***
Karina mengusap kepalanya dengan handuk, akhirnya setelah hampir dua hari tidak keramas dia bisa merasakan lagi rasanya mandi dengan benar, bukan mandi rasa tayamum karena dikejar-kejar waktu.
Sembari duduk di atas tempat tidur. Karina membuka aplikasi chatnya, ia mengabaikan chat grup yang berhubungan dengan pekerjaan. Bukankah dia disuruh istirahat oleh bosnya?
Karina membuka grup chat rumpinya yang sekarang sudah berganti nama.
'Asal Bos Bahagia"
Farhan : Dimanakah engkau berada wahai Karina Kapur?
Karina tersenyum melihat chat yang menyebut namanya. kemudian memotret sisi tempat tidur dan mengunggahnya di grup.
Karina : Ayo tebak Gue di mana?
Farhan : Loh. Lo ngamar? gila sama siapa Lo?
Karina berdecak kesal dengan pikiran kotor manusia satu itu.
Karina : ini kamar Gue
Farhan : Hah? Kok bisa? Enak bener.
Karina : Wah iya dong dikasih istirahat Gue. Tumbenkan bos Gue baek.
Memang saat jam kerja seperti ini grup ini akan sepi, tunggu saja jam istrahat atau sepulang kerja, ada saja yang bergosip dan mengeluhkan sesuatu.
Farhan : Widih, kena angin apa tu bos Lo? tumben. haha pantesan tadi dia balik ke kantor sendiri.
Karina mencerna ucapan Tomi, Loh bukannya tadi pak Bara bilang mau pulang juga? kok malah balik ke kantor? atau yah pak Bara menganggap kantor adalah rumahnya? Pikir Karina kemudian membuka chat dengan bosnya itu.
'Bukan Bara Bere'
Karina : Bapak balik ke kantor?
Karina menunggu beberapa saat sampai dua centang itu berubah menjadi biru.
Bara : Kenapa?
"Buset dah, malah nanya balik, tinggal jawab Iya atau Tidak aja dibikin ribet."
Karina : Bapak bilang mau pulang juga tadi.
Bara : Saya gak bilang begitu ,Kamu yang menyimpulkannya sendiri.
Mungkin inilah yang dinamakan inginku banting handphone ini. Karina menghembuskan napas berat mencoba sabar. yah tidak salah juga apa yang bosnya itu katakan.
Karina : Iya deh. Maaf mengganggu waktu kerja Bapak.
Yah setelah itu tak ada balasan lagi seperti biasa, chat-chat itu berakhir dengan pesan yang dikirim Karina. Karina kembali membuka chat grup, padahal baru beberapa saat ia tak membukanya sudah hampir 40 pesan belum dibaca, ada apakah gerangan padahal ini masih jam kerja.
'Asal Bos Bahagia'
Sesil : Breaking News Guys, baru aja Gue menyaksikan secara langsung, Norma di tampar bu Hanum.
Tomi : Serius Lo? kok bisa? kapan?
Sesil: Tadi pas Gue lagi nemenin bu bos ke ruang pak Alex asli dah kalau bisa Gue videoin, udah Gue videoin tuh.
Farhan : Dimohon kepada Bapak Tomi agar Kami diizinkan untuk melihat reka ulang di CCTV.
Karina terus membaca chat grup yang sedang membahas tentang Norma, salah satu sekretaris pak Alex, Presdir perusahaan tempatnya bekerja. Fyi Pak Alex punya dua sekretaris Bu Anne yang mengurus administrasi internal, dan Norma yang biasanya mengurus external dengan klien.
Norma memang terkenal ganjen dan suka berpakaian minim bahan. Satu kantor saja sudah tahu kalau dia sengaja berpenampilan begitu agar bisa memikat kaum adam.
Dan salah satunya ia ingin menarik perhatian pak Alex yang sayangnya hanya menganggapnya sebagai sekretaris yang cekatan dan bisa bernegosiasi. Secara beliau sudah memiliki istri secantik bu Hanum dan mereka terkenal sebagai couple goals.
Marta : Emang ya rubah satu ini, kalau Gue jadi bu Hanum Gue siram air panas sekalian.
balas Marta menggebu-gebu mengingat pacarnya dulu pernah di rebut oleh Norma.
Tomi : Nanti yang mau videonya Gue kirimin sepulang jam kantor
Farhan : Emang ya Pak HRD Kita yang terbaek.
Karina meletakkan hpnya di nakas kemudian berbaring lebih memilih untuk mengistirahatkan diri.
Kapan lagikan dapat kesempatan emas begini, sudah lebih dari empat tahun ia bekerja dan ini pertama kalinya dia bolos kerja dengan izin resmi. Padahal dulu saat ia sakit saja Bara masih menghantuinya dengan terus meneror hpnya.
***
Karina sedang asyik memakan keripik sembari menonton drama korea saat sebuah pesan masuk ke hpnya.
Bukan Bara Bere
Bara : Keluar.
Karina mengerutkan dahi, jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Ini bukan kabar burukkan? pikir Karina, kemudian bangkit berjalan menuju jendela, benar saja sebuah mobil yang sangat ia kenali sedang terparkir di jalan depan kontrakannya.
Karina : Mau ngapain Pak?
Bara : Keluar.
Ini orang gak bisa nulis kata lain apa ya? pikir Karina kesal.
Dengan ogah-ogahan Karina berjalan menuju pintu, tepatnya menuju mobil Bara yang sudah menurunkan kaca mobilnya.
"Kunci pintunya, Saya lapar," ucap Bara singkat. Melihat Karina yang masih bengong Bara membunyikan Klaksonnya.
Karina yang terbangun dari lamunan berjalan kembali ke pintu kemudian menguncinya dan masuk ke dalam mobil.
"Mau makan apa Pak?" tanya Karina karena ini bukanlah pertama kalinya Bara tiba-tiba muncul di depan rumahnya dan mengajaknya makan, tentu walau Karina merasa kesal dia juga merasa bersyukur karena pengeluarannya untuk makan sedikit berkurang karena sering di traktir.
"Kamu mau makan apa?" Seperti biasa Bara akan menyesuaikan dengan selera Karina saat dia sendiri tidak tahu ingin makan apa, dan untungnya Karina bukan tipikal perempuan yang suka memakai kata 'terserah' yang terkenal keramat di telinga para lelaki.
"Ayam Geprek plus bandrek enak nih Pak," ucap Karina memberi saran, dan tanpa pikir panjang mobil langsung melaju menuju sebuah cafe pinggir jalan.
Mereka turun dari mobil. Bara yang terlihat kusut dengan kemeja yang lengannya sudah digulung ke atas siku masih tercium wangi di hidung Karina.
Bara yang sudah memesan langsung duduk di hadapan Karina yang sudah lebih dulu mencari tempat duduk, sekilas mereka memang terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang makan malam bersama.
"Parfum mahal emang beda ya, dari pagi sampai sekarang masih waw wanginya."
Bara yang sedang memutar botol air mineral menoleh ke arah Karina kemudian meletakkan botol air yang sudah terbuka tersebut ke hadapan gadis itu.
Bara mencium lengan bajunya, "Bau keringat," ucapnya singkat.
"Jangan bilang Bapak mau bilang kalau yang wangi itu keringat Bapak? iyuh banget."
Karina mencebikkan bibirnya, mengingat tanpa disadari kadang bosnya ini sedikit alay.
"Kayaknya yang wanginya awet itu deodorant deh."
Bara mencium ketiak kanan dan kirinya bergantian.
"Tuhkan masih wangi," tambahnya.
Karina mengendus sesaat, "Masa sih?"
"Nih."
Bara mencondongkan badannya agar Karina bisa mengendus lebih dekat.
"Ih jorok," ucap Karina cepat saat sadar Bara mulai menjahilinya. Bara hanya tertawa ringan saat melihat ekspresi kesal dari sekretarisnya itu.
Tak lama pesanan mereka datang, dua porsi ayam geprek lengkap dengan kol goreng kesukaan Karina.
Mereka makan dalam diam, Bara makan seperti orang yang seharian ini belum bertemu nasi.
"Bapak abis nguli?" ejek Karina yang malah di iyakan oleh Bara.
"Iya, repot gak ada Kamu," katanya sembari meneguk air mineral.
"Kalau gitu kenapa Bapak malah mulangin Saya kalau Bapak bakal kerepotan?"
Bara menatap ke arah Karina.
"Kalau gak, Kamu bakal julidin Saya dengan tatapan menyebalkan sepanjang hari," jelasnya.
"Tapi biasanya Saya julid Bapak biasa aja."
Karina menyendok nasi ke dalam mulutnya menunggu jawaban Bara.
"Saya...." Bara menggantung ucapannya dan terlihat tidak tertarik melanjutkan apa yang ingin ia katakan.
"Saya apa Pak?" tanya Karina tidak sabar.
"Saya mau tambah, Kamu mau juga?" Karina mendengus mendengar Bara mengalihkan pembicaraan tapi ia tetap mengangguk ingin minta tambah.
"Saya mau tambah ayamnya aja, dua." Sebuah cengiran terbit di bibir Karina.
Mungkin karena sudah bertahun-tahun mereka bekerja bersama Karina merasa Bara sebenarnya cukup enak diajak ngobrol dan kompromi di luar masalah pekerjaan.
"Proposal Kamu banyak typo," ucap Bara ditengah suapannya.
"Kelihatan banget bikinnya sambil emosi," sambungnya.
"Harus banget ya Pak dibahas sekarang?" Bara menghedikkan bahunya.
"Saya cuma kasih tahu biar Kamu perbaiki." Karina sudah hendak menjawab sebelum Bara kembali berucap,
"Saya gak nyuruh Kamu perbaiki sekarang, besok masih sempat sebelum makan siang."
Karina yang tadi hendak nyinyir kembali menelan nyinyirannya.
"Tumben Pak? ada apa gerangan ini?" Karina menyipitkan matanya menatap penuh curiga, dulu juga pernah seperti ini sebelum Bara kembali akan menghantamnya dengan tumpukan pekerjaan atau Bara melakukan sesuatu di luar jadwal yang sudah di susun Karina.
"Gak ada, cuma akhir-akhir ini Saya juga agak capek," jawab Bara tapi tidak cukup membuat Karina berhenti menatapnya dengan curiga.
"Apa?" ucap Bara lagi saat masih melihat sorot mata penuh curiga Karina.
"Bener ya, awas kalau besok mendadak Saya di romusa,"
Bara hanya tersenyum menahan tawa saat melihat raut wajah Karina yang entah sejak kapan terasa menenangkan saat ia melihatnya.
"Kalau besok sampai Kamu Saya Romusa, Kamu boleh minta satu permintaan yang normal sama Saya."
"Harus banget pakai kata normal?"
Karina mencebikkan bibirnya mengingat dulu dia pernah minta dibelikan setengah saham perusahan karena Bara melanggar janjinya, dan itu dianggap tidak normal oleh Bara.
Bara hanya tertawa ringan, yah Karina paham bukan hanya dia yang lelah tapi Bosnya itu juga, jelas terlihat dari kehitaman di bawah matanya. Hanya saja yang tidak ia mengerti mengapa Bara sebegitunya bekerja.
Dulu gila kerja yang Karina bayangkan hanya sekedar suka menyuruh - nyuruh dan suka mengerjakan pekerjaan orang lain. Tapi lambat laun ia sadar kalau bukan karena kerja keras Bara perusahaan mereka tidak akan sebesar ini, tidak akan memiliki banyak cabang.
"Kenapa? kok bengong?" tanya Bara saat melihat Karina tak menyentuh makanannya.
Karina menggeleng dan melanjutkan sesi makannya. Selesai makan mereka memilih duduk di pinggir jalan menikmati angin malam, yah mereka memang lelah hanya saja begini juga sedikit mengurangi rasa letih itu.
"Oiya, ada gosip apa di kantor tadi siang?" tanya Karina iseng, karena sekarang dia merasa sedang dalam mode teman dengan bosnya ini.
Bara menoleh ke arah Karina yang berada di sebelah kirinya.
"Teman - teman Kamu pasti sudah kasih tahukan?" katanya telak membuat Karina mengerucutkan bibirnya, jujur saja dia hanya asal mengajak bicara karena terlalu sunyi dan dia tidak mau membahas pekerjaan.
"Yah siapa tahukan versi Bapak beda,"
Bara diam sebentar dia bukanlah tipe orang yang suka mencampuri urusan orang lain, tapi masalahnya tadi dia ada di tempat kejadian karena kebetulan dia sedang di ruang pak Alex untuk membicarakan masalah produk plastik yang akan mereka produksi.
"Saya tadi ada di TKP."
Karina dengan cepat menoleh ke arah Bara, semangat ingin mendengar bagaimana cerita lengkapnya karena CCTV yang dikirim Tomi tidak ada suaranya hanya menampilkan gambar saja.
"Serius kok bisa bu Hanum yang lemah lembut begitu bisa jadi barbar?" tanya Karina semangat, bu Hanum yang anggun dan ramah itu menampar orang, come on siapa yang tidak ingin tahu penyebabnya.
"Gak baik ngomongin aib orang."
"Ih Bapak gitu amat. Kalau gak mau di bicarain jangan sok bilang ada di TKP," rajuk Karina yang malah membuat Bara menarik senyum.
"Sekretarinya pak Alex itu katanya ngirim gambar..."
Bara menunjuk bagian perut ke atas sebelum melanjutkan ucapannya.
"Topless ke hp pribadi pak Alex, gak tahu kok bisa dia punya nomor hp pak Alex yang itu, karena setahu Saya yang tahu nomor itu hanya orang terdekatnya saja. Dan si mbak sekretaris ini gak tahu kalau hp pak Alex yang itu dipegang sama istrinya, dan terjadilah."
Karina melongo mendengar penjelasan Bara, teman - temannya saja sampai sore tadi hanya tahu Norma di tampar bu Hanum tidak tahu penyebabnya apa, bahkan Sesil yang katanya melihat langsung hanya dengar bagian menggoda suami saya dari ucapan bu Hanum.
"Kok bisa sih dia begitu? Geli banget. terus pak Alexnya gimana? jangan - jangan sering dikirimin?"
Karina menggerakkan badannya seolah sedang merasa jijik dengan sesuatu.
"Justru pak Alex gak tahu, karena rupanya selama beberapa hari ini yang balas chatnya si mbak sekretaris ini justru bu Hanum, sengaja katanya buat ngumpan," jelas Bara lagi membuat Karina menganggukkan kepala.
"Terus dia dipecat?"
Bara hanya berdehem sebagai jawaban.
"Kenapa? Kamu mau gantikan posisi dia?" iseng Bara melihat betapa antusiasnya Karina mendengar sekretaris pak Alex dipecat secara tidak hormat.
"Emang boleh Saya pindah?" tanya Karina yang sudah menduga kalau Bara akan menjawab apa, 'Kamukan terikat kontrak sama Saya' tapi nyatanya jawaban Bara justru membuatnya merasakan perasaan aneh.
"Kalau Kamu memang mau pindah, Saya bisa ajukan kepindahan Kamu ke bu Irda," katanya menyebut nama kepala HRD sekaligus yang berhak merotasi kerja karyawan mereka.
Karina terdiam, bingung. Apakah angin malam sudah mempengaruhi pikiran sang Bos?
"Bapak sehat?" tanyanya.
"Enggak Saya capek," jawab Bara kemudian menadahkan kepalanya menghadap langit malam.
"Kalau capek pulang yuk, biar bisa istirahat."
Lagi-lagi Bara membalas dengan deheman, tapi belum terlihat akan beranjak dari posisinya.
Diperjalanan pulang mereka tak saling membuka obrolan, Karina menoleh ke arah Bara yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu, karena setahu Karina jika wajah Bara terlihat begitu muram berarti lelaki itu sedang memikirkan sesuatu yang serius.
"Langsung tidur, sudah mau larut," pesan Bara yang langsung di iyakan oleh Karina.
"Bapak juga hati-hati di jalan," balasnya setelah itu mobil Bara melaju meninggalkan halaman kontrakannya. dan tanpa ia sadari besok akan terjadi sesuatu padanya.