Hari ini, Zulla izin kepada Pak Mus untuk pergi ke rumah Becca setelah pulang sekolah. Jadilah, Yudha pulang sendirian tanpa sang kakak. Dan sekarang, Zulla sedang berada di parkiran motor bersama Vanko. Mereka memutuskan untuk menjenguk Becca di rumahnya karena tadi kabar yang mereka dengar dari teman sekelasnya, Becca izin dari kegiatan belajar karena sakit asam lambungnya kambuh.
Sudah Zulla duga, pasti perut Becca akan sakit setelah memakan bakso milik Vanko kemarin. Padahal Becca hanya menelan sedikit kuahnya dan tidak jadi memakan baksonya. Zulla juga tidak tahu kalau ternyata bakso milik Vanko sangat pedas.
Pandangan Zulla kini menatap Vanko yang mengulurkan helm ke arahnya. Satu hal yang tidak dimengerti Zulla, hal yang dilihatnya sekarang.
"Lo selalu pulang pergi sendirian, tapi kenapa lo bawa dua helm?" tanya Zulla karena penasaran.
Setelah menanyakan hal ini, Zulla jadi sedikit merasa aneh karena Vanko yang juga menatapnya aneh.
"Ah... Atau mungkin cewek lo bukan anak sini? Lo selalu pulang pergi sama dia gitu?" Zulla mencoba menebak karena Vanko masih diam.
Sambil sibuk memakai helm, Vanko hanya mendesah pelan. Dia merasa tebakan Zulla sangat payah. Zulla pun sama, dia sibuk mengaitkan tali helmnya yang terasa susah karena tidak kunjung berhasil hingga akhirnya Vanko mengulurkan kedua tangannya dan mengaitkannya dengan sekali coba.
"Apa pun yang lo pikirin, itu bukan yang sebenarnya. Gue bawa helm dua karena emang ini helm pasangan, jadi rasanya kasihan kalau pasangannya ditinggal di rumah terus." jawab Vanko yang berhasil membuat alasan meski terdengar sedikit konyol.
Namun kalau dilihat-lihat, helm klasik berwarna coklat itu memang terlihat berpasangan. Bukankah lebih baik lagi kalau dipakai oleh orang yang berpasangan juga.
Vanko menaiki motor matiknya dan bersiap menunggu Zulla menjadi penumpangnya. Lelaki itu hampir tidak bisa menutupi rasa gugupnya karena ini pertama kalinya Zulla naik motornya. Sudah lama Vanko menunggu momen seperti ini, dan baru sekarang terwujud meski tujuan kepergian mereka bukan untuk berkencan.
"Ish... Kalau lo kasihan pasangannya ditinggal di rumah sendirian, terus kenapa lo beli helm pasangan segala?" bibir mungil Zulla menggerutu seperti biasa dan hal itu membuat Vanko terkekeh pelan.
Perlahan, Zulla mengangkat kaki kanannya dan duduk di jok belakang. Dia tidak perlu repot-repot membonceng karena kebetulan tadi waktu pelajaran hortikultura, mereka praktik di lapangan menanam bunga. Jadi guru yang mengajar meminta mereka membawa pakaian olahraga dan berganti seragam sampai jam pulang. Hal itu cukup menguntungkan juga, Zulla tidak perlu repot-repot mengganti seragam lagi.
"Gue suka helm ini, makanya gue beli. Tidak peduli ini helm pasangan atau enggak, lagi pula gue bisa bawa pasangannya ke mana-mana tanpa merepotkan orang lain."
Kedua telinga Vanko bisa mendengar kalau barusan Zulla mendesah pelan mendengar jawabannya. Mungkin terdengar aneh bagi Zulla, Vanko tentu mengakuinya.
Niat gue beli dan bawa helm pasangan itu biar gue bisa ngajak lo jalan atau setidaknya pulang pergi sekolah bareng. Tapi ternyata belum terwujud juga dan ini perdananya gue boncengin lo, Zul. Vanko bergumam dalam hatinya mengingat betapa pengecutnya dia yang tak juga berani mengatakan bahwa dia akan mengantarkan Zulla pulang sekolah.
"Ayo berangkat." ajak Zulla yang sudah tidak sabar ingin melihat bagaimana kondisi Becca.
Motor sudah distater, perlahan-lahan Vanko membawa kuda besinya meninggalkan area sekolah. Tidak ada pegangan mesra dari Zulla di pinggang Vanko, atau sekedar memegang jaket yang dipakai Vanko juga tidak. Zulla lebih nyaman menyilangkan kedua tangannya di depan d**a, berjaga-jaga kalau nanti ada polisi tidur atau hal tidak terduga yang membuat Vanko mengerem mendadak.
***
Rasa lega melanda Zulla setelah dia melihat kondisi Becca tidak terlalu parah. Temannya itu bilang kalau dia sudah merasa lebih baik dan tidak separah semalam. Melihat Becca di rumah sendirian, membuat Zulla kasihan kepadanya. Dulu, Becca juga tinggal bersama mamanya. Namun dari sepuluh bulan lalu, Becca tinggal sendiri di rumah dan hanya bersama para pegawai rumah saja. Sedangkan mamanya, memilih menemani papanya yang ada di New York untuk urusan pekerjaan.
Baru saja, Zulla berhasil menyuapi Becca dengan semangkuk bubur yang dibuat asisten rumah tangga. Untunglah, Becca sudah tidak muntah-muntah seperti semalam lagi. Becca bilang, semalam dokter keluarganya mengatakan bahwa mungkin tiga hari lagi juga sudah sembuh dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Gue minta maaf ya, gara-gara lo makan bakso gue kemarin jadi bikin lo sakit begini." Vanko benar-benar merasa tidak enak kepada Becca karena ulahnya kemarin.
Wajah pucat Becca sudah bisa tertawa pelan meski itu sedikit dia paksakan karena menahan sakit. Becca tidak akan menyalahkan Vanko, dia malah senang Vanko bisa datang menjenguknya sekarang.
"Iya salah lo, coba kalau lo enggak ngelempar tisue, enggak akan asam lambung gue kambuh." gerutu Becca yang masih menyalahkan Vanko, meski ini hanya alasannya saja agar tidak terlihat bahwa dia sebenarnya tidak marah sama sekali pada Vanko.
"Ya gue mau bilang kalau itu pedes, tapi lo main makan aja." lagi, Vanko berusaha membela dirinya karena tidak mau disalahkan begitu saja.
Zulla datang dari bawah sambil membawa minuman dan makanan ringan yang dia dapatkan dari dapur. Tadinya asisten rumah tangga akan mengantar ke kamar lagi, namun Zulla menolaknya dan memilih membawa sendiri.
"Ish... Kalian jodoh apa gimana sih? Sering banget tengkar kek begini." desah Zulla seraya meletakkan nampan ke atas meja.
"Apaan?! Jodoh?!" teriak mereka berdua kaget mendengar kata jodoh yang dilontarkan Zulla barusan.
Saking kencangnya teriakan mereka berdua, hal itu sampai membuat Zulla menutup kedua telinganya rapat-rapat agar tidak tuli secara dini.
"Canda doang hehehe..." cengir Zulla akhirnya mengalah karena dia bisa merasakan aura tidak mengenakkan barusan.
Ya kalau jodoh sama Vanko sih gue seneng banget. Lanjut Becca di dalam hatinya.
"Tidak usah ngarang lo, gue sama Becca enggak ada kecocokan apa pun. Jadi mana mungkin jodoh." Vanko mendengus mendengar Zulla tega berkata seperti barusan.
"Iya bener, gue sama Vanko itu bertolak belakang. Dia suka pedes, gue enggak. Dia suka basket, gue paling enggak suka basket. Dia suka panas, gue suka hujan. Dia suka manis, gue lebih suka pahit." sambung Becca berusaha mengelak agar Zulla percaya padanya.
Becca sampai bersungut-sungut saat mengatakan hal barusan, padahal dia ingin mengutarakan yang sebenarnya bahwa dia memang menyukai Vanko.
Melihat tingkah mereka berdua, membuat Zulla terkikik geli dan tak habis pikir. Seolah-olah Zulla tahu bahwa sekarang ini Becca sedang berbohong padanya.
"Ada satu perbedaan lagi yang ketinggalan." ujar Vanko tiba-tiba sampai-sampai membuat Becca dan Zulla penasaran.
"Apaan?" tanpa sengaja, kedua gadis itu bertanya hal yang sama dalam waktu bersamaan pula.
"Gue ganteng, lo enggak hahaha..." tawa Vanko menggelegar setelah berhasil membuat kedua gadis yang di sana penasaran akan pernyataan konyolnya.
Bug!
"b******k lo! Ish... Nappeun namja!" umpat Becca yang sudah di puncak kekesalannya pada Vanko.
Bukan hanya kekesalan Becca yang sampai puncak, tapi tawa Zulla juga sampai puncak mendengar Becca mengumpat pada Vanko. Bukan hal aneh lagi memang, tapi lucu saja melihat mereka berdua bagi Zulla.
Untung saja, Vanko bisa menghindar dari serangan bantal dan guling yang dilemparkan Becca dari atas ranjang secara berulang hingga akhirnya bantal dan guling itu berceceran di lantai.
"Apaan artinya?" bukannya meminta maaf, Vanko malah menanyakan arti dari kata yang dikatakan Becca barusan.
"Enggak tahu, tapi gue sering denger di drama Korea kalau cewek lagi maki-maki cowok." Sahut Zulla berbohong pada Vanko agar lelaki itu semakin penasaran saja.
“Gue juga enggak tahu.” Sambung Becca.
"Ish... Apa gunanya kalau tidak tahu tapi terus ditonton." gerutu Vanko pelan agar Becca tidak mendengarnya.
"Kata gue juga apa, kalian ini jodoh." bukannya menenangkan, tapi Zulla malah semakin saja memojokkan mereka berdua.
Zulla tak tahan lagi menopang tubuh mungilnya hingga akhirnya Zulla terjatuh di atas ranjang Becca yang super empuk. Tadi jatuhnya Zulla bukan pingsan, melainkan karena memang dia hanya ingin berbaring saja.
Sebenarnya, Becca merasakan pembahasan tentang jodoh barusan membuatnya sedikit salah tingkah di depan Vanko. Dan Becca begitu ingin mengutuk Zulla yang tidak bisa diam.
"Oh iya, kalian datang ke sini enggak bawa apa-apa? Wah... Kejam banget kalian sama gue, jenguk temen sakit tapi bawa tangan kosong." desah Becca.
Bagaimanapun juga, Becca ingin mengalihkan pembicaraan. Dia tidak mau terjebak dalam pembahasan jodoh melulu dengan Zulla dan Vanko. Bisa-bisa kalau Becca sudah tidak bisa menahan lagi, dia malah akan membongkar rahasianya sendiri.
"Oh iya lupa, belum gue kasih ke lo." Zulla menepuk keningnya sendiri karena buah tangan yang dia beli bersama Vanko tadi lupa dia berikan pada Becca.
Dari dalam tas sekolahnya, Zulla mengambil banyak sekali lollipop berwarna-warni bagaikan pelangi. Mata Becca berbinar-binar melihat ada banyak lollipop di tangan Zulla.
"Ini, gue sama Vanko tadi patungan buat beli lollipop kesukaan lo." Zulla memberikan semua lollipop pelangi di tangannya tadi pada Becca.
Zulla tahu, Becca sangat suka lollipop sedari kecil. Dulu, pertama kali mereka kenalan pun Becca dalam kondisi memakan lollipop.
***
Sebuah kotak P3K berisi obat-obatan diambil oleh Zulla dari dalam laci meja belajarnya. Gadis itu mengambilnya bukan karena dia terluka atau karena dia ingin mengobati orang yang luka. Tidak ada yang terluka di rumah. Zulla hanya ingin mengambilnya saja dan melihat isinya. Memastikan bahwa semuanya masih ada di dalam dan tidak ada yang kurang.
Lollipop berwarna merah jambu dengan bentuk hati diambil oleh Zulla dari dalam kotak obat-obatan itu. Gadis itu tidak mengerti dan penasaran kenapa lollipop dengan bentuk begitu bisa ada di dalam sana.
"Ah... Gue kangen sama Om dokter. Apa Om dokter masih inget gue?" tanya Zulla pada lollipop yang ada di tangannya sekarang.
Meski sudah lama, tapi lollipop itu terlihat masih utuh dan hanya ada sedikit yang rontok di bagian pinggir-pinggirnya saja.
"Apa lollipop ini dari pacar Om?"
"Ah... Gue kenapa sih?" desah Zulla sembari meletakkan lollipop tadi ke kotak obat lagi dengan sedikit kasar.
Kotak P3K tadi sudah dimasukkan kembali oleh Zulla ke dalam laci belajarnya. Dia tidak mau kalau ada orang yang lihat. Lagi pula, Zulla sudah bertekad untuk menjaga kotak obat itu sampai bertemu dengan dokter yang Zulla pikirkan sekarang.
***
Next...