Kolam Renang

1108 Words
Ellie memeriksa pakaiannya sekali lagi, memastikan semua sempurna. Seragam baju dan celana biru gelap itu telah rapi. Begitu pula rambut dan sepatunya. Perbuatannya sedikit konyol, karena jelas Raven tidak akan melihat semua itu. Dan juga saat bertugas di rumah, dia tidak diharuskan memakai seragam. Tapi dengan memakainya, Ellie ingin menegaskan jika dia ada disini secara profesional. Lift yang ada di depannya berdengung menandakan jika Raven sudah turun. Lift itu khusus dibangun agar Raven bisa naik turun antar lantai di rumah ini dengan mudah. Rumah mewah ini berlantai tiga. Kamar Raven berada di lantai paling atas. Seluruh lantai tiga adalah kamarnya. Perpustakaan, kamar tamu, ruang kerja, kamar Sophie, Jasper dan pegawai lain ada di lantai dua. Ellie juga menempati salah satu kamar di lantai dua. Lantai paling bawah, di isi ruang tamu, ruang bersantai, serta ruang makan dan dapur. Sophie yang menjelaskan semua itu saat makan malam kemarin. Makan malam itu membuat Ellie lebih mengerti soal seluk beluk rumah ini. Selain Jasper yang bekerja sebagai sekretaris sekaligus sopir Raven, ada satu lagi pegawai pria yang lain di rumah ini, yaitu Marlow. Dia suami Sophie. Marlow adalah sopir yang mengantar Sophie jika dia ingin keluar. Dan dia bertanggung jawab atas seluruh lahan rumah, kadang dibantu oleh Sophie jika sedang senggang. Sophie tentu saja bertanggung jawab atas masakan, dan juga mengurus Raven selama dia sakit. Raven tidak mengizinkan siapapun selain Sophie untuk mengurusnya. Terutama setelah dia lumpuh. Kepercayaan yang wajar, karena Sophie adalah wanita yang sudah mengasuh Raven sejak kecil. Pintu besi itu perlahan menggeser terbuka, menampakkan Raven yang sedang duduk di kursi roda, dengan Sophie di belakangnya. "Pagi, Cantik!" Tentu saja sapaan ramah itu berasal dari Sophie. Tidak ada alasan bagi Raven untuk menyebutnya cantik. "Cantik?" Raven bahkan mempertanyakan keabsahan kata cantik itu, dengan nada mengejek. "Ya.. Sayang sekali mata anda buta, Mr. Wycliff. Anda akan bersorak bahagia jika tahu bagaimana cantiknya wajah Hazel," kata Sophie, dengan ringan. Sophie mengucapkannya bukan sebagai ejekan, tapi sebagai penyemangat agar Raven lebih termotivasi untuk sembuh. "Ya, aku sudah tidak sabar lagi untuk melihat wajahnya yang cantik," kata Raven dengan nada sarkastik. "Saya akan segera memulai latihan. Terima kasih, Sophie." Ellie mengambil alih kendali kursi roda itu, sekaligus menghentikan debat konyol diantara mereka berdua. Perdebatan itu jelas menyiratkan betapa dekat hubungan mereka berdua. Ellie yakin, jika ada orang lain yang mengatakan hal seperti itu pada Raven, mereka akan dipecat detik berikutnya. Tanpa berbicara, Ellie mendorong kursi itu ke area samping rumah, tempat kolam renang berada. Mereka akan memulai hydrotherapy hari ini. "Apa kau memakai parfum?" tanya Raven tiba-tiba. Membuyarkan susunan latihan yang terbentuk di kepala Ellie. "Benar. Saya tidak akan memakainya lagi, jika Anda keberatan." Seseorang yang kehilangan indera penglihatan, biasanya memang mengalami peningkatan sensitifitas indera yang lain, baik pendengaran maupun penciuman. Ellie hanya memakai beberapa tetes parfum, tapi mungkin hal itu sudah cukup untuk membuat Raven merasa terganggu. "Tidak perlu. Kau beraroma seperti apel. Bukankah biasanya wanita menyukai parfum beraroma bunga?" tanyanya. "Mungkin. Tapi saya kurang menyukainya. Menurut saya aroma buah lebih menyegarkan." Meski tidak ada yang salah dari percakapan itu, perlahan Ellie menyesal. Percakapan itu terlalu pribadi. Akan lebih baik jika dia tidak membahas aroma apa yang menjadi favoritnya. Kolam yang menjadi tempat terapi, berada di teras samping lantai dua. Kolam itu membuka langsung ke alam, tapi karena udara musim gugur sudah cukup dingin, kanopi besar dan tembok penutup yang biasanya terlipat telah di buka Marlow. "Selamat pagi, Mr. Waycliff. Pagi Hazel." Marlow menyapa, saat mereka tiba di tepi kolam renang. Dia ada di sini untuk membantu Ellie, mengangkat Raven. Berat tubuh Raven dua kali lipat berat tubuh Ellie, jadi tidak mungkin dia bisa menurunkan Raven ke kolam sendirian. "Suhu airnya kurang hangat, tapi untuk sekarang tidak apa-apa." Ellie mencelupkan salah satu tangannya ke kolam. Suhu air harus pas, agar otot dan syaraf Raven terbangun. "Aku akan menyiapkan suhu yang lebih hangat besok," kata Marlow. Ellie mengembangkan senyuman sebagai ucapan terima kasih. "Senyuman itu seharusnya kau simpan untuk Jasper, bukan mengumbarnya di hadapan pria tua ini." Marlow menggodanya lagi. Tadi malam saat mereka makan, dia melontarkan ide untuk mendekatkan Jasper dan Ellie, karena mereka sebaya, dan sama-sama single. Ellie menolaknya dengan tegas, tapi Jasper hanya tertawa, tidak menolak maupun menerima. "Kau baru di sini sehari, dan sudah mulai mendekati Jasper? Cepat sekali!" "Anda salah paham. Marlow hanya bergurau. Saya ke sini untuk bekerja, dan saya hanya akan bekerja." Raven tidak terdengar marah, tapi Ellie tiba-tiba merasa perlu untuk menjelaskan. "Terserah saja!" kata Raven, tidak lagi peduli. Ia lalu membuka ikatan bathrobe yang dipakainya. Dengan bantuan Marlow, Raven melepas bathrobe itu, menyisakan celana renang sepaha. Dan Ellie ingin menampar wajahnya sendiri, karena hatinya begitu mudah melupakan niat untuk bersikap profesional. Niat itu luluh menjadi debu, pada detik yang sama saat matanya menangkap pemandangan tubuh Raven. Jantungnya berdebar menggila, mengalahkan laju akal sehat. Ellie mengira bentuk tubuh Raven akan sedikit berubah, karena kecelakaan itu. Namun dia salah. Tubuh itu masih tegap sempurna, dengan otot perut liat terbentuk. Otaknya dengan mudah memunculkan kenangan menyebalkan, sekaligus mendebarkan saat Raven mencium dan merabanya. Ellie juga ingat jika tubuh itu telah merengkuhnya dengan hangat. "Hazel! Apa melamun menjadi pekerjaan barumu?" Raven menegur. Untung saja dia tidak melihat bagaimana wajah Ellie telah memerah sempurna. Hanya Marlow yang melihat, dan menertawakan Hazel tanpa suara. Tidak ingin mengundang tanya Raven. "Oh.. Maaf, sebentar." Ellie berlutut di sebelah kursi roda, mulai memeriksa keadaan kaki Raven. Sebisa mungkin Ellie menjaga agar matanya memandang ke bawah. Hanya bagian lutut ke bawah. Meski sudah beberapa bulan ini tidak terpakai, keadaan kaki Raven masih tampak lumayan segar. Di antara jajaran rambut, Ellie bisa melihat bekas otot yang terlatih. "Untuk hari ini, saya akan memulai dengan otot kaki bagian bawah. Tidak perlu menceburkan seluruh tubuh. Hanya duduk di tepi kolam dengan kaki di dalam air sudah cukup." Ellie memberi isyarat pada Marlow, memintanya menurunkan Raven. Marlow cukup sigap, dengan mudah dia menurunkan Raven, mengatur posisinya agar nyaman. Dan karena tubuh bagian atas Raven masih cukup sehat, dia masih bisa mengatur gerakan sampai batas tertentu. Ellie lalu membuka seragamnya, menampakkan baju renang full suit yang ada di baliknya. "Apa kau tidak salah kostum? Aku pikir kau akan menyelam." Marlow tertawa melihat tubuh Ellie yang tertutup sempurna, seperti penyelam. "Ini memang baju khusus untuk terapi air, Marlow." Ellie mengelak dengan meyakinkan. Itu bohong tentu saja. Ellie hanya tidak ingin berada di dekat Raven, sementara beberapa bagian tubuhnya terekspos. "Benarkah?" Marlow terlihat tidak percaya, tapi dia tidak punya alasan untuk membantah. Maka dia hanya mengangkat bahu. "Panggil aku jika sudah selesai, Hazel." Marlow berpamitan. Tugasnya di sini sudah selesai. Ellie melambai sebagai tanda mengerti. "Mari kita mulai latihan." Ellie perlahan turun ke kolam air hangat itu, dan meraih kaki Raven.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD