku belum pernah bertemu dengannya." Jasper menerima alasan itu. "Lebih baik kalian tidak bertemu!" batin Ellie. Kebohongannya akan dengan mudah terbongkar jika sampai hal itu terjadi. "Ayo.. Mr. Wycliff sudah menunggu di lantai dua" Dengan gesit, Jasper mendahuluinya naik tangga saat mereka sampai di dalam. Degup jantung Ellie seolah bergaung di telinganya sendiri, mengiringi langkah kakinya menaiki tangga. Ellie sudah menyiapkan hati untuk pertemuan ini sejak jauh-jauh hari. Menyusun kalimat perkenalan, mengatur agar terdengar wajar dan berjarak. Tapi sepertinya tidak berguna. Susunan kata yang sudah dihapalnya, seolah jatuh berceceran seiring detak jantungnya. Jasper membawanya ke sebuah ruang kerja mewah dan luas. Tapi jenis kemewahan yang berbeda, dengan apa yang dilihat Ellie di Mansion Wycliff. Interior ruangan itu terlihat lebih modern, dengan d******i warna hitam dan abu-abu. Tirai, lukisan, meja, sofa, semua bergaya minimalis yang apik. Tembok bagian timur ruangan itu seluruhnya terbuat dari kaca, agar siapa saja yang ada di ruangan itu, bisa menikmati pemandangan hijau pegunungan berkabut putih, dan danau segar dengan air kehijauan yang tenang. "Rumah ini memang cocok sebagai tempat untuk memulihkan diri," batin Ellie. "Mr. Wycliff, terapis anda yang baru sudah datang." Jasper berdiri di sebelah kursi tinggi yang ada persis di depan tembok kaca itu, melapor. "Hmm.. aku harap akan lebih baik dari pada terapis yang sebelumnya." Ellie membenci kenyataan jika suara Raven masih begitu berpengaruh pada dirinya. Bulu halus di sepanjang tangan dan kakinya, menegak sempurna. Seperti dulu saat pertama kali mereka bertemu. "Saya juga berharap begitu. Anda sudah memecat sepuluh terapis sampai saat ini. Saya harap..." "Cukup membahas soal terapis. Kau punya pekerjaan yang lebih penting." Raven memotong penjelasan Jasper. Suara dengung mesin terdengar, saat kursi itu berbalik. Ellie menahan nafas, saat akhirnya wajah Raven terlihat. Dan tidak sesuai dengan keinginan Ellie yang mencoba untuk tidak terpengaruh, jantungnya mencelos panik seketika itu juga. Wajahnya tidak banyak berubah. Meski saat ini dia memakai kacamata hitam, Ellie masih bisa melihat jejak ketampanan yang sama seperti lima tahun lalu. Rahang, hidung, bibir.... semuanya masih bisa membalik isi perut Ellie. "Kau urus saja ini. Aku sudah mendengar semuanya. Dan ini koreksinya. Selesaikan semua laporan sebelum meeting besok." Raven menggeser kursinya sampai di belakang meja kerja, lalu meraih dua alat perekam suara yang ada di sana. Karena matanya, Raven tidak bisa memeriksa dokumen laporan secara biasa. Sebagai gantinya, Jasper membaca setiap detail laporan, merekam kata demi kata agar bisa didengar oleh Raven. Sebagai balasan, Raven juga merekam suaranya, agar Jasper bisa memperbaiki kesalahan atau meneruskan perintah Raven kepada bawahannya yang lain. Dengan begitu Raven masih bisa bekerja meski tidak secara langsung datang ke kantor. Dia menutupi kecelakaan itu dengan sempurna. "Saya akan selesaikan hari ini, sekaligus merekam laporan dari Paris." Jasper menerima tugasnya. "Ya.. kau lebih baik memulainya sekarang, atau kau akan pulang terlalu malam nanti." Raven menyuruhnya keluar dengan kibasan tangan. Kegugupan Ellie bertambah, saat Jasper keluar. Sadar jika dia hanya berdua saja dengan Raven sekarang. "Apa kau akan bernafas saja dan menjadi tidak berguna? Atau kau memilih menjadi berguna dengan memulai memperkenalkan diri." Raven menyandarkan kepala pada tangan kanan, sementara tangan kirinya mengetuk meja dengan tidak sabar, menunggu Ellie mengumpulkan nyawa. "P..perkenalkan, saya Hazel. Mulai hari ini akan bertanggung jawab atas seluruh terapi Anda. Saya sudah menyiapkan jadwal terperinci. Saya harap Anda berkenan untuk bekerja sama," kata Ellie, peuh kegugupan. Yang keluar adalah kalimat dengan nada datar, karena Ellie sudah menghafal seluruh kalimat itu ratusan kali. "Pfft! Apa kau robot? Kenapa nada suaramu seperti itu?" ejek Raven. "Ya.. Tuhan!" Ellie memekik dalam hati sambil memalingkan wajah. Raven dengan wajah tersenyum adalah ilegal. Meski senyum itu kentara adalah bentuk ejekan, tapi tetap mampu menambah nilai tampan untuk wajahnya. "Apa hanya Hazel?" "Maksud Anda?" Ellie bingung. Memang hanya dia yang dikirim oleh Stefan tidak ada terapis lain. "Maksudku, apa namamu hanya Hazel? Kau belum menyebut namamu secara lengkap!" Raven mendecak, mulai kesal. "Hazel Murdock." Murdock adalah nama keluarga ibunya. Ellie mencatutnya tanpa berpikir. "Baiklah Murdock...Aku..." "Saya mohon panggil saja Hazel. Saya..kurang suka dengan nama Murdock," sela Ellie. Ellie tidak ingin suatu saat Raven memanggilnya Murdock di hadapan Jasper. Dia akan curiga dengan adanya nama lain lagi. "Hhhh... Kita baru tiga menit bertemu dan kau sudah mengajukan syarat. Tapi baiklah..., Hazel. Sekarang bacakan detail jadwal yang telah kau susun." Raven mengeluh sambil kembali menopang kepalanya. Setelah menelan ludah, Ellie mulai membacakan seluruh jadwal yang telah disusunnya pada Raven. "Saya akan melakukan dua jenis latihan yaitu hydrotherapy dan latihan manual. Latihan Hydrotherapy ini akan berat, tapi latihan ini paling efektif mengembalikan fungsi otot dengan sangat cepat. Saya harap anda bertahan saat menjalaninya nanti." Perlahan suara Ellie kembali normal, saat menjelaskan seluk beluk pelatihan Raven. Dia menerangkan sesuatu yang menjadi keahliannya dengan lancar dan suara mantap, seperti biasa saat menghadapi pasien di rumah sakit. Sesaat Ellie melupakan jika yang ada di depannya adalah Raven, pria yang sangat dibencinya. Ada beberapa hal yang ditanyakan Raven, seperti detail durasi latihan dan sebagainya. Dia butuh semua itu untuk menyesuaikan jadwal kerjanya. "Yang terakhir, saya juga akan mengatur jenis makanan apa yang boleh anda makan. Saya harap anda maklum." Hazel menyudahi penjelasannya. "Kau juga akan mengatur makananku? Kenapa?!" Ini pertama kalinya Raven terlihat keberatan. Kemungkinan besar, terapis yang merawatnya sebelum hari ini tidak pernah menyarankannya. "Karena saya ingin memperoleh hasil yang lebih cepat. Ada beberapa jenis makanan yang bisa membantu memulihkan kekuatan otot dengan lebih cepat. Misal daging, ayam tanpa kulit dan kacang-kacangan. Dan tentu ada beberapa makanan yang harus anda hindari. Bukan karena berbahaya, tapi makanan tertentu akan memperlambat penyembuhan kaki anda. Seperti alkohol, gula dalam soda, dan tentu saja caffeine berlebihan. Selama masa latihan, saya harap Anda mematuhi peraturan ini." Sikap tegas Ellie keluar dengan sempurna. Dia paling tidak suka jika ada pasien yang membangkang. Selama Ellie memberinya ceramah panjang itu, Raven mematung dengan bibir terkatup tipis. "Aku harap hasil latihan ini akan benar-benar sesuai dengan apa yang kau rencanakan." Kalimat Raven terdengar biasa, tapi Ellie tahu jika itu ancaman. Jika setelah beberapa saat latihan itu tidak membawa kemajuan berarti pada tubuh Raven, bisa dipastikan dia akan dipecat. Bagi Ellie hal itu, terdengar menyenangkan awalnya. Tapi bukan sifatnya untuk bekerja dengan sembarangan. Dia membawa nama baik dirinya dan Dr. Stefan di sini. Ellie tidak akan melakukan perawatan setengah hati hanya agar bisa cepat pergi dari rumah ini. Ellie akan bersungguh-sungguh, meski pasiennya adalah Raven. "Hasil latihan ini juga akan bergantung dari niat dan usaha Anda. Asal Anda mengikuti semua pelatihan dengan bersungguh-sungguh, saya rasa semua akan lancar." Ellie menyerang balik dengan sedikit keras. Jika mereka gagal, bukan berarti dia yang salah, bisa jadi kesalahan ada di pihak Raven. "HA..HA...HA...." Raven terbahak dengan keras. Kali ini tidak ada senyum sinis atau ejekan. Itu adalah murni tawa karena dia merasa ada sesuatu yang lucu. Ellie sedikit terperanjat karena perubahan emosi yang tiba-tiba itu. "Kau sangat menarik... Baiklah, kita lihat nanti bagaimana ini semua akan berakhir," kata Raven, sambil meraba meja kerjanya. Dia mencari tombol yang ada di ujung meja. Tidak terdengar suara atau apa, saat Raven menyentuhnya. Tetapi beberapa saat kemudian, langkah kaki terdengar dari luar pintu. "Mr. Wycliff." Seorang wanita yang lebih tua dari Dr. Stefan masuk, setelah Raven mempersilakan. Dia bertubuh sedikit gempal, dan bahkan lebih pendek dari Ellie yang sudah mungil. Uban perak menutup puncak kepalanya dengan sempurna. "Hazel, ini Sophie. Dia adalah kepala pelayan di rumah ini. Jika kau ingin melakukan perubahan pola makan bicaralah padanya. Dia yang akan mengurusnya nanti. Mintalah padanya jika kau membutuhkan sesuatu di rumah ini. Jika kau butuh sesuatu yang tidak ada di rumah ini, minta pada Jasper, " kata Raven. "Sophie.. ini Hazel. Dia terapis baru yang akan merawatku." Mau tidak mau, Ellie menyadari betapa nada suara Raven berubah lunak saat berbicara dengan Sophie. "Baik, tuan." Sophie menjawab dengan singkat, lalu berpaling pada Ellie. "Nona Hazel. Saya harap nada betah. Jangan hiraukan bentakan kasar dan u*****n dari Mr. Wycliff. Mengumpat hanya bagian lain dari caranya bernafas, jadi jangan diambil hati." "Sophie!" Raven menegur keras. Tapi teguran itu tidak memberi efek berarti pada Sophie. Dengan santai, Sophie menggamit lengan Ellie, menuntunnya keluar dari ruangan itu, menuju kamar yang akan ditempatinya. *** "Istirahatlah, aku akan memanggil jika makan malam sudah siap." Sophie menepuk punggung Ellie pelan, sebelum meninggalkannya. Wanita itu ramah dan terlihat baik. Ellie sampai merasa sayang, karena dia harus bekerja pada majikan seperti Raven. Begitu pintu kamarnya tertutup, Ellie menyandarkan punggung pada tembok di sebelah pintu, lalu perlahan merosot ke lantai. Dia menekuk lutut, membenamkan kepalanya di sana. Pertemuan dengan Raven berlangsung tidak lebih dari dua puluh menit, tapi seluruh energi dalam tubuhnya seolah terkuras habis. Ellie mulai meragukan kemampuanya untuk bertahan berbulan-bulan di sini. Dan ada satu hal yang membuat Ellie semakin marah pada hatinya. Bukannya merasa lega luar biasa, saat ternyata Raven tidak mengenali suaranya, justru di hatinya tersusup rasa kecewa. Ada sedikit sel bodoh dalam otak Ellie yang berharap, Raven masih akan mengingat suaranya, dan mengenalinya Sel bodoh itu sekarang mengerut bergelimang kekecewaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD