Bukan Cinderella
"Itu rumahmu?" Ellie menunjuk bangunan yang ada di depannya, dengan mulut terbuka lebar.
Dia tahu Lonan adalah salah satu putra dari keluarga Wycliff, keluarga konglomerat Eropa dengan kekayaan yang jumlah nol-nya lebih dari sepuluh. Tapi melihatnya secara langsung seperti ini, membuat lutut Ellie tiba-tiba lemas. Lonan yang biasa bersamanya, terlihat santai dan membumi. Tidak ada jejak jika dia termasuk salah satu penghuni rumah yang lebih mirip kastil itu.
Jika Lonan tidak menyebut itu rumahnya, mungkin Ellie akan mengira jika bangunan luar biasa megah itu adalah istana raja Swedia, atau mungkin kediaman perdana menteri. Halamannya yang maha luas, kini ramai berisi jajaran mobil mewah, milik para tamu pesta yang lain.
"Ayo..."
Lonan mendahuluinya turun dari mobil, lalu membuka pintu untuknya. Kini tangannya terulur di depan Ellie dengan manis.
"Kau yakin aku boleh masuk? Lonan, aku merasa tidak pantas." Ellie dengan panik, memeriksa gaun yang dipakainya hari ini. Gaun itu indah sekali, sampai-sampai Ellie ingin menangis saat melihatnya siang tadi.
Gaun pesta itu berwarna merah, dengan aksen perak di ujung roknya. Buritan mutiara mungil menghiasi tepinya. Itu adalah gaun termahal yang pernah dipakai Ellie. Lonan yang menyiapkan semua itu. Termasuk sepatu, tas, dan juga kalung dan anting. Perhiasan itu kini menempel dengan cantik di telinga dan leher Ellie yang pucat.
"Kau begitu menawan malam ini Ellie. Aku yakin kakakku akan terkesan." Lonan membuka pintu mobil lebih lebar.
Ellie akhirnya menurunkan kedua kakinya yang gemetar. Sepatu pesta yang juga berwarna perak, terlihat berkilau saat sinar lampu hiasan taman menerpanya. Lonan dengan main-main menyebutnya sepatu kaca, tadi siang. Dan dengan perlahan, Ellie juga mulai merasa jika nasibnya mulai mirip Cinderella.
Dengan senyum lebar, Lonan menarik tangan Ellie, lalu menyusupkan lengannya lipatan tangannya sendiri. Sambil berjalan menuju tempat pesta, Lonan mulai menjelaskan dengan detail hal-hal yang dilihat Ellie. Ruangan dalam bangunan itu memang seperti istana. Ruang depannya penuh dengan barang mewah, lampu kristal dan jelas karpet mahal. Sejenak Ellie merasa silau dengan pemandangan itu. Matanya tidak terbiasa melihat semua kemewahan itu berada dalam satu tempat.
Musik lembut terdengar dari ruang dalam, tempat pesta berlangsung. Dan ruangan luas itu, juga berhias kemewahan yang hanya pernah Ellie lihat di dalam film. Saat melangkah ke dalam, Ellie semakin gugup.
Semua tamu memakai gaun yang sama mewahnya dengan gaun yang saat ini dipakainya. Semua pria memakai jas atau tuxedo, yang rapi tanpa kerutan. Mereka ingin tampak mengesankan bagi tuan rumah yang sedang berulang tahun. Pria itu saat ini perlahan berjalan menuruni tangga. Lonan membawanya ke bawah tangga, untuk menyambut pusat dari semua keramaian malam ini, Raven Wycliff.
Raven adalah kakak Lonan, dan merupakan pucuk tertinggi di semua lini yang beratas nama Wycliff, baik itu perusahaan, maupun keluarga. Kedua orang tua Lonan sudah meninggal, jadi kini Raven yang bertanggung jawab menjalankan bisnis dan juga kehidupan di mansion mewah ini.
Ellie memandang sosok itu denga seksama. Dan Ellie tahu kenapa dia bernama Raven dalam sekali pandang. Nama yang berarti gagak hitam itu cocok untuknya. Rambut Raven hitam sempurna, alis dan matanya juga di d******i warna hitam. Meski kulitnya sedikit pucat, tapi kesan hitam jauh lebih mendominasi sosoknya. Tuxedo hitam yang dikenakannya malam ini, semakin memperkuat kesan gelap yang meliputi tubuh tegap itu.
Dan Ellie juga mengerti kenapa banyak gadis di Eropa yang tergila-gila padanya. Raven bukan selebriti, tapi dia beberapa kali menghiasi halaman utama berita. Tentu bukan karena keberhasilannya dalam berbisnis, tapi karena kedekatan Raven dengan beberapa artis dan penyanyi yang terkenal cantik. Meski tidak pernah ada pengumuman resmi soal semua gosip itu, tapi Raven sudah terkenal sebagai penakluk wanita, terutama karena wajahnya yang tampan itu.
Jika dilihat sekilas, dia mirip dengan Lonan, tapi kesan yang ditimbulkannya jauh berbeda. Jika Lonan bernuansa hangat dengan semua keceriaan dan keramahannya, Raven terlihat dingin dan berjarak.
"SELAMAT ULANG TAHUN!" Lonan berseru sambil mengulurkan tangan, memeluk Raven. Sesaat Ellie bisa melihat wajah kaku Raven tersenyum samar.
"Aku tidak tahu kau akan pulang hari ini." Suara Raven juga sangat berbeda dengan Lonan. Suara itu berat dan sedikit serak. Dan entah kenapa bulu kuduk Ellie berdiri saat mendengarnya.
"Aku ingin memberi kejutan kehadiranku sebagai hadiah ulang tahun."
"Kau memberiku hadiah berwujud kehadiranmu? Murahan sekali." Raven tersenyum sebal, menanggapi lelucon Lonan.
"Bukan hanya itu. Aku ke sini juga untuk memperkenalkan Ellie padamu." Lonan menepi, memperlihatkan sosok Ellie yang tadi nyaris tersembunyi di belakang punggung Lonan.
"Ini Ellie Harken. Gadis yang kemarin aku ceritakan padamu."
Sebelum mengulurkan tangan, Raven menatap Ellie dengan seksama, dari ujung kaki sampai kepala, menilai. Setelah berjeda tiga puluh detik, dia akhirnya mengulurkan tangan.
"Raven," ucapnya.
"El..Ellie Harken." Ellie ingin mengutuk lidahnya yang tiba-tiba terasa kaku. Tanpa sadar, dia terlalu terpukau pada sosok Raven.
Setelah berjabat tangan sekilas, Raven segera mengalihkan perhatian pada Lonan, sepertinya tidak terkesan dengan sosok Ellie. Raven terus bertanya berbagai macam hal soal kuliah dan sebagainya pada Lonan. Meski terlihat kesal, Lonan tetap menjawab semua pertanyaan Raven.
Setelah puas menginterogasi adiknya, Raven lalu berjalan mengitari tempat pesta menyapa setiap tamu.
"Ayo! Aku akan mengambil minuman untukmu." Merayakan kebebasan dari cengkeraman kakaknya, Lonan menariknya menuju deretan meja yang berisi hidangan pesta, memutus pandangan Ellie yang menancap pada punggung Raven.
"Champagne dan buah." Lonan mengulurkan gelas berisi cairan berwarna keemasan. Dia juga menyuapkan beberapa butir anggur hijau langsung ke mulut Ellie.
Pemandangan itu membuat beberapa mata menyipit dengan iri. Meski Lonan bukan pewaris tahta bisnis Wycliff, dia tetap menjadi sinar terang bagi ngengat yang tertarik dengan kemilau harta kekayaan Wycliff. Jika tidak membawa Ellie, Lonan pasti sudah dikerumuni oleh pada gadis yang hadir di pesta itu.
"Aku harus berhenti meminumnya." Ellie meletakkan gelas champagne yang baru berkurang sepertiga ke meja.
Minuman itu lezat dan pasti mahal, dia sedikit sayang harus menyisakannya. Tapi kepalanya mulai terasa ringan. Toleransi tubuhnya terhadap alkohol sangat rendah. Dia akan mabuk parah, hanya dengan meminum setengah gelas bir yang paling murah sekalipun
"Oh..aku lupa. Apa kau ingin jus?" Lonan menawarkan.
Ellie menggeleng. "Kita mengobrol saja."
Sel-sel otak Ellie sedang sibuk mengendapkan kenyataan jika kekasihnya benar-benar bukan orang biasa. Ini membuatnya tidak tidak ingin mengunyah apapun.
Lonan tidak pernah menyembunyikan identitasnya, jadi Ellie tahu siapa Lonan dari sejak awal mereka bertemu di rumah sakit. Tapi skala kekayaan Wycliff jauh melebihi bayangan Ellie. Ada sedikit rasa antusias, saat mengetahui jika Lonan ternyata kaya-raya. Siapa wanita yang tidak menginginkan kekasih kaya raya? Namun kekayaan itu kini membuatnya takut, karena jurang perbedaan mereka begitu besar.
Dia hanya gadis biasa, yang tadi pagi hanya sanggup sarapan dengan roti bakar polos tanpa selai, karena harus berhemat. Biaya kuliahnya, menyedot hampir seluruh gaji yang dihasilkan Ellie sebagai perawat. Belum lagi keadaan keluarganya yang jauh dari kata indah.
Perbedaan gaya kehidupan Lonan dan Ellie tidak bisa hanya dijabarkan sebagai bumi dan langit, tapi bagaikan dasar palung terdalam dan langit ke tujuh.
"Sebentar, Raven hanya ingin meneruskan omelannya." Lonan menggerutu, sambil tersenyum masam, saat melihat kakaknya melambai memanggil.
Ellie mengangguk. "Tentu saja."
Lonan mengecup pipi Ellie sekilas, lalu berjalan bersama kakaknya menuju ruangan yang ada di sudut kiri ruang pesta.
Ellie terus menatap punggung Lonan yang kini berjajar bersama Raven. Mereka lalu menghilang masuk ke dalam ruangan berpintu putih. Ellie lalu memijit kepalanya yang masih terasa sedikit pusing karena champagne, tapi kepalanya sakit bukan hanya karena minuman itu.
Ellie masih sibuk berpikir soal status Lonan. Di balik semua kemilau kekayaannya, Lonan pria yang ramah dengan bonus wajah tampan. Perhatian, lembut---nyaris sempurna. Ellie mencintai Lonan karena semua itu. Ellie meyakinkan diri agar tidak terlalu silau oleh keadaan disekitarnya dan bersembunyi.
"Kau sendirian?"
Sapaan yang tidak terduga itu, menyentak Ellie. Seorang pemuda dengan senyum mencurigakan mengulurkan segelas champagne padanya.
"Oh.. Maaf. Saya sudah cukup banyak minum. Dan saya tidak sendiri. Kekasih saya ada di sana." Ellie menunjuk ruangan tempat Lonan menghilang.
"Oh, baiklah kalau begitu. Tapi aku rasa tidak ada salahnya jika kita berkenalan. Aku Caius Gustaf." Dia mengulurkan tangan, setelah meletakkan gelas bawaannya ke meja.
Tidak mungkin menolaknya tanpa bersikap kasar, Ellie mengulurkan tangan. "Ellie Harken."
Namun ternyata Caius tidak hanya menjabat tangan Ellie. Sambil tersenyum, dia menarik tangan Ellie, lalu mengecup punggung tangannya dengan sikap menggoda. Ellie terkesiap, dan segera menarik tangannya.