Lembur, Lembur, Lembur, Tipes (2)

1138 Words
Karina sedang mengetuk-ngetuk meja dengan ujung penanya saat Bara menghubunginya melalui intercom. Karina menghela napas sebelum menerima panggilan tersebut. "Jam berapa meeting dengan pak Riyanto?" tanya Bara to the point. Karina memutar bola matanya, rasanya setengah jam lalu saat Bara selesai meeting internal dengan para direktur, Karina sudah menyampaikan kalau meeting dengan pak Riyanto yang merupakan salah satu pemain furniture besar akan dilakukan jam sebelas siang di restoran tempat biasa mereka membuat janji temu. "Kurang lebih satu jam lima belas menit lagi Pak," jawab Karina. yah walaupun dia sedang kesal dengan sang bos, bukankah tidak profesional kalau dia bekerja dengan ogah-ogahan. "Sepuluh menit lagi Kita berangkat. Komputer Kamu matikan saja, Kita kemungkinan tidak akan kembali ke Kantor hari ini," ucapnya membuat Karina bingung. Memang sih jadwal Bara hari ini hanya Meeting internal dan pertemuan dengan pak Riyanto, tapi kenapa hari ini tidak kembali ke kantor? pikiran Karina mulai bercabang memikirkan kemungkinan Bara akan membawanya ke luar kota tapi pulang hari, kebayangkan betapa melelahkannya. Bara ke luar dari ruangannya sontak membuat Karia dengan cepat mematikan komputernya, kalau sudah diberi peringatan tidak akan kembali ke kantor hari ini, jelas Karina harus menyalin pekerjaannya ke flashdisk agar paling tidak dia akan lebih mudah mengerjakannya di jalan atau dirumah. Tanpa mengucapkan apapun Bara berjalan melewati Karina membuat gadis itu mau tak mau berjalan cepat mengejar sang bos yang kadang tidak sadar kalau langkahnya dan langkah Karina tidaklah sama lebarnya. Karina tidak pernah menyukai ini high heel dan jalan cepat bukanlah Kombinasi yang bagus, pikirnya. "Memangnya Kita mau ke mana nanti Pak setelah ketemuan sama pak Riyan?" tanya Karina saat mereka memasuki lift. Bara menoleh ke arah Karina sebelum kembali menatap lurus ke arah pintu lift yang mulai tertutup rapat. "Lihat saja nanti," katanya membuat Karina bermuka masam dan mulai berpikir buruk kalau-kalau Bara benar-benar akan pergi ke cabang luar kota dan langsung pulang dihari yang sama seperti sebelumnya, kebayangkan betapa lelahnya menjadi Karina? Karina mengekori Bara menuju tempat mobilnya terparkir, sebuah Range Rover yang terparkir epik berbunyi saat Bara menekan kuncinya. Karina masih menatap Bara dengan tatapan menyelidik, ayolah dia benar-benar penasaran akan ke mana mereka setelah meeting nanti, dia benar-benar merasa lelah saat ini, lingkaran hitam di matanya bahkan sudah bersaing dengan lingkaran hitam di mata panda. Bara menjalankan mobilnya dan menoleh sekilas ke arah Karina yang sedang menatapnya curiga, sebelum akhirnya Karina membuang muka dan lebih memilih melihat keluar jendela. Seperti biasa Bara bukanlah orang yang suka mengobrol saat menyetir, jadi hening saat perjalanan bukanlah hal aneh bagi Karina yang sudah hampir lima tahun menjadi sekretarisnya, yah lagipula apa juga yang bisa mereka bicarakan? Karina memandang ke luar jendela di mana kendaraan terlihat mengular karena panjangnya antrian lalulintas alias macet. Bara yang mengetukkan jarinya ke setir mobil menoleh ke arah Karina yang mulai terlihat akan terlelap, yah dia tidak akan marah hanya karena sang sekretaris tertidur di dalam mobil saat macet mengepung mereka. Setelah hampir satu jam akhirnya mobil yang mereka kendarai sampai ke tujuan, Bara mematikan mobilnya setelah menemukan tempat parkir yang pas, menoleh kembali ke Karina yang sekarang sudah terlelap dengan hembusan napas teratur. Bara menurunkan sedikit kursi yang di duduki Karina agar gadis itu bisa tertidur dengan nyaman tidak lupa memasangkan bantal leher, tanpa mematikan mobilnya Bara pergi masuk ke dalam restoran, memilih tempat duduk di dekat jendela agar dia bisa tetap melihat tempat mobilnya terparkir. "Selamat Siang Pak Bara," sebuah sapaan terdengar di telinga Bara yang tadi sedang fokus melihat ke arah mobilnya terparkir, ia terus berpikir apakah Karina baik-baik saja tidur di dalam sana. "Selamat siang Pak Riyan." Bara menyalami Riyan dan asistennya bergantian. "Loh sendirian? Karina mana?" tanya Riyan yang bingung, karena tidak biasanya Bara datang kepertemuan hanya seorang diri tanpa sekretarisnya itu. Bara tersenyum mendengar pertanyaan Riyan. "Dia kebetulan ada kerjaan lain jadi gak bisa ikut." Riyan dan asistennya saling pandang, heran karena tidak biasanya sekretaris yang lebih terlihat seperti isteri Bara itu tidak mengintilinya pergi ke mana-mana. Tak terasa sudah lebih dari satu jam Bara dan Riyan saling berbincang, yah ini pertemuan rutin mereka jadi memang mereka tidak terlalu membicarakan tentang pekerjaan lebih ke pendekatan dan pencapaian-pencapaian ke depannya tentang hubungan kerja mereka. Riyan pamit pulang karena ada pekerjaan lain yang harus ia lakukan, tak lama setelah mobil Riyan keluar dari parkiran restoran pintu mobil Bara terbuka menampakkan penampakan Karina yang turun dengan tergesa sambil mengusap mulutnya. "Loh Pak kok di sini?" tanyanya sembari merapikan diri. Bara jalan melewati Karina kemudian masuk ke dalam mobil. "Pak?" seru Karina lagi sembari membuka pintu mobil. "Masuk," perintahnya. "Tapi pertemuannya?" Karina menunjuk ke arah restoran kemudian menoleh kembali ke Bara. "Sudah selesai," jawab Bara santai lalu memasang sabuk pengaman. "Mau masuk, atau mau Saya tinggal di sini?" Karina yang mendengar itu buru-buru masuk ke dalam mobil dan duduk seperti biasa. "Sabuk pengamannya dipasang," tegurnya saat melihat Karina yang hanya duduk tanpa memakai sabuk pengaman. "Atau mau Saya yang pasangkan?" ucap Bara lagi membuat Karina cepat-cepat memasang sabuk pengaman, karena kalau Bara yang pasangkan alamat keningnya akan memerah karena setelah memasangkannya sabuk pengaman Bara pasti akan menyentil keningnya dan Karina tidak mau keningnya yang cantik memerah karena hal itu. "Kita mau ke mana lagi Pak?" tanya Karina saat merasa jalan yang ia lalui ini terasa tidak asing. "Pak?" seru Karina lagi saat tak kunjung ada jawaban. Ya Bara ini tipikal orang yang kalau menurut dia gak penting-penting amat dia tidak akan bicara, mungkin kalau memang diam itu emas pak Bara ini sudah jadi sultan emas pikir Karina. "Lah kok?" Karina menoleh ke arah Bara saat mobil berhenti di depan kontrakannya. "Turun," katanya singkat. "Bapak pecat Saya?" tanya Karina agak was-was, walau dia tidak apa-apa dipecat tapikan malu. "Kenapa? Mau dipecat?" Karina berdecak pelan kesal dengan jawaban Bara. "Abis Bapak ngantar saya pulang. Masih siang Loh ini baru mau jam dua." "Kamu bilang tadi capek, ngantuk. Yah udah tidur sana." Karina menggaruk kepalanya, bingung. Iya sih dia capek dan ngantuk tapikan ini masih jam kerja. "Tapi inikan masih jam kerja Pak? Gimana nasib gaji sama bonus Saya kalau jam segini Saya udah pulang? Mana tadi pagi Saya telat." protes Karina, bukannya apa hutang keluarganya baru akan lunas dua bulan lagi, dan hampir seluruh gajinya ia pakai untuk membayar hutang dan mengirimi orang tuanya, kalau sampai dipotong lagi, bisa-bisa puasa daud dia. "Gaji Kamu gak akan dipotong. Sudah masuk sana. Istirahat besok jangan telat lagi, jangan kebanyakan ngeluh," ucap Bara sembari mengkode agar Karina lekas turun dari mobilnya. "Beneran? Ini Bapak gak lagi ngambek sama Saya kan?" Bara hanya menghela napas, sekretarisnya ini sepertinya memang sangat berbakat membuat dia naik darah. "Atau mau Saya potong aja?" "Eh jangan," ucap Karina cepat dan bergegas turun. sebelum Karina menutup pintu mobil ia kembali bertanya. "Bapak langsung pulang juga?" Dan hanya di balas dengan deheman oleh Bara. Yah anggap saja rezeki, ucap Karina kemudian berjalan dengan semangat masuk ke dalam kontrakannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD