Sekarang terdapat 9 calon siswa baru sedang berada di tengah-tengah ruangan Starzy, mereka duduk ke depan menghadap pemimpin para Starzy, yaitu Clara. Mereka memulai persidangan untuk mengadili 9 calon siswa baru yang sedang terduduk dengan santai dan menatap datar pada Clara yang berada di depan mereka.
“Sebelumnya, bisa tidak pemimpin Starzy yang sangat terhormat memberitahukan kenapa kita dikumpulkan di sini?” tanya salah seorang dari mereka yang bernama Ghara.
“Menurutmu?” tanya Clara dengan menahan dagunya menggunakan kedua tangannya.
“Untuk apa aku bertanya jika tau jawabannya.” Skakmat. Clara terdiam, ia menatap tidak percaya, bagaimana bisa Ghara berkata seperti itu kepadanya, ia pikir Ghara akan terpancing dengan ucapannya.
“Bukankah kalian pintar? Memiliki wawasan luas? Dan aku yakin kalian pasti tau mengenai seluk beluk Starlight School, tetapi mengapa seakan kalian menggap kalian hanya terbawa arus dan menjadi bodoh?” Skakmat. Clara membalaskan serangan yang diberikan Ghara, emang seperti itu seharusnya, ia tidak bisa membiarkan jika ada seseorang yang mempermainkannya.
“Lalu, kenapa kami hanya dibiarkan selama sejam-an lebih? Bukankah itu mengurangi produktivitas sebanyak 4,167% selama sehari? Starlight School merupakan sekolah yang menghargai tinggi produktivitas bukan? Mengapa seakan semuanya hanyalah kebohongan publik semata.” Kali ini Rei mengangkat suaranya, hal itu membuat Clara kembali terdiam dan berpikir cukup lama. Mengapa mereka sangat pandai memainkan kata pikir Clara, sangat menyebalkan.
“Sebaiknya jaga ucapan kalian, bukankah kalian harus hormat kepada kami dengan melihat posisi rendah kalian sekarang?” ujar Liana dengan tanpa menatap mereka. Ia hanya sibuk dan fokus membaca n****+ yang sangat tebal, dengan kacamatanya yang khas membuat siapapun yang melihat Liana dapat menyimpulkan ia merupakan seorang kutu buku dan penggila diksi.
“Ucapanmu lebih tidak sopan,” ujar Xander. Lalu semuanya hening dan tidak ada yang membalas kembali ucapan Xander, karena hal itu benar. Xander kemudian melanjutkan memainkan ponsel pintarnya.
“Tuk ... Tuk ... Tuk ....” Terdengar suara langkah kaki dari luar.
Seseorang memasuki ruangan yang hening tersebut, ia membuka pintu ruangan Starzy lalu menutupnya kembali. Dan dengan langkah anggunnya ia mendatangi Clara, disisi itu mereka para Starzy berdiri dan menunduk sopan kepada seseorang tersebut, sudah dapat dipastikan orang tersebut merupakan pembina Starzy.
Mereka para calon siswa baru hanya terdiam dan memperhatikan keadaan yang sedang terjadi di dalam ruangan tersebut. Mereka sangat tidak paham dengan situasi yang sedang terjadi, kecuali Xander. Xander sangat memahaminya dengan jelas bahwa mereka yang sedang berada di sini akan diberitahukan informasi penting mengenai Starzy.
“Selamat siang semuanya,” ucap seorang wanita yang aggun tersebut.
“Siang Bu Anne,” jawab para Starzy serentak.
“Baiklah, semuanya silahkan duduk.” Starzy pun menurut dan duduk, lalu disusul Bu Anne yang duduk tepat di samping Clara.
“Baiklah langsung saja ...” Bu Anne menghentikan perkataannya, lalu ia menatap satu per satu calon murid baru yang berada di depannya.
“Jadi mereka semua merupakan calon Starzy yang sudah kalian pilih?” tanya Bu Anne kepada para 9 Starzy yang ada di ruangan.
“Betul sekali Bu, mereka calon resmi dan kandidat yang sudah kami awasi selama enam bulan belakangan ini,” jelas Clara kepada Bu Anne dan ia hanya mengangguk.
Berbeda dengan para Starzy yang mendengar perkataan Clara, mereka sedikit terkejut bahwa perkembangan mereka diawasi selama 6 bulan lamanya.
“Maaf memotong pembicaraan, bukankah itu sudah keterlaluan dan kelewat batas? Kalian telah melanggar privasi seseorang.” Stella sangat tidak nyaman menahan rasa mengganjal di hatinya sehingga ia dengan berani bertanya untuk mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
“Kalian pikir kami menjadi stalker dadakan dan memperhatikan detail apa yang kalian lakukan setiap harinya? Tentu saja tidak, cara yang kami lakukan lebih berkelas dan cenderung sopan,” jawab Dian dan hal itu cukup memuaskan hasrat para 9 calon Starzy untuk protes.
“Baiklah, aku yakin kalian melakukan hal yang terbaik dan tidak merugikan kami.” Stella menghelakan napas setelahnya, ia cukup lega sekarang, sejujurnya ia sedikit trauma dengan hal yang berkaitan dengan privasi, karena ia dulu pernah mendapatkan pelecehan dan pelanggaran privasi berat yang dilakukan oleh sahabat dekatnya sendiri.
Bu Anne tersenyum melihat interaksi antara mereka, ia sepertinya mengetahui ada kesalahpahaman di antara para Starzy dan kandidat Starzy.
“Baiklah, bagaimana kalau kita mulai saja?” tanya Bu Anne dan menatap satu per satu mereka yang ada di ruangan tersebut.
“Baik Bu,” jawab mereka serentak dan sebagian dari mereka hanya menganggukan kepalanya saja.
***
“Hai Rei!” sapa Stella yang menghampirinya pada sebuah bangku taman sekolah.
Stella duduk tepat di samping Rei dan bersandar pada bangku tersebut, ia menghirup udara segar yang ada di taman itu, lalu menghembuskannya dengan lega. Stella cukup lelah menghadapi satu hari yang baginya terasa panjang. Tidak seperti ia ketika berada di lingkungan tempat tinggalnya, ia merasa sangat santai dalam menjalani hidupnya, lalu ia didatangkan dengan undangan dari Starlight School yang mengubah hidupnya.
“Lo Stella kan?” Rei membuka suaranya setelah hening beberapa saat.
“Ya benar, lo tau aja gue cantik.” Stella memuji dirinya di akhir.
“Kapan gue bilang kal-“ belum sempat Rei menyelesaikan ucapannya, Stella memotong.
“Ngaku aja Rei, gue mind reader.”
“Lo kira gue bakal percaya dan iyain omongan lo?”
“Ya kan nggak ada salahnya membenarkan halu gue sekali-kali.”
“Iya iya lo cantik deh, tapi sayang suka halu,” puji Rei dengan sangat tidak ikhlas.
“s****n lo! Capek gue, kapan sih boleh pulang?” tanya Stella entah pada siapa.
“Bukannya udah boleh balik ke pentdorm?” tanya Rei kembali.
“Setau gue boleh ke Pentdorm setelah makan malam penutupan.”
Rei hanya mengangguk mendengarkan pernyataan Stella dan ber’oh’ ria.
“Lo nggak masuk kelas?” Rei yang sedari tadi memejamkan matanya, kini ia membukanya dan mengalihkan pandangannya kepada Stella. Rei cukup takjub dengan kecantikan alami yang dimiliki Stella, tidak heran ia dengan percaya diri memuji dirinya sendiri
“Gue udah terlanjur malas karena Starzy.” Stella memasang wajah tidak enak dan kesal. Bagaimana tidak? Ia dipaksa oleh salah satu Starzy untuk mengikutinya tanpa basa-basi ketika ia ingin pergi ke kelas barunya, Stella ingin berkenalan dengan teman barunya dan melihat bagaimana sistem belajar di Starlight School, tetapi ia malah dipaksa oleh Starzy untuk mengikutinya, dan Stella kabur. Tetapi berhasil ditangkap dan ditarik paksa menuju ke ruangan Starzy. Hal itu sangat merusak suasana hatinya.
“Lo kenapa masuk kesini?” tanya Rei kepada Stella.
“Diundang, mana pakai surat lagi, jadul banget emang cara mereka.”
“Apa lo nggak merasa yang undang lo itu sebenarnya Starzy?”
Perkataan yang dilontarkan oleh Rei membuat Stella menatap Rei, “Bisa jadi, tapi bukankah mereka berada di asrama?” Stella terlihat berpikir seraya memperbaiki susunan rambutnya yang ternyata berantakan karena ia acak-acak.
“Siapa yang tau? Kita juga tidak dapat memastikannya bukan?”
“Bentar-bentar, lo juga diundang?” tanya Stella, kali ini rautnya serius.
“Lebih tepatnya undangan yang gue dapatkan lebih seperti sebuah surat ancaman dan taruhan.”
“What? Apa maksudnya? Undangan gue lebih seperti memuji? Bahkan bahannya dari lapisan emas.”
“Surat undangan yang gue dapatkan bewarna hitam pekat dengan tinta merah,” mendengar kembali apa yang diucapkan oleh Rei membuat Stella menganga tidak percaya.
“Rei lo serius?” tanya Stella.
“Ngapain juga gue bohong Stel.”
“Jadi ... maksud lo para Starzy dan kepala sekolah menyembunyikan sesuatu dan maksud lain mengundang kita para calon Starzy?”
Rei hanya menganggukkan kepalanya memberi jawaban kepada Stella, hal itu sudah cukup membuat Stella paham dan menyimpulkan suatu hal.
“Starlight School bukanlah sekolah yang sempurna.”