“Sabila, bangun!” Sayup-sayup terdengar suara Zayyan yang sedang memanggil namaku. Mataku terasa berat, tak ingin bangun, malah mengeratkan pelukan, seraya menggesek-gesekan kepalaku di benda keras. Tak peduli itu apa. “Sabila Putri, bangun! Sudah subuh, jangan peluk saya lagi!” “Euu, bentar doang. Masih ngantuk,” kataku dengan suara serak, mata terpejam. Saat aku tau sedang memeluk Zayyan dari belakang, aku tak peduli dan semakin mengeratkan pelukan. “Bangun dulu! Saya harus ke masjid.” Akhirnya aku melepaskan tangan dan kakiku, membalikkan tubuh, menyambung tidur nyenyakku. “Sabila, sudah subuh. Ayo bangun!” Zayyan menepuk pelan lenganku, tiba-tiba saja sesuatu dari perutku mendesak ingin keluar … Tut … pes. Aku tersenyum lega karena berhasil kentut. Perut pun ringan. Aku masih