Satu minggu berturut-turut, Jonathan meluangkan waktunya untuk mengantar dan menjemput sang putra. Sekalian mencoba peruntungannya untuk membujuk Jasmine mengasuh Jordan, putranya. Biasanya dia hanya menjemput Jordan tiga kali dalam satu minggu, selebihnya supir yaang yang menjemputnya, namun Jordan tetap di antar ke kantornya.
Tapi, sepertinya Jasmine pintar menghindarinya. Jasmine sudah tahu apa tujuan pria itu, dan sebisa mungkin dia menghindar. Pertemuan terakhir mereka, Jonathan terlihat seperti marah padanya. Namun dia tidak tahu marah karena apa.
Seminggu ini dia berhasil untuk tidak bertemu dengan pria itu. Dan sekarang mungkin adalah kesialannya, saat pria itu sudah berdiri di hadapannya.
laki-laki itu terlihat tersenyum saat melihat Jordan keluar bersamaan dengan Jasmine.
"Papa!" panggil Jordan sambil berlari kepelukan Jonathan.
"Hai jagoan," Sapa Jonathan. Pandangannya kemudian jatuh pada Jasmine yang berdiri di belakang Jordan. Jasmine yang di tatap begitu, hanya tersenyum formal.
"Maaf, apa kamu sudah berubah pikiran?" Tanya Jonathan langsung.
"Maaf, pak. Saya tidak bisa." Tolak Jasmine kekeh.
"Saya akan bayar berapa pun yang kamu minta." Jasmine melihat Jonathan dengan ragu, sebenarnya dia tergoda dengan tawaran itu, namun dia tidak bisa dengan syarat yang Jonathan ajukan. Pria mengatakan, kalau dia setuju, dia harus tinggal di rumah laki-laki itu. Hal itulah yang membuatnya berat. Sementara dia harus menjaga perasaan Angga, kekasihnya.
Jonathan jelas terlihat kecewa, namun dia tidak memperlihatkannya. Dia tersenyum dan mengangguk.
"Jika kamu berubah pikiran, kamu bisa hubungi saya" Katanya, lalu tanpa menunggu jawaban wanita itu lagi, dia menuntun Jordan masuk ke dalam mobil, kemudian meninggalkan kawasan sekolah.
***
Hari ini adalah hari Minggu, dan Jasmine sedang bersiap untuk pergi kencan dengan kekasihnya. Angga dan dia sudah berjanji untuk bertemu di salah mall kawasan Jakarta Pusat. Sebenarnya hari ini tepat tiga bulan kebersamaan mereka, Jasmine yang sedari awal sudah menaruh hati pada Angga yang merupakan pemilik kafe di depan sekolah tempatnya mengajar.
Jasmine menaiki taksi online yang di pesannya menuju tempat janjian mereka. Menempuh waktu sekitar empat puluh menit, Jasmine akhirnya tiba di depan sebuah Mall terbesar di pusat kota. Jasmine melangkah dengan hati riang, senyum di bibirnya tidak pernah luntur. Sepanjang jalanan membayangkan akan berduaan dengan Angga.
Jasmine melambaikan tangannya saat dia melihat Angga di lobby. Pria itu selalu tampil memukai di mata Jasmine, apalagi saat pria itu menggunakan pakain kasual seperti itu.
"Hai.." Sapa Angga sambil tersenyum.
"Maaf iya, kamu pasti sudah menunggu lama" Kata Jasmine tidak enak pada Angga. Angga tersenyum, lalu menggeleng.
"Aku belum lama kok" Balas Angga, dan dia memang belum lama, mungkin sekitar lima menit yang lalu.
"Jadi, kita mau makan dulu apa nonton dulu?" Tanya Angga sambil mengambil satu tangan Jasmine untuk dia gandeng.
Perlakuan Angga membuat wajah Jasmsine menghangat. Dia seperti wanita yang baru pertama kali berkencan. Jasmine mengalihkan pandangannya pada jam yang melingkar di tangannya, masih jam pukul sebelas menjelang siang. Belum waktunya untuk makan siang.
"Nonton dulu aja." Pilih Jasmine untuk pertanyaan Angga tadi.
Angga menangguk kemudian dia menuntun Jasmine pergi ke arah bioskop. Mereka memilih film gendre Action, Jasmine sebenarnya tidak terlalu suka, tapi karena Angga yang terlihat antusias, dia akhirnya setuju untuk menonton action terlebih dahulu. Se cinta itu memang Jasmine pada Angga.
Jasmine mencoba untuk memahami film yang mereka tonton, jadi saat nanti Angga bertanya dia bisa menjawab. Dan mereka tidak akan kehilangan topik pembicaraan.
Tidak seperti tekad-nya tadi, saat pertengahan film, Jasmine benar-benar bosan dan mengantuk, saat dia mengalihkan pandangannya pada Angga, pria itu fokus menonton tanpa menghiraukannya. Jasmine akhirnya memilih bermain ponsel sambil sesekali memperhatikan kea rah layar lebar di depannya.
Jasmine mendesah lega, saat film itu akhirnya berakhir. Dia membuat senyum manis pada Angga yang terlihat kecewa pada ending film itu.
"Kamu mau makan apa?" Tanya Angga.
"Karena tadi aku yang pilih film, sekarang kamu yang pilih kita makan di mana" Sambung Angga lagi.
"Aku mau makan seafood." Jasmine menunjuk restoran seafood di tidak jauh dari depan mereka. Angga mengangguk setuju.
"Boleh," Katanya, seraya menggenggan tangan Jasmine menuju restoran tersebut.
***
"Kafe kamu lancar, atau ada kendala?" Tanya Jasmine membuka topik pembicaraan. Mereka baru saja selesai makan, namun mereka masih berada di restoran.
Angga mengangguk. "Lancar, hanya saja aku kekurangan pegawai, salah satu pegawai ku mengundurkan diri kemarin," Jawabnya.
"Kamu ada teman yang butuh pekerjaan?" Angga balik bertannya.
Jasmine teringat dengan tetangganya yang baru saja di PHK . "Tetangga ku, dia baru menganggur".
"Kalau begitu suruh dia untuk datang besok, sekalian dengan CV-nya" Kata Angga. Dia tidak perlu menempelkan pengumuman di pintu kafenya. Dia juga hanya akan mewawancari satu orang saja.
Baru saja Jasmine ingin membuka mulutnya untuk menjawab perkataan Angga, tiba-tiba saja seorang anak kecil memeluknya dan memanggilnya mama.
"Mama, aku kangen" ucap bocah itu dengan sendu.
"Jordan?" Tanya Jasmine, mengenali bocah itu. Jordan mengangkat kepalanya dan mengangguk seraya senyum mengembang di bibirnya.
"Kamu sudah punya anak?" Angga melihatnya dengan wajah terkejut, sekaligus tidak percaya. Jasmine menggeleng pendek.
"Dia bukan anak ku, dia anak didik ku," UcapJasmine jujur.
"Mama." Jordan melihat Jasmine dengan mata berkaca-kaca, air matanya seakan siap untuk tumpah. Bocah itu mengingat perkataan Jasmine yang pernah mengatakan kalau dia boleh memanggilnya kalau dia sedang rindu dengan mamanya.
"Bunga Jasmine!. Apa segitu teganya, hingga kamu tidak mengakui anak kita?" Jonathan datang entah dari mana. Pria itu tersenyum licik.
"Saya memang belum punya anak" Bantah Jasmine kesal, dia melihat Jonathan dengan tatapan marah. Rasanya dia ingin melempar pria itu jauh ke planet mars. Jonathan melihat Jasmine dengan pandangan terluka.
"Tega kamu bun. Aku minta maaf, aku akui kalau aku salah, tapi Jordan anak kamu" Jasmine ternganga melihat pria itu. Dia pikir pekerjaan pria itu adalah aktor, lihat akting nya cukup bagus. Tapi, sungguh sial dia bertemu dengan mereka hari ini.
Angga berdiri, laki-laki itu mengumpulkan dompet dan ponselnya bersiap untuk pergi. Sudah jelas kalau dia di jadikan selingkuhan oleh wanita yang coba dia ajak serius menata masa depan.
"Angga kamu mau kemana?. Angga please dengarin aku dulu. Mereka bohong" Jasmine mencoba menghentikan pria itu.
Angga berhenti dan melihat Jasmine dengan tatapan kecewa, terluka dan juga marah bercampur dengan saatu. "Kamu pikir aku akan percaya dengan semua kebohongan kamu, tiga bulan J, tiga bulan kamu buat aku seperti orang d***u. Memandang kamu seperti gadis polos, namun ternayata kamu adalah seorang istri dan ibu yang jahat" Tandas Angga.
"Saya tidak mau melihat kamu lagi, kita berakhir" Angga kemudian melangkah meninggal kan keluarga kecil bermasalah itu.
Jasmine terduduk dan menangis, dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Tidak di pedulikannya tatapan pengunjung yang melihatnya dengan berbagai persepsi. Jonathan melihat gadis itu dengan tatapan bersalah, tapi dia tidak akan meminta maaf. Dia melakukan ini semua untuk putranya.
"Bu guru Jasmine, Jordan minta maaf." Jordan menyentuh tangan Jasmine. Dia sudah ikut menangis karena melihat wanita itu menangis, namun dia tidak mengerti apa yang gurunya itu tangisi. Jasmine menarik tangannya dari sentuhan anak kecil itu. Dia mendelik kesal pada dua orang gila, yang berhasil membuat hancur hubungannya. Jasmine mengambil tasnya lalu pergi meninggalkan restoran itu. Berjanji dalam hati kalau dia tidak akan kembali lagi ke restoran itu, dia sudah terlanjur malu.
Jasmine tidak menyadari kalau dua orang yang dia sebut gila itu mengikutinya dari belakang. Sesekali Jasmine mengusap pipinya yang basah oleh air mata. Saat tiba di lobby, dia memesan taksi online. Namun, belum dia mengklik tanda order, ponselnya direbut dari tangannya.
"Maling!" Teriaknya spontan. Jonathan pelaku yang sebenarnya langsung menutup mulut Jasmine menggunakan tangannya. Dia menunduk meminta maaf pada pengunjung yang melihat mereka.
"Ini saya," Kata Jonathan setelah melepas tangannya dari mulut Jasmine.
"Kami akan mengantar mu pulang, sebagai tanda permintaan maaf"Jonathan tanpa sungkan menarik tangan Jasmine. Namun Jasmine menyentak tangannya.
"Kembalikan ponsel saya" Kata Jasmine datar, dia menadahkan tangannya di hadapan Jonathan. Namun, alih-alih memberikan, Jonathan malah memasukkan ponsel Jasmine ke saku celana bahan yang dia pakai.
"Mari ikut kami," Katanya, lalu berjalan menggandeng Jordan kea rah mobil mereka terparkir. Jasmine masih berdiri di tempatnya, dia enggan mengikuti laki-laki itu. Tapi ponselnya.. Jasmine mendesah kesal lalu dengan berat hati dia mengikuti langkah kedua orang itu.
Jonathan menunggunya di samping mobil yang pintunya sengaja dia buka, pria itu mempersilahkannya untuk masuk. Jasmine sengaja menginjak kaki Jonathan saat dia hendak memasuki mobil pria itu. Dia tidak menyangka kalau laki-laki yang dia anggap gagah dan elegan itu mampu menghancurkan hubungannya hanya demi untuk kepentingannya sendiri.
Jonathan hanya berdecak pelan, dia kemudian memutari mobil dan duduk di bangku kemudi. Sepanjang perjalan tidak ada yang membuka percakapan. Jordan sendiri sudah tertidur pulas di bangku belakang. Jasmine, dia melihat melihat keluar. ingatannya kembali pada perkataan Angga. Tidak terasa air matanya kembali turun, dadanya terasa sesak mengingat berakhirnya hubungan mereka. Jujur saja Jasmine sudah membayangkan akan hidup bersama Angga di masa depan. Hubungan mereka memang masih terbilang baru, tapi Angga menjajinkan keseriusan, dan Jasmine sudah berharap besar.
Jonathan melirik Jasmine melalui ujung matanya, dan dia kembali mendapati wanita itu sedang menangis. Jonathan tidak bisa berbuat apa-apa selain menyodorkan tissue ke hadapan Jasmine.
"Maaf" Ucapnya dengan tulus.
Jasmine menoleh, dia menerima tissue dan mengusap air matanya. "Kalau bapak bisa mengembalikan hubungan kami seperi semula, saya akan memaafkan bapak," balas Jasmine tanpa melihat Jonathan. Dia enggan melihat pria itu, yang ada hatinya akan semakin sakit. Dia tidak habis pikir kalau laki-laki itu bisa melakukan hal se gila ini. Dia pikir Jonathan merupakan laki-laki yang baik. Meskipun beberapa kali dia menolak tawaran Jonathan dan terlihat kalau pria itu hanya menerimanya begitu saja. Namun dia ternyata memiliki rencana yang lain.
Jonathan tidak menjawab, karena dia tidak akan melakukan itu. Hatinya mengatakan kalau apa yang dia lakukan sudah benar. Dan ini merupakan kesempatannya untuk bisa membawa wanita itu ke rumahnya menjadi pengasuh untuk putranya.
"Tunggu berhenti!" Kata Jasmine berteriak.
"Ini bukan jalan ke rumah kontrakan saya," katanya lagi.
"Saya tahu, ini jalan menuju rumah saya" Balas Jonathan santai.
"Apa?. Tidak, turunkan saya!" Jasmine menggedor-gedor pintu mobil brutal. Dia berpikir, mungkin saja dia sedang di culik.
"Hei, saya tidak akan menculik kamu. Jadi tenang, oke?" Bujuk Jonathan, dia mengurangi kecepatan mobilnya dan berhenti saat lampu merah. Jasmine melihat Jonathan tidak percaya. Lalu saat menyadari mobil berhenti, dia kembali berontak.
"Tolong!.." Dia menggedor kaca jendela mobil. Menekan tombol untuk membuka jendela, namun ternyata tidak berhasil.
Jonathan melihat sekelilingnya, beberapa orang melihat kearah mobil dengan penasaran lalu yang lainnya terlihat tidak peduli.
"Turunkan aku! Pak, bu tolong!" Jonathan menatap Jasmine dengan tatapan jengah.
"Tutup mulut mu, kamu akan membangunkan Jordan!" Jonathan berucap tegas, nada marah terdengar dalam perkataanya.
"Duduk dan diam dengan tenang, kalau tidak..." Jonathan mendekatkan kepalanya kearah Jasmine.
"Saya akan melakukan apa yang kamu pikirkan."Tambah Jonathan, dan hal itu berhasil membuat wanita itu diam.
Jasmine bersingut merapatkan badannya ke pintu mobil. Berharap jarak semakin lebar diantara mereka. Sisa perjalan tidak ada yang membuka suara lagi, Jasmine sesekali melirik pria yang fokus menyetir. Pikiran negative belum bisa dia singkirkan dari kepalanya. Berbagai scenario buruk muncul di pikirannya.
"Saya hanya akan mengajukan kesepakatan dengan kamu." Kata Jonathan menjawab semua pikiran buruk Jasmine. Jasmine hanya melihat Jonathan, dia tidak mengatakan sepatah kata pun.
Tidak lama kemudia mereka tiba di sebuah rumah, atau lebih cocok di sebut mansion. Rumah dengan empat lantai serta ada dua bangunan di kiri dan kanannya. Halaman yang sangat luas. Serta lapangan golf mini di belakang rumahnya. Jasmine berdecak kagum saat baru memasuki ruangan utama rumah itu, beberapa lukisan mahal menggantung di dinding dan yang paling menarik perhatian Jasmine adalah foto keluarga yang dibingkai dengan apik dengan ukuran yang besar.
Sudah jelas kalau itu adalah foto keluarga Jonathan, foto berisi tiga orang. Satu anak kecil yang berusia kira-kira satu tahun serta kedua orang tuanya.
"Tunggu di sini sebentar, saya akan memindahkan Jordan dulu." Jonathan pamit dan memasuki sebuah elevator sambil menggendong putranya yang masih tidur. Jasmine tidak bisa tidak ternganga melihat hal itu.
Satu orang pelayan dengan seragam yang menurut Jasmine unik, datang menghampirinya. Wanita itu menunduk sopan, " Nyonya ingin di buatkan minuman apa?" Tanya nya tanpa meninggalkan kesopanan.
"Air putih saja." Balas Jasmine canggung karena di panggil Nyonya oleh pelayan itu.
"Anda tidak ingin jus, teh atau semacamnya?" Wanita muda itu kembali bertanya. Menurutnya kalau bertamu kerumah orang kaya, tidak etis meminta air putih. Majikannya pernah mengatakan, kalau tamunya minta air putih tawarkan yang lain. Menurut majikannya lagi, hanya orang miskin yang menawarka air putih pada tamunya, dan Jonathan adalah orang kaya. Sudah jelas kalau dia tidak akan menyuguhkan air putih pada tamunya.
"Teh saja kalau begitu."
"Baiklah, cemilan pendampingnya anda ingin apa?"
"Haruskah?" Jasmine balik bertanya.
"Teh biasanya di suguhkan dengan cemilan ringan." Jawab pelayan itu.
"Kalau begitu apa aja, saya bukan orang pemilih." Jasmine mengatakanya karena tidak tahu makan apa saja yang ada di rumah sebesar ini.
"Kalau begitu saya akan menyiapakan pesanan anda, mohon di tunggu nyonya." Kata Wanita itu pamit undur diri. Jasmine mengernyit, entah kenapa dia merasa sedang berada di kafe dengan pelayan VVIP.
"Kenapa tidak duduk?" Tanya sebuah suara mengejutkan Jasmine.
"Belum di persilahkan" Jawab Jasmine polos. Jonathan tersenyum dan menggeleng.
"Kalau begitu silahkan duduk." Katanya ramah.
"Maaf saya sedikit lama." Tambahnya lagi.
Jasmine hanya mengungguk, lalu duduk. "Langsung ke intinya saja pak, saya tidak bisa lama-lama." Jasmine kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, kemana saja asal dia tidak bersitatap dengan Jonathan. Dia merasa tidak nyaman, ada sesuatu yang tidak bisa dia jabarkan dan hal itu merupakan sesuatu yang baru.
"Seperti yang sudah kamu ketahui, kalau saya masih menginginkan kamu jadi pengasuh untuk Jordan."
"Dan seperti yang bapak ketahui juga, saya sudah menolaknya sejak awal," Balas Jasmine mengembalikan perkataan Jonathan.
"Tapi saya masih tidak tahu apa alasan kamu, beritahu saya. Maka saya akan mencoba memahami mu." Jasmine merasa ambigu dengan perkataan Jonathan.
"Pertama, saya tidak pandai mengurus anak kecil, kedua saya tidak ingin bekarja di luar sekolah, dari awal iu sudah menjadi prinsip saya dan yang terakhir, saya tidak tidak mau tinggal di sini, saya punya kekasih yang hatinya perlu saya jaga." Yang pertama tentu bohong bohong, keahliannya menghadapi anak kecil tidak di ragukan lagi, karena itu jugalah dia menjadi guru.
"Bukankah kalian sudah putus?" Jonathan menyeriangai kecil. Di ingatkan lagi dengan kandasnya hubungan percintaannya dengan Angga, membuat Jasmine emosi.
"IYa, dan semua itu karena kamu dan anak kamu!" Kata Jasmine marah.
"Saya sangat mencintainya, kami baru menjalin hubungan selama tiga bulan. Kami berniat serius dan berakhir di pernikahan. Kenapa anda tega sekali?" Jasmine kembali menangis. Jonathan melihatnya dengan datar. Ada rasa tidak suka saat mendengar Jasmine mengatakan kalau dia mencintai laki-laki itu, mungkin karena dia melihat kemiripan Jasmine dengan Valerie, mendiang istrinya.
"Itu bukan salah saya atau pun Jordan, tapi itu salah pria itu. Karena dia tidak percaya sama kamu. Bukankah seharusnya dia meminta bukti pada ku, kalau dia benar-benar mencintai mu." Perkataan Jonathan ada benarnya juga, Angga langsung percaya dan memutuskan hubungan mereka.
"Tapi tetap saja anda tidak seharusnya mengatakan hal seperti itu."
"Lupakan. Sekarang saya ingin kamu fokus pada permintaan saya." Kata Jonathan mengalihkan pembicaraan.
"Saya akan tetap menolak," Jasmine kekeh.
"Bagaimana kalau saya menyebarkan video ini?" Jonathan memutar sebuah video di ponselnya.
"Orang-orang akan menyerang kamu, karena telah menelantarkan anak dan suaminya demi bisa bersama pria lain." Mata Jasmine membulat saat melihat rekaman video itu.
"itu tidak benar."
"Tapi, orang-orang taunya itu benar. Orang-orang bersosial media biasanya hanya menghujat tanpa tau keadaan sebenarnya. Efeknya bukan untuk kamu, tapi keluarga kamu."Jasmine melihat Jonathan semakin kesal.
"Saya tidak peduli apa kata orang, mereka hanya akan membicarakannya sesaat, setelah itu mereka akan lupa." ucap Jasmine penuh keyakinan.
"Saya akan membagaikannya terus-menerus, sampai tidak ada satu orang pun yang tidak tahu kamu. Mereka semua akan mengenal mu sebagai wanita tidak berperasaan. Dan juga, tidak akan ada laki-laki yang mau sama kamu. Kamu akan sendiri seumur hidup mu."
"Anda tidak mungkin melakukan hal sekejam itu kan?" ucap Jasmine tidak percaya.
"Iya, saya akan melakukanya. Semua saya lakukan demi Jordan" Kata Jonathan memberi alasan.
"Anda benar-benar tidak manusiawi," Kata Jasmine marah.
"Jadi bagaimana?" Tanya Jonathan tidak terpengaruh dengan perkataan Jasmine.
"Apa saya punya pilihan?" Jasmine malah balik bertanya. Jonathan menggeleng sambil tersenyum puas.
"Kalau begitu mulai besok, kamu sudah boleh memindahkan barang-barang mu ke rumah ini-,"
"Tunggu, saya tidak mau tinggal di sini. Saya hanya akan menjaga Jordan di sekolah lalu setelah pulang sekolah, saya akan menjaganya hingga anda pulang. Setelahnya, saya akan kembali ke rumah saya."
"Tidak bisa, kamu harus tinggal juga di rumah ini. Di sini banyak kamar yang bisa kamu pakai tanpa harus bayar sewa."
"Kalau anda tidak menerima, usulan saya. Saya tidak akan mengasuh Jordan, silahkan sebar rekaman videonya" Jasmine berdiri, hendak pulang. Dia sengaja memperlambat gerakannya, berharap Jonathan berubah pikiran. Karena jujur dia tidak siap kalau video itu di sebar.
Hingga langkahnya sudah berada di depan pintu, Jonathan tidak juga menghentikannya.
Jasmine mendesah pelan, saat dia tiba di rumah nanti, hal pertama yang dia lakukan adalah menelepon keluarganya, menceritakan hal yang dialami hari ini. Tujuannya, agar saat video itu viral, keluarganya tidak tekejut.
"Jasmine!" Panggil Jonathan, menghentikan langkah wanita itu yang hendak melewati pintu utama.
"Baiklah saya setuju," Kata pria itu akhirnya.
Jasmine tersenyum lega, dia tidak harus bercerita pada ibu dan ayahnya. Jasmine berbalik dan melangkah kembali ke sofa di hadapan Jonathan.
"baiklah, saya akan menjaga Jordan mulai besok, di sekolah maupun di luar sekolah, tapi hanya sampai anda pulang kerja." Jasmine memperjelasnya lagi. Jonathan mengangguk setuju, Jordan pasti akan senang mendengar hal ini.
"Lalu bagaimana dengan pembayarannya?" Tanya Jasmine, dia tentu tidak mau rugi. Dia mengeluarkan tenaga, tentu harus ada imbalannya. Tidak ada yang gratis di dunia ini bukan?
"Saya akan bayar tiga kali lipat dari gaji yang kamu dapat dari sekolah," Kata Jonathan santai.
"Tiga kali lipat?" Tanya Jasmine tidak percaya. Sebenarnya dia mendapat gaji pokok dan tunjangan dari pekerjaannya mengajar, jika di total semuanya hampir mencapai tiga setengah juta. Dan jika Jonathan ingin membayar tiga kali lipat, bukankah itu mencapai sepuluh juta lebih. Jasmine tidak munafik, dia cukup terpana dengan bayaran yang Jonathan katakan.
"Apa itu kurang?" Tanya Jonathan.
"Eh tid-," Jasmine baru saja akan mengatakan cukup. Jonathan langsung memotong perkataannya.
"Bagaimana kalau lima kali lipat?" Tawar Jonathan lagi.
Jasmine mengangguk. "setuju," katanya seraya tersenyum tipis.
"Oke, kalau begitu kamu sudah boleh pulang. Supir akan mengantar mu" Jonathan kemudian memanggil supir pribadinya melalu alat canggih yang ada di meja sofa.
"dia sudah menunggu di depan, pulanglah."
Jasmine berdiri kemudian menunduk sopan, "Saya pulang dulu pak, sampaikan salam saya pada Jordan." Jonathan mengangguk pendek. Tanpa kata lagi Jasmine pergi meninggalkan rumah pria itu.
Bersambung...
Salam
Emhythoernip.