Enam

1538 Words
Sekedar info.  di part ini, adalah pertama kalinya Jasmine bertemu dengan Stevany.  selamat membaca.... Jasmine sudah menghubungi Mira dua kali, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Dia ingin bercerita membagi kesedihannya dengan sang sahabat. Di percobaan ketiga, panggilannya tersambung, tapi bukan suara Mira yang dia dengar. Suara seorang wanita yang asing di pendengaran Jasmine. "Mira?" Panggilannya lagi untuk memastikan kalau dia benar menghubungi nomor sahabatnya. Terdengar krasak-krusuk dari seberang sana sebelum suara Mira mengambil alih. "Jasmine, ada apa?"  Suara lembut khas milik sahabatnya itu terdengar jelas. Jasmine penasaran Mira sedang bersama siapa sekarang. Namun, hatinya yang lebih penting. "Mir, kamu bisa datang ke sini nggak?. Aku butuh cerita sama kamu," Ucap Jasmine dengan suara bergetar.  "Kamu ada masalah apa?" Tanya  Mira, terdengar khawatir namun suaranya sangat lembut lembut. Sahabatnya itu memang memiliki sifat yang lembut dan polos.  "Aku putus dengan Angga, hiks..." Jasmine tidak bisa menahan tangisnya mengingat dia cukup berharaap pada Angga. "Bagaimana bisa? Bukannya kalian tidak ada masalah selama ini?" Tanya Mira  "Bisa kamu ke rumah aku aja, aku akan ceritakan semuanya di sini."   "Oke" Sambungan telepon tersputus sesaat setelah Mira mengatakan kalau dia akan datang. Jasmine menatap lama ponsel di tangannya. Layar telepon yang menampilkan fotonya dengan Angga saat mereka berada di taman kota. Dia jadi teringat dengan perkataan Jonathan. Jika pria itu benar-benar mencintaimu, dia seharusnya memastikannya, bukannya langsung percaya dan pergi begitu saja.  Sekarang dia jadi bertanya-tanya, benarkah Angga tidak pernah mencintainya?  Tidak lama terdengar suara mesin mobil tepat di depan rumah kontrakannya. "Jasmine!" Itu suara Mira. Jasmine berdir dengan cepat dan membuka pintu rumahnya. Dia mengangkat alisnya ketika orang yang pertama kali dia lihat bukanlah Mira. Wanita dengan tampilan glamour itu melihatnya dengan kesal. "Jasmine, kamu baik-baik saja?" Tanya Mira dari belakang wanita itu. Jasmine menggeleng, dia terharu karena Mira juga begitu peduli padanya. Dia kemudian mempersilahkan kedua orang itu masuk.  "Jasmine ini teman baruku namanya, Stevany" Kata Mira memperkenalkan mereka.  "Stevany" Ucap wanita itu sombong, namun tetap mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan wanita yang akan menjadi temannya itu.  "Dan Vany, ini adalah sahabat baikku. Namanya Jasmine" Kata Wanita itu lagi.  "Jasmine,"kata Jasmine menyebut namanya sendiri seraya membalas uluran tangan wanita bernama Stevany.  *** "Hiks... Angga adalah pacar ku yang paling baik" Jasmine masih menangis sesunggukan. Di sekitarnya tissue bekas pakai berantakan. Stevany meliihatnya dengan tatapan jijik. "Kita harusnya berada di acara amal, dengan di kelilingi banyak pria tampan. Bukan berakhir dengan wanita patah hati yang menjijikan," Sungut Stevany sedkit kasar namun, kata-katanya tidak berasal dari hati. "Aku tidak meminta mu untuk datang.." Marah Jasmine tidak terima. "Aku juga tidak akan datang kalau Mira tidak mengajak ku ke sini, dia takut kamu bunuh diri akibat di tinggal pacar mu itu," balas Stevany mengangkat dagunya angkuh. "Aku tidak sefrustasi itu untuk bunuh diri" Kata Jasmine tidak terima. Mira hanya menonton kedua temannya itu berdebat. "Kalau begitu kenapa kamu masih menangis? Wajah jelek mu terlihat semakin jelek.." ejek Stevany tanpa perasaan Dan perkataannya itu berhasil membuat Jasmine berhenti menangis. Wanita mendengus lalu mengumpulkan tissue bekasnya yang berserakan. Dia malas menangis di depan Stevany. Wanita itu benar-benar pintar mengejek orang lain. Stevany berdiri saat mendengar pintu di ketuk, "Mungkin itu pesanan ku" Katanya saat melihat Jasmine yang juga hendak berdiri. Jasmine memilih duduk dan membiarkan Stevany membuka pintu. Tidak lama wanita itu kembali dengan sebuah paper bag berukuran sedang di tangannya. Dia duduk dan mengeluarkan isinya. Dua botol Wine. "Ini akan membantu mu melupakan rasa sakit.." Kata Stevany antusias. "Memangnya minuman itu bisa menyembuhkan rasa sakit hati?" Tanya Mira polos.  "Kalau begitu tunggu apa lagi, ayo kita minum!"  kata Mira lagi. Stevany dan Jasmine sontak mendengus melihat keluguan Mira.  Jasmine berdiri dan mengambil tiga gelas dari dapurnya. Stevany menuang Wine ke gelas mereka masing-masing. "Jadi apa penyebab hubungan kalian putus?" Tanya Mira penasaran. Wajah Jasmine kembali mendung, ingatannya melayang pada kejadian kemarin siang. "Aku sedang kencan dengan Angga kemarin. Kami hendak merayakan hari jadi kami yang ke tiga bulan," Katanya mulai menceritakan. "Seperti anak kecil saja, hari jadi yang ke tiga bulan di rayakan" Kata Stevany sambil terkikik "Awalnya semua berjalan lancar, hingga tiba-tiba seorang anak laki-laki menghampiri ku dan memanggil ku mami. Bayangkan anak kecil itu memanggil ku mami di depan Angga.." Jasmine terus bercerita tanpa menghiraukan ejekan Stevany. "Angga langsung memutuskan mu setelah itu?" "Awalnya dia tidak percaya, tapi ayah anak kecil itu datang dan memanggil ku istrinya. dia menyebutkan nama lengkap ku. Dia menuduhku  berselingkuh dengan Angga" "Siapa orang itu?" Mira penasaran siapa pria yang punya anak, yang mengenal Jasmine. "Apa kamu ingat aku pernah bilang, kalau ada satu orang tua murid yang menyebalkan?" Jasmine memang sudah pernah bercerita pada sahabatnya itu. Mira menggeleng ragu. "Aku tidak ingat," katanya "Itu yang mamanya sudah meninggal," Tambah Jasmine lagi. "Iya, aku ingat, dia yang meminta mu untuk menemani anaknya meski sekolah telah berakhir?" Ucap Mira. "Kamu tahu, Angga menatap ku dengan tatapan terluka. Aku sudah berusaha menjelaskan tapi Jonathan Lee itu memang pria gila. Duda sialan yang merusak hubunganku dengan Angga" "Tunggu, aku sepertinya tidak asing dengan nama itu.." Stevany berusaha menggali ingatannya. Dia lalu mengambil ponselnya dan mengetikkan nama Jonathan Lee di kolom pencarian. "Ini orangnya?" Tanya sambil memperlihatkan gambar seorang pria dengan setelan jas lengkap yang diambil secara acak kepada Stevany. "iya, dia orang gila itu" Kata Jasmine membenarkan. Dia berusaha fokus dan tidak teralih dengan foto tampan pria itu.  "Woah!!" Stevany bertepuk tangan heboh. "Kalian berdua memang dua sahabat yang beruntung. Sama-sama beruntung karena dekat dengan Duda kaya paling diminati seantero negri" stevany cukup takjub dengan daya tarik dua orang yang baru di kenalnya itu. "Ckk, bagaimana bisa kalian seberuntung itu?" Kata Stevany tidak habis pikir. "Aku tidak sudi berurusan dengan duda gila itu" Sungut Jasmine, tapi sedetik kemudian dia meragukan perkataanya.  "Aku juga sedang berusaha menghilangkan perasaan ku ke pada William" Mira menenggak Wine di gelasnya dengan sekali teguk. Sahabatnya itu memang sedang bermasalah dengan majikannya yang juga merupakan seorang duda.  "Akhh.." Mira mengipas-ngipas lehernya yang terasa panas. Sementara Jasmine dan Stevany menertawakannya. Mira menyipitkan matanya saat rasa pening itu datang, pandangan matanya memburam. Tidak sanggup menahannya, Mira akhirnya jatuh tertidur. Hanya karena segelas Wine. "Aku tidak tahu kalau dia sepayah itu" Kata Stevany. "Ini pertama kalinya dia meminum minuman beralkohol. Jadi wajar saja" Jasmine mengangkat bahunya acuh. Siang itu tidak lama setelah mereka menghabiskan Wine, Jasmine dan Stevany juga menyusul Mira tidur. Ketiganya tertidur di rumah kontrakan Jasmine dengan beralaskan karpet bulu yang tidak terlalu halus, karena Jasmine membelinya di Tanah Abang. *** Jasmine terbangun saat rumahnya di gedor cukup keras. Dia melihat sekelilinganya, dan mencari keberadaan Stevany dan Mira. Akh,, dia lupa, kalau kedua orang itu sudah pulang semalam. Stevany yang terbangun dan pulang sendiri, lalu Mira yang di jemput pulang oleh William. Jasmine tersadar dari lamunannya, saat mendengar gedoran di pintunya semakin kencang. Dia bergegas membuka pintu. "Saya takut kamu kenapa-kenapa di dalam. Nggak biasanya buka pintu lama" Kata seorang wanita berusia empat puluhan.  "Sorry mbak May, baru bangun" Kata Jasmine tersenyum meminta maaf.  "Sebentar iya mbak" Pinta Jasmine pada wanita yang bernama Maya itu. Wanita itu merupakan pemilik rumah kontrakan yang dia tempati.  Jasmine kembali dengan sebuah amplop putih di tangannya. "Ini mbak, di hitung dulu," Kata Jasmine seraya memberikan uang sewa rumahnya untuk sebulan kedepan. Wanita itu menerimanya, lalu dengan sigap menghitung uang dalam amplop putih itu. "Pas, makasih, Jasmine. Semoga betah iya di rumah ini. Kalau ada apa-apa atau butuh sesuatu kamu bisa hubungi saya" Kata Wanita itu sambil memasukkan amplop putih itu kedalam tas yang di bawanya. Jasmine mengangguk, "Terimakasih kembali mbak," Jawabnya. Wanita itu kemudian pergi setelah selesai menagih uang kontrakan. Jasmine melihat jam di layar ponselnya, jam sudah menunjukkan jam delapan pagi.  Stevany kembali bersiap untuk naik ke atas tempat tidurnya. Hari Sabtu seperti ini waktunya Jasmine bersantai. Baru saja dia hendak memejamkan matanya, pintu rumahnya terdengar di ketuk lagi. Jasmine menggeram dan turun dari kasurnya, berjalan dengan malas menuju pintu lalu membukanya. Jonathan dan Jordan berdiri di sana.  "Ada perlu apa pak?" Tanya Jasmine tanpa basa-basi. Kepalanya masih pusing akibat dari mabuk kemarin. "Saya bisa titip Jordan sama kamu hari ini? Saya punya pekerjaan penting yang tidak bisa di wakilkan" Tanya pria itu. "Saya ingin istirahat pak. Ini hari libur" Jasmine mencoba menolak dengan halus. Lagi pula dia yakin kalau Jordan masih punya keluarga lain yang bisa dia kunjungi. "Saya akan membayar kamu satu bulan gaji untuk menemani Jordan satu hari ini" Mata Jasmine yang tadi sayu langsung membulat sempurna saat mendengar kata uang, terlebih dia juga baru mengeluarkan uang yang lumayan untuk membayar kontrakannya. "Oke," Jawabnya dan langsung mempersilahkan Jordan masuk ke dalam rumahnya. Jonathan memberikan tas perlengkapan Jordan. Lalu sebuah paper bag yang berisi makan yang dia beli dari restoran sebelum kesini tadi. "Saya tahu kamu belum sarapan" Tebak Jonathan dengan benar. Jasmine menerimanya tanpa sungkan. "Terimakasih pak," Ucapnya.  "Saya titip Jordan. Tolong jaga dia dengan baik" Pesan Jonathan dengan tegas.  Jasmine mengangguk, "Baik pak" "Jo, papa jalan dulu iya. Jangan nakal dan nurut sama bu Jasmine" Nasihat Jonathan. "Siap, papa!" Ucap Jordan dengan riang. Bocah kecil itu senang bersama dengan Jasmine. Setelah menitipkan Jordan, Jonathan kemudian pergi dengan mengendarai mobilnya. Sebenarnya dia tidak memiliki pekerjaan yang penting hari ini, Jordan yang merengek ingin bertemu dengan Bu guru kesayangannya itu. Jadilah dia berbohong pada wanita itu. Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD