Sementara di luar ruangan ada seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari lift dan berjalan dengan anggun menuju ruangaan presiden direktur.
“Pagi Levi sayang, sudah mulai magang ya?” sapa wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan kulitnya pun masih terlihat kencang.
“Lho Mami?! Ngapain ke kantor jam segini?” Levi sontak berdiri dengan kaget karena Mami yang dimaksud adalah ibunya Zio yang bernama Rhena, lalu wanita itu mendekat dan langsung mencium pipi kiri dan kanan Levi.
Levi sebenarnya adalah adik sepupu Zio. Dan Mami Rhena adalah kakak kandung dari Ibunya Levi.
Mami Rhena sebenarnya sangat menginginkan anak perempuan setelah kelahiran putra pertamanya. Tapi apa mau dikata, Tuhan hanya memberikan satu anak laki-laki yang tampan yang diberi nama Fazio Andreas. Karenanya, ia sangat menyayangi Levi seperti anak sendiri dan mengharuskanya memanggilnya dengan Mami.
“Mami ada janji sama teman di dekat sini, sekalian mampir. Zio ada di dalam? apa lagi meeting?”
“Emm… ada sih Mih, tapi …” Levi menjawabnya dengan ragu.
“Tapi kenapa?" Tanya Mami Rhena mengerutkan dahi. "Eh iya, Lastra kemana?” Sambil celingukan mencari sekretaris Zio yang cantik itu.
“Bang Zio di dalam sama Mbak Lastra, tapi sudah dari tadi gak keluar-keluar.” Jawaban ambigu dari Levi membuat Mami Rhena bingung, dan segera masuk keruangan Zio tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
“Mami?! Tumben datang gak ngasih kabar?” Segera berdiri dan menyambut Maminya yang sudah terlebih dahulu duduk di sofa.
“Ya ampun, ini meja jorok banget, tisu berserakan gini, ck!” Zio menarik lembut tangan Maminya yang ingin membersihkan tisu yang berhamburan tersebut.
“Biar Lastra yang bersihin Mih, lagian itu bekasnya dia”
Mami Zio memicingkan matanya menatap selidik ke arah Zio.
“Kata Levi, kamu dari tadi di ruangan ini sama Lastra gak keluar-keluar.” Belum sempat melanjutkan ucapannya, Lastra keluar dari kamar mandi dengan wajah segar, sembari merapikan bajunya yang sedikit berantakan. Lastra terkejut karena tidak biasanya Ibu Zio berkunjung di jam-jam seperti sekarang.
“Pagi Nyonya Besar.” Sapa Lastra memberikan senyum termanisnya sambil menunduk sopan. Diantara sekian banyak karyawan yang bekerja di gedung Andreas hanya Lastra-lah yang memanggil Ibu Zio itu dengan panggilan Nyonya Besar
Tanpa basa basi Mami Rhena -Nyonya Andreas- memberi pertanyaan yang mengejutkan. “Kalian berdua habis ngapain? Ada tisu berserakan di sini terus Lastra juga habis dari kamar mandi?”
Zio yang mengerti maksud maminya langsung protes. “Mami ... jangan mikir negative dulu, aku gak ngapa-ngapain sama Lastra, itu tisu semua, bekas ingusnya dia tuh.” Menunjuk Lastra dengan memasang wajah tak bersalah sedikitpun.
“Kamu sakit Last? Kalau sakit izin kerja aja dulu.” Wajah Nyonya Andreas tiba-tiba berubah khawatir
“Gak Mih, Lastra cuma alergi debu, tadi OB lagi bersih-bersih, makanya aku nyuruh Lastra masuk.” Ucap Zio dengan wajah datar, sembari mengkode Lastar agar diam dengan menaruh jari telunjuk dibibirnya.
Lastra hanya membulatkan matanya untuk membalas kata-kata Bosnya itu.
Sejurus kemudian, ponsel Nyonya Andreas yang ada pada tas di pangkuannya berdering."Sebentar, Mami angkat telepon dulu." Ucapnya.
Setelah mengakhiri pembicaraannya di telepon, Nyonya Andreas pamit karena harus bertemu temannya di restoran yang berdekatan dengan gedung Andreas Corp.
“Mami pergi dulu ya, sudah di tunggu.” seraya mengecup pipi Zio lalu berjalan mendekati Lastra, menepuk pelan bahu sekretaris Zio tersebut. “Last .., kalau kamu sakit pulang aja, saya yang beri izin.” lalu mengusap pelan bahu Lastra.
“I-iya Nyonya, terima kasih, hati-hati di jalan ya Nyonya.” Lastra tersenyum dan mengangguk pelan.
Setelah Nyonya Andreas pergi, Lastra pun dengan segera membersihkan meja yang berserakan tisu dan segera keluar dari ruangan Zio.
--
“Ternyata ... Kamu Levi ya? anak magang yang bantuin aku sekalian gantiin mas Diki sementara kan? Bukan gantiin aku kan?" Lastra terkekeh kembali mengingat tingkah konyolnya di dalam ruang Zio tadi, dan bertanya sekali lagi hanya untuk meyakinkan dirinya kalau ia tidak dipecat.
“Iya, Mbak Lastra kan? perkenalkan saya Arlevi Diandra. Panggil aja Levi, Mbak.” Levi mengulurkan tangannya, mengangguk dan tersenyum manis.
Lastra tidak menyambut uluran tangan Levi, namun ia langsung memeluk wanita muda itu dengan erat.
“Astagaaa… maafkan drama yang barusan ya, anggap aja gak pernah terjadi, hahaa.” Lastra tertawa renyah menghilangkan rasa malunya.
Levi terkesiap, tidak menyangka akan dapat sambutan berupa pelukan hangat seperti ini. Ia seperti mendapatkan saudara perempuan yang selama ini memang sangat ia inginkan. “Siap Mbak! saya mohon bimbinganya ya!”
Lastra menarik diri dan mereka pun tergelak bersama karena mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Setelah itu, Lastra segera segera memberi instruksi serta arahan pada Levi, untuk melanjutkan pekerjaan yang sedang menanti.