Waktu berjalan sangat cepat untuk Zulla dan semua orang yang ada di sekitarnya. Kalau diingat-ingat, perasaan baru kemarin gadis itu mengenakan seragam putih biru, sekarang sudah berganti saja menjadi putih abu-abu. Antara Zulla, Becca dan Vanko masih melanjutkan ke sekolah yang sama. Satu kompleks dengan sekolah mereka yang kemarin.
Hari ini adalah hari pertama bagi ketiga remaja itu masuk sekolah setelah melewati lima hari masa orientasi siswa minggu lalu. Benar-benar tidak menyangka kalau mereka sudah bukan lagi anak SMP.
"Ke kantin dulu yuk." rengek Becca kepada Zulla dan Vanko saat mereka akan menuju kelas.
Mata Becca sudah seperti mata panda. Gadis itu bahkan hampir sulit membuka matanya. Zulla hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri melihat teman baiknya terus-terusan menguap tiada henti sedari tadi.
"Ke kantin mau ngapain? Tidur?" desah Zulla.
"Nyari kopi." sahutnya lirih seraya melengkungkan kedua sudut bibirnya ke atas tapi malah terlihat menakutkan.
Langkah kaki Becca terhenti, gadis itu ganti berjongkok tanpa malu pada sekitar. Vanko merasa kasihan pada kekasihnya yang terlihat seperti zombie di pagi hari.
Tidak salah lagi, hubungan Vanko dan Becca bertahan sampai detik ini. Bahkan, seluruh teman SMP mereka tahu bahwa Vanko dan Becca adalah pasangan terbaik dan soulmate sekali. Mereka bahkan mendapatkan gelar sebagai best couple saat acara prom night kelulusan SMP kemarin. Guru-guru juga sudah banyak yang tahu bahwa mereka berdua adalah sepasang kekasih. Tapi selama itu tidak memengaruhi nilai mereka, guru-guru juga tidak melarang.
Hubungan persahabatan antara mereka bertiga juga baik-baik saja. Tidak pernah ada konflik selama ini. Apalagi drama Zulla cemburu pada Becca, tidak pernah terjadi. Kabar yang sempat beredar enam bulan lalu, beberapa orang mengira kalau Zulla menyukai Vanko dan cemburu pada Becca. Namun rumor tersebut sirna dengan sendirinya tertelan masa.
"Heh... Dulu dia yang kuper tentang Oppa-Oppa, sekarang dia yang gila enggak ketulungan sama Oppa-Oppa." Zulla mendesah lagi, kali ini bahkan gadis itu sampai menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Lo sama Zulla ke kelas aja dulu, biar gue beliin kopi." Vanko menarik pergelangan tangan Becca agar kekasihnya mau bangun dan lanjut berjalan.
"Hah... Mana upacara lagi. Ish... Kesel banget gue hari ini." rengekan Becca kembali terdengar.
Melihat hal ini, Zulla dan Vanko hanya bisa menggelengkan kepala mereka saja. Mendengar apa yang dikatakan Vanko, hal itu membuat Becca menganggukkan kepalanya mengerti. Akhirnya, Becca kembali berdiri setelah berjongkok beberapa menit. Mereka kembali berjalan menuju kelas yang sama karena ternyata mereka satu kelas.
"Lo nyampe rumah jam berapa sih emang?" heran Zulla karena Becca terlihat sangat mengantuk.
"Em? Gue nyampe rumah jam lima tadi. Semalam gue ketinggalan pesawat karena gue nungguin sesi foto sama Mino Oppa dulu." meski suaranya terdengar lelah dan mengantuk, tapi Becca bisa mengingat jelas apa yang terjadi semalam.
Tak habis pikir, Vanko dengan setia mendengarkan cerita Becca yang setengahnya sudah dia ketahui walau tidak jelas.
"Terus lo bisa foto sama Mino Oppa?"
Kepala Becca menggeleng pelan beberapa kali. Dia ingat apa yang dia lakukan semalam, menunggu di sekitar backstage dengan harapan bisa bertemu secara langsung dengan idolanya atau sekedar mengabadikan orang yang dia kagumi sebagai penyanyi Kpop keluar dari backsage.
"Kata salah satu penonton yang di sebelah gue di sana semalam, bakal ada momen mengantar idola pulang gitu. Eh ternyata enggak."
Kalau diingat-ingat, Becca sedikit kesal akan hal itu. Padahal kalau dia tidak berdiam di sekitar backstage semalam, dia tidak akan ketinggalan pesawat dan tidak akan memiliki mata panda seperti ini. Kalau saja Becca menemukan orang yang sudah berkata seperti itu semalam, ingin sekali Benda melabraknya habis-habisan.
"Terus pas ke bandara, udah ketinggalan pesawat. Beli tiket baru, ternyata delay dua jam."
Kepala Becca mengangguk mengiyakan apa yang dikatakan Vanko. Semalam, saat masih di bandara, Becca memang menelepon Vanko dan bercerita kalau dia mengalami hal ini.
"Ish... Ntar kalo nonton konser lagi, jangan gampang dibegoin. Gue udah ketar-ketir, cemas plus khawatir gue kemarin waktu inget lo pergi ke Singapore buat nonton konser sendirian." desah Zulla yang memang kasihan pada teman gadisnya.
"Kalau gue bisa ikut, gue pasti ikut deh."
"Ish... Enggak apa-apa, buat pengalaman gue aja." angguk Becca yang juga tidak menyalahkan Zulla karena kejadian semalam.
Awalnya, Zulla juga mau pergi menonton bersama Becca. Tapi karena tiba-tiba Alexa kontraksi dan mau melahirkan, jadi Zulla membatalkan niatnya yang ingin pergi menonton konser. Di hari itu, Zulla resmi memiliki adik lagi dan kali ini perempuan sepertinya.
Saat sudah sampai di depan tangga menuju kelas, Vanko pamit buat pergi ke kantin dulu mencari kopi untuk Becca. Selama ini, Vanko memang menepati janjinya untuk tidak membuat Becca menangis dan tidak mempermainkan Becca. Lelaki pemilik dagu lancip itu menepati janjinya sampai sejauh ini.
"Adek lo gimana? Udah dibawa pulang?"
"Udah kemarin, Bunda gue juga udah dibawa pulang sama Ayah. Enggak nyangka gue punya tiga adik." kekeh Zulla.
"Cis... Asik kali punya sodara banyak. Daripada gue, anak tunggal enggak punya sodara. Enggak punya tempat buat ngadu, buat berbagi, buat bercanda, yang ada kesepian."
Selama berjalan menuju kelas, ada beberapa murid lain yang menyapa mereka berdua. Tidak terlalu banyak wajah baru yang mereka berdua lihat di bangku SMA ini. Karena kebanyakan juga teman mereka saat di SMP dulu. Meski ada beberapa anak baru, tapi juga tidak banyak.
"Lo ngomong apa sih? Masih ada gue kali yang bakal jadi temen lo, bakal dengerin keluh kesah lo, tempat lo buat mengadu dan berbagai."
Senyum cantik merekah di wajah Becca. Gadis itu menganggukkan kepalanya mengerti. Rasanya beruntung sekali memiliki teman seperti Zulla.
Sampailah mereka di kelas, dan ternyata Vanko juga berhasil menyusul mereka dan jadinya mereka sampai di kelas bersamaan. Cepat sekali lelaki itu mencari kopi ke kantin.
"Nih kopinya." segelas americano yang Vanko dapatkan di kantin, dia berikan pada Becca.
"Thanks ya." dengan senang hati, Becca menerimanya dan langsung meminumnya.
"So sweet banget sih kalian. Gue jadi iri, pengen punya pacar juga." kikik Zulla yang kadang kali dia merasa gemas pada pasangan Vanko dan Becca.
"Nih, gue beliin buat lo juga."
Kali ini, Vanko ganti memberikan segelas es coklat pada Zulla. Seperti rasa kesukaan gadis itu.
"Wah... Thank you, pacar orang atas perhatiannya." dengan senang hati, Zulla menerimanya.
Berada di situasi ini, bukan Zulla yang benar-benar iri sebenarnya. Tapi malah Becca yang entah kenapa setiap Vanko memberikan perhatian kecil pada Zulla, dia akan merasa iri dan juga cemburu. Padahal sudah jelas, di antara mereka berdua, kekasih Vanko adalah Becca dan hubungan mereka sudah bertahan dua tahun setengah lamanya.
"Gue mau duduk lah, capek." putus Becca yang memang merasa lelah.
Gadis itu langsung duduk begitu saja tanpa melihat di bangku ada siapa. Sampai akhirnya, seisi kelas dikagetkan oleh suara teriakan yang begitu mengagetkan.
"Ahhh... Punya gue kedudukan!" teriak seorang lelaki dengan suara lantangnya.
Sontak hal itu membuat Becca langsung kaget dan seketika berdiri lagi. Matanya melebar ketika melihat ada seorang lelaki berwajah tampan nan imut menjadi satu. Bukan hanya Becca yang kaget, tapi seisi kelas pun kaget.
Lelaki yang berteriak tadi berdiri seraya meringis merasa sedikit nyeri usai dijatuhi tubuh Becca. Ya, meski kecil tapi tetap saja sakit. Sedangkan Becca, dia sudah was-was sendiri. Kantuknya hilang seketika, bukan karena kopi pemberian Vanko tapi karena kejadian barusan.
"Ciee... Becca abis ngerasain gesekan." goda salah seorang teman sekelas mereka.
Mata Zulla menatap Becca yang bergetar, dia merinding dan panas dingin sendiri mengingat apa yang barusan dia lakukan. Dia tidak menyangka kalau dia barusan benar-benar menduduki lelaki di depannya itu yang sedang berkacak pinggang.
Syut... Ntar cowoknya nanti marah.
Sebuah suara membuat Vanko dan Becca sedikit terganggu. Tapi mereka berdua bersikap seolah-olah mereka tidak tahu apa-apa.
"Sorry, gue emang salah. Tapi gue enggak sengaja ngelakuin itu, gue kira enggak ada siapa-siapa yang duduk di bangku itu karena itu bangku gue." kata Becca sedikit gemetar takut saat berusaha menjelaskannya.
"Temen gue enggak sengaja, gue harap lo ngerti. Lagian, lo juga duduk di bangku dia." Zulla tentu membela Becca karena teman gadisnya itu memang benar-benar tidak sengaja.
Tanpa diduga, lelaki tadi malah terkesima pada Zulla. Lelaki itu terbius oleh kecantikan Zulla yang menatapnya aneh.
"Ish... Kalau punya gue bangun, emangnya temen lo bakal tanggung jawab?" desahnya seraya menatap kesal dan setengah marah pada Becca.
Sebuah kata yang berhasil membuat Zulla dan Becca bingung.
"Sorry, gue beneran enggak sengaja bikin lo sampai bangun begini terus ikut marah-marah." sahut Becca yang tidak nyambung karena memang dia tidak paham apa maksud lelaki di depannya.
"Lagian, mau temen gue penggak sengaja ngedudukin lo atau enggak, lo tetap harus bangun dan pindah tempat karena itu bangkunya Becca sama cowoknya." Zulla kembali bersuara karena dia tidak mau dirinya dan Becca kalah.
Tanpa diduga, Vanko meraih jemari Becca dan menggenggamnya erat. Lelaki itu menarik Becca agar lebih mendekat dengannya. Tatapan nyalang ada di wajah Vanko sekarang. Entah apa yang membuat Vanko tidak terima saat lelaki di depan mereka itu bicara tidak senonoh pada Becca. Vanko maju selangkah dan menatap sinis ke arah lelaki tampan berkulit putih itu.
"Emang cuma karena hal enggak sengaja yang dilakuin cewek gue barusan, punya lo jadi bangun sekarang? Mau nyoba gue bantuin ngocokin enggak?" tanya Vanko disertai wajah sinisnya.
Tentu saja, hal itu membuat orang-orang yang mendengar terkaget-kaget. Terutama Zulla dan Becca. Mereka tidak menyangka kalau Vanko akan berkata seperti ini.
"Gue bukan gay, tapi kalau cuma buat bantuin lo juga gue masih bisa. Daripada gue nyerahin cewek gue buat tanggung jawab sama punya lo yang bangun." sambung Vanko lagi.
"Lagi pula, cewek gue udah bilang sorry dan dia enggak sengaja. Enggak usah belagu lo jadi anak baru di sini." gertak Vanko.
Becca dan Zulla tahu sekarang kalau yang dimaksud murid baru itu tentang hal yang lebih dewasa. Tentunya karena setelah mendengar Vanko berkata seperti itu. Meski tidak secara gamblang tapi sedikit-sedikit juga kedua gadis itu tahu beberapa kata yang sering digunakan dalam obrolan lelaki. Bukan hanya lelaki memang, perempuan pun banyak yang yang menggunkan kalimat itu saat mereka berbicara hal-hal khusus atau saat sedang berkumpul dengan teman saja dan bercerita tentang kehidupan lelaki atau kehidupan pribadi para perempuan itu.
Melihat sikap dan tingkah Vanko sekarang, hal itu semakin membuat Zulla merasa bahagia. Dia bahagia karena Becca memang mendapatkan lelaki yang baik dan selalu menjaganya seperti Vanko.
Rasa iri dan cemburu yang sempat melanda Becca ketika melihat Vanko perhatian pada Zulla tadi seketika lenyap. Rasa senang kini ganti menghampiri Becca. Ada kesenangan tersendiri yang tak bisa dijelaskan menggunakan kata-kata saat mendengar Vanko begitu membelanya dan bahkan sangat mengakuinya sebagai kekasih.
"Hahaha... Gue cuma bercanda doang."
Tanpa diduga lagi, lelaki yang tadi marah dan berteriak pada Becca kini hampir tak dapat berkata-kata. Hal itu membuat Vanko hanya tersenyum sinis saja.
"Gue maafin karena lo juga enggak sengaja. Gue juga minta maaf karena gue juga udah keterlaluan." sungguh hal yang tidak diduga.
Zulla heran saja, kalau bisa damai seperti ini. Kenapa tidak dari awal saja, kenapa harus menunggu dirinya dan kedua temannya menggunakan urat bagaikan bakso.
"Dasar orang aneh." gumam Zulla seraya duduk di bangkunya yang ada di depan bangku Becca.
Vibes garang yang ditunjukkan lelaki tampan itu hilang sudah saat dia tersenyum amat manis. Kening Becca sampai mengerut melihat lelaki itu yang tidak tahu kenapa malah tersenyum.
"Minggir lo, gue sama cewek gue mau duduk." tak segan-segan, Vanko bahkan mengusir lelaki itu dari bangkunya.
"Ish... Ya biasa aja kali."
Bukannya langsung pergi begitu saja seraya membawa tasnya, lelaki yang memiliki mata sipit saat tersenyum itu malah menggerutu terlebih dahulu.
Setelah lelaki itu tidak lagi di sana, Becca langsung duduk di samping tembok dan Vanko di pinggir. Sebenarnya, bangku tadi adalah bangku Vanko. Tapi kadang juga mereka berdua bertukar tempat duduk. Walau seminggu kemarin mereka hanya MOS belaka, tapi sudah cukup membuat mereka nyaman berada di kelas dan di tempat duduk itu.
"Gue boleh duduk sini ya, kosong 'kan?"
Tak menyerah, lelaki yang tadi diusir oleh Vanko itu duduk di bangku kosong samping Zulla dan yang artinya di depan Vanko pas. Kebetulan sekali, di bangku itu belum ada yang menempati.
Sebenarnya, Vanko ingin duduk bersebelahan dengan Zulla lagi. Tapi sayangnya, Becca juga sekelas dengan mereka, jadi mau tak mau, Vanko pun memilih duduk di samping Becca meski gadis itu tidak memintanya.
"Gue boleh kenalan enggak? Nama gue Lingga, nama kalian siapa?"
Sungguh, lelaki yang mengaku bernama Lingga itu seperti orang tak mengenal rasa malu sekecil pun. Habis mengagetkan Becca dan seluruh penghuni kelas dengan hal ambigunya, lalu berdebat sebentar dengan Vanko, kemudian diusir dan meminta izin duduk di samping Zulla. Terus sekarang, Lingga dengan tidak malunya mengajak mereka bertiga berkenalan.
Mendengar hal ini, Zulla merasa gemas dan geregetan sendiri. Gadis itu sampai menutup kembali buku paketnya yang sudah dibagikan sabtu minggu lalu oleh wali kelas mereka dan lebih memilih menatap ke arah Lingga.
"Lo enggak punya urat malu atau gimana sih? Bisa-bisanya juga, lo ngajak gue sama temen-temen gue kenalan setelah apa yang lo perbuat ke Becca tadi." sindir Zulla secara terang-terangan pada Lingga.
Dalam sesi kenalan yang diharapkan Lingga sekarang, dia sedikit senang karena kelas lumayan ramai dan bising oleh suara beberapa murid di dalam kelasnya.
"Hehehe... Gue cuma pengen punya temen, enggak lebih." Lingga nyengir kuda menanggapi perkataan Zulla.
Di antara ketiganya, tidak ada yang menerima tawaran kenalan dari Lingga dan tetap sibuk akan urusan mereka masing-masing. Apalagi Becca yang sudah terpejam dari sehabis dia duduk dan merebahkan kepalanya di atas meja.
***
Next...