"Lo resmi jadi cewek gue mulai malam ini." Vanko kembali mengagetkan Becca akan kata-kata barusan.
Sungguh, Becca tidak memiliki insting tentang ini. Mana dia tahu kalau Vanko tiba-tiba datang ke rumahnya malam-malam begini untuk memintanya menjadi kekasih lelaki itu.
Tubuh Becca panas dingin sendiri tak karuan. Ditambah, Vanko tidak mau menyerah dan lelaki itu kembali menggenggam tangan Becca. Tapi lagi-lagi, Becca dengan cepat melepaskan tangannya dari genggaman tangan Vanko dan kembali berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdegup kencang.
"Atas dasar apa lo bilang gitu ke gue barusan? Lo enggak lagi ngelindur atau kesambet 'kan?" walau sulit, tapi Becca akhirnya bisa mengatur dirinya supaya tidak gugup lagi.
"Tentang perasaan enggak butuh alasan, Bec."
Bug! Bug! Bug!
Di dalam kamarnya, Becca memukul-mukul bantalnya sendiri guna melampiaskan perasaan yang dia rasakan sekarang. Becca tidak tahu harus bagaimana. Kata-kata Vanko setengah jam tadi masih teringat dan terekam jelas dalam ingatannya.
Meski Vanko memintanya menjadi pacar, tapi sebenarnya Becca tidak bisa percaya pada Vanko segampang itu. Tentu saja Becca butuh bukti yang belum dia dapatkan selama ini. Salah satunya pendekatan, atau sikap baik dan manis yang dia dapatkan dari Vanko. Tapi tidak, Becca pikir belum pernah merasakannya.
Selain itu, Becca juga tahu kalau Vanko menyukai Zulla. Gadis itu melihatnya selama ini walau Vanko tidak pernah mengatakannya. Dan itulah salah satu alasan terbesar Becca meragukan ungkapan cinta Vanko tadi.
"Ah... Enggak, pernah." sanggah gadis itu cepat.
"Waktu dia narik gue pas gue jalan mundur dan mau kesandung." Becca ingat sekarang kalau Vanko pernah baik dan saat itu sikapnya memang sedikit aneh.
"Tapi masa cuma gara-gara itu, dia bisa suka sama gue?" rasa heran masih menyelimuti Becca malam hari ini.
Gadis itu terdiam dan mengikat-ingat awal mula kenapa dia bisa menyukai Vanko. Dan alasan yang dia temukan juga cukup sederhana dan tak disangka.
"Tapi bisa jadi juga sih dia suka karena itu."
Tring!
Mendengar ponselnya berbunyi menandakan ada pesan masuk, Becca langsung mengambil benda pipih berwarna peach itu di atas nakasnya yang ada di samping ranjang.
Sebuah chat masuk dari Vanko dan itu semakin membuat jantung Becca berdebar-debar tak menentu. Saat dibuka, ternyata isinya membuat Becca semakin merasa sesak napas.
Se_an
Gue udah nyampe rumah barusan. Lo udah tidur belum? Good night and sweet dreams my pinky.
Brak!
Becca melemparkan ponselnya begitu saja ke atas nakas kembali hingga menimbulkan bunyi meski tidak terlalu keras. Sepertinya, gadis itu tidak peduli lagi kalau misalkan ponselnya pecah karena lemparannya meleset.
Saat itu juga, Becca mematikan lampu kamarnya dan membungkus tubuhnya menggunakan selimut. Tak lama kemudian, terdengar suara jeritan dari bibirnya yang merasa kesakitan karena dia cubit sendiri.
Selimut kembali terbuka, Becca menatap langit-langit kamarnya. Setelah merasakan sakit di lengannya barusan, Becca baru percaya kalau apa yang dia alami memang bukan mimpi.
"Seriusan, yang tadi send chat ke gue itu Vanko?" tanya Becca pada udara yang ada di kamarnya.
Lagi pula, wajar saja Becca merasa seperti ini. Siapa memang yang tidak kaget kalau tiba-tiba ditembak oleh lelaki yang disukai selama ini tanpa adanya pendekatan terlebih dulu.
***
Pagi begitu cerah bagi Zulla, apalagi setelah adanya lamaran Marsel pada Alexa malam itu dan kedua orang dewasa itu memutuskan untuk menikah lagi. Dunia Zulla terasa benar-benar nyaris sempurna. Kurang lebih, itulah yang dirasakan Zulla sekarang ini.
Hari ini, Zulla dan Yudha kembali diantar oleh Marsel seperti hari-hari sebelumnya. Pak Mus hanya bertugas menjemput mereka saja saat pulang sekolah.
Di dalam mobil, Zulla memikirkan dokter tampan yang dulu mengobati lukanya saat Zulla sibuk mencari Marsel di rumah sakit. Mengingat orang tuanya akan menikah, ditambah profesi Marsel dan dokter itu sama juga satu rumah sakit, tentu saja Zulla berharap akan bertemu dokter itu nanti di acara pernikahan Marsel dan Alexa.
Om dokter apa kabar? Gumam Zulla dalam hati yang merasa bahwa dirinya begitu merindukan dokter tampan yang belum dia ketahui namanya.
Berbeda dengan Yudha yang lebih sibuk diam tanpa pikiran. Adiknya itu seperti tidak memiliki masalah hidup, semacam masalah tentang PR atau ulangan. Yudha hidup secara lancar meski sebenarnya tidak. Itulah persepsi Zulla setelah dia melihat sekilas ke arah Yudha barusan.
"Yah..."
"Eum...?" sahut Marsel dari kursi kemudi di depan seraya melihat anak gadisnya dari kaca spion yang ada di atas.
Zulla maju mundur ingin menanyakan hal yang membuatnya penasaran. Apalagi kalau bukan tentang dokter yang belum dia ketahui namanya namun sudah berhasil membuatnya rindu tak karuan.
"Ada apa, Kak?" tanya Marsel lembut, karena dia juga penasaran apa yang ingin dikatakan Zulla.
"Nanti pas Ayah nikah lagi, apa temen dokter Ayah juga diundang semua?" pertanyaan yang barusan tertahan, bisa terucap juga akhirnya.
Mata Azulla terpejam kuat-kuat, takut kalau Marsel penasaran lebih jauh kenapa dia bertanya seperti ini. Hatinya terus berdoa agar Marsel tidak bertanya aneh-aneh padanya.
"Tentu Ayah akan kasih undangan ke semua yang ada di rumah sakit. Tapi tergantung mereka bakal datang atau enggak." angguk Marsel.
Mendengar jawaban ayahnya, kepala Zulla ikut mengangguk. Gadis itu menggigit bibirnya sendiri guna mengurangi rasa gugupnya.
Semoga Om dokter dateng ke nikahan Ayah dan gue bisa ketemu sama dia. Harap Zulla dalam hatinya.
Jika selama ini Zulla bilang bahwa dia tidak sedang kasmaran, itu bohong. Gadis itu sudah lama menyukai Alfa, sejak pertemuan pertama mereka di rumah sakit kala itu. Hanya saja, Zulla menyembunyikannya secara apik agar tidak ada yang menggodanya. Apalagi kalau Becca dan Vanko tahu bahwa orang yang dia sukai sudah dewasa dan rekan kerja ayahnya. Bisa dibilang penyuka om-om dia kalau Becca dan Vanko tahu.
"Nah udah nyampe. Kalian sekolah yang serius, jangan berantem, jangan nyari musuh dan jangan lupa jajan biar enggak sakit tapi jajannya yang sehat." kata-kata yang sering dikatakan Marsel setiap kali lelaki itu mengantar kedua buah hatinya ke sekolah.
Sudah tidak aneh dan asing lagi mereka mendengarnya. Bahkan Zulla dan Yudha sampai hafal. Zulla memilih menyalami Marsel terlebih dulu baru Yudha menyusul. Kedua remaja itu turun dari mobil dan langsung masuk melewati gerbang sekolah.
"Yud, kenapa kamu diem aja?" heran Zulla karena adiknya sudah dua hari ini lebih banyak diam.
"Aku lagi kepikiran sama ulangan hari ini." jawabnya tidak berbohong.
Baru tadi Zulla menyangka bahwa Yudha sepertinya tidak memiliki masalah semacam itu. Tapi ternyata punya. Yudha terlihat tampak frustrasi saat berjalan ke kelasnya.
"Yud..."
"Apaan?" kesalnya karena sang kakak kembali memanggilnya.
"Fighting!"
Yudha yang awalnya kesal dipanggil Zulla, tapi setelah mendengar ini rasanya dia sedikit baikan. Tanpa Yudha duga, dia tersenyum seraya mengangguk mendengar kakaknya menyemangatinya.
Mereka berpisah di sana dan menuju kelas masing-masing yang jaraknya jelas lumayan jauh. Bahkan meski mereka di kompleks yang sama, mereka juga jarang sekali bertemu saat jam sekolah. Kecuali saat baru berangkat dan akan pulang.
Tanpa memikirkan siswa-siswi yang melihatnya, Zulla terus berjalan menuju kelasnya tanpa hambatan. Niatnya, hari ini Zulla ingin memberi tahu kedua temannya bahwa dia sangat bahagia karena Marsel dan Alexa akan menikah lagi. Meski nanti Becca dan Vanko juga tidak akan datang, tapi Zulla ingin saja membagi kebahagiaannya dengan mereka berdua.
***
Sabtu, hari paling ujung sebelum libur. Hari yang ditunggu-tunggu karena di hari itu, para pelajar terkahir bersekolah dalam satu minggu. Pelajaran pertama sudah berlalu, dan sudah dari 85 menit yang lalu pelajaran IPA dimulai. Sekarang sisa waktu lima menit dan tiba-tiba ada anggota OSIS yang meminta waktu sebentar.
"Oke, PR kalian buat minggu depan, amati hewan-hewan avertebrata dan vertebrata secara langsung dan juga sertakan buktinya. Semisal kalau kalian mengamati sebuah kura-kura, maka fotolah kura-kura itu dan kalian cetak fotonya sekaligus dikumpulkan. Masing-masing lima, avertebrata lima, dan vertebrata lima hewan." kata guru yang mengajar mata pelajaran IPA untuk siswa sekolah menengah pertama.
Setelah selesai memberikan PR, guru tadi kembali ke kursinya dan memberikan waktu kepada anggota OSIS yang berkeliling ke kelas. Kebetulan sekali, murid yang kebagian di kelas 7A adalah Becca dan kakak kelasnya yang kelas 8.
"Lo ngerasa ada yang aneh enggak sama Becca?" tanya Zulla pada Vanko karena dia merasa aneh kenapa Becca seolah menghindar darinya.
"Aneh? Enggak." Vanko menggelengkan kepalanya.
Becca mulai bicara di depan dan mengatakan apa maksud kedatangannya ke setiap kelas. Ternyata pihak OSIS sedang mengumpulkan dana untuk membantu korban bencana yang ada di Banten. Setelah mengutarakan maksudnya, Becca bersama kakak kelas tadi berkeliling untuk mengumpulkan dana bantuan dari semua murid di kelas 7A. Namun tanpa disangka, Becca kebagian mendatangi meja Zulla dan Vanko. Gadis itu sama sekali tidak berani menatap Vanko, dan hanya menyodorkan kardus kecil yang dia bawa.
"Lo kenapa, Bec?" karena penasaran, akhirnya Zulla memilih bertanya.
"Hah... Enggak." gelengnya cepat dan lanjut ke meja berikutnya.
Tak lama, bel istirahat berbunyi. Di saat yang bersamaan, kedua anggota OSIS itu juga selesai berkeliling. Kelas bubar setelah guru pengajar keluar kelas. Semua murid berbondong-bondong ke kantin. Namun tanpa disangka oleh Becca, ternyata Zulla dan Vanko mengikutinya ke ruang OSIS meski mereka hanya menunggu di luar. Samar-samar, mereka berdua mendengar Becca dan anggota OSIS lainnya menyerahkan semua uang itu ke bendahara. Dan tak lama, Becca keluar dari ruang OSIS.
"Bec, ayo ke kantin bareng." ajak Zulla.
"Astaga!" kaget gadis berambut keriting itu yang memang benar-benar kaget saat melihat Vanko.
"Ish... Lebay lo, gitu aja kaget."
Becca merasa tangannya ditarik oleh Zulla menuju kantin. Gadis itu belum berani menatap Vanko karena kejadian semalam.
Ketiga remaja itu sampai di kantin juga akhirnya dan sudah banyak kursi yang terisi. Untung masih ada beberapa yang belum ada orangnya. Segera mereka ke sana dan Vanko langsung memesan makanan yang dia inginkan. Kalau diingat-ingat, memang selama ini kedua gadis itu lebih sering diam saja dan ikut makan apa yang dipesan Vanko.
Tidak sampai dua menit, Vanko sudah kembali lagi dan kali ini duduk di sebelah Becca hingga menjadikan gadis itu terapit oleh Zulla dan Vanko. Tentu saja, hal ini membuat Zulla sedikit heran, padahal biasanya Vanko duduk di sebelahnya.
"Lo bisa enggak kalau enggak duduk di sebelah gue? Rasanya gerah." titah Becca sambil nyengir kuda tapi gadis itu masih belum ada nyali untuk melihat Vanko.
"Gue mau duduk di sini aja, di deket pacar gue." tolaknya pelan namun bisa didengar oleh Zulla dan hal itu membuat bola mata Becca melotot sempurna.
"Lo apa-apaan sih? Enggak lucu bercandanya." Becca meringis, dia melirik ke arah Zulla yang masih dalam mode syok.
"Lo bilang apa tadi? Pacar gue?" Zulla sampai memajukan badannya agar bisa melihat Vanko yang terhalang Becca.
"Becca maksudnya yang pacar lo?" tanya Zulla lagi lebih memperjelas.
Kepala Vanko mengangguk lebih dari dua kali diiringi senyuman tampannya yang memesona. Hal itu cukup untuk membuat Becca semakin tak enak hati.
"Wah... Kalian kapan jadian?" kaget Zulla.
"Enggak Zul, jangan dengerin Vanko. Dia bohong." Becca berusaha menangkis semua perkataan Vanko.
"Becca yang bohong, orang kita jadian semalam kok."
Semakin tak punya muka saja Becca di depan Zulla. Gadis itu takut kalau Zulla cemburu padanya.
"Wahhh... Gue ikut seneng ya dengernya. Selamat buat kalian. Pokoknya gue mau PJ." tuntut Zulla usai mendengar kabar bahwa Vanko dan Becca menjalin hubungan.
Kaget, Becca mendengar bahwa Zulla tidak cemburu padanya itu malah membuat gadis itu kaget. Ini di luar dugaan dan ekspektasi Becca. Padahal Becca sudah was-was dan berniat menyiapkan kata-kata kalau Zulla marah padanya.
Seriusan Zulla enggak cemburu kalau Vanko jadian sama gue? Tanya Becca pada hatinya sendiri.
"Ish... Malah diem aja. Pokoknya gue mau pajak jadian!" tagih Zulla lagi karena antara Vanko dan Becca tidak ada yang menanggapi.
Becca terkekeh sumbang mendengarnya. Dia tidak menyangka kalau reaksi Zulla akan seperti ini. Padahal Becca mengira kalau Zulla akan marah padanya dan menunjukkan rasa cemburunya. Ternyata tidak. Dugaan Becca terpatahkan.
***
Next...