Jumat adalah hari yang dinanti-nanti oleh semua pekerja. Karena keesokan harinya mereka bisa melepas lelah entah hanya sekedar berada di rumah berkumpul dengan keluarga atau refreshing pergi ke tempat hiburan. Siang itu selepas makan siang Levi menghampiri Lastra dengan membawa sebuah undangan berwarna putih dengan pinggiran berwarna gold.
"Nih Mbak." Ujar Levi meletakkan benda berbentuk persegi itu di meja Lastra.
“Undangan? Buat aku?" Tanya Lastra menautkan kedua alisnya. "Siapa yang mau nikah?” Gumamnya penasaran sambil membuka plastik pembungkus undangan yang kini sudah berada di tangannya.
“Levi dan Hans … Eh ini gak salah? Ini Levi ... dirimu say?” Lastra menatap Levi seakan mencari kepastian atas pertanyaanya. Levi hanya tersenyum dan mengangguk. “Lho sabtu depan? Seriusan ini?!” Lastra seolah-olah tak percaya dengan apa yang dibacanya.
“Iya, Mbak say, undangannya aku kasih sekarang soalnya senin kita udah gak ketemu, aku dipingit!” Ucap Levi mantap.
“Kamu sudah ijin sama Bos Zio.” Tanya Lastra penasaran.
“Sudah dong, aku dikasih ijin dua minggu, jadi ijin seminggu untuk dipingit terus seminggunya lagi ijin honeymoon.” Jawab Levi terkekeh malu-malu
“Hah?!" Lastra terkejut membuka mulutnya
Dua minggu? Apa karena dia masih magang jadi dikasih ijin panjang gitu Lastra membatin, kembali penasaran.
“Enak banget ih, aku juga mau dong ijin, cuti nikah kalau lama begitu.” Kekeh Lastra lalu pura-pura cemberut kepada Levi. “Tapi say, kamu kan masih muda ya, umur kamu juga masih 21 kan ya? udah mantap aja nikah? Kok bisa?” Lastra kini bertanya dengan wajah serius, karena, ia saja yang sekarang mau menginjak usia 25 tahun, masih tidak mempunyai keinginan untuk menikah.
Alih-alih mendapat jawaban dari Levi, Lastra malah mendengar ucapan dari Zio yang baru saja keluar dari ruangannya karena ada janji meeting dengan klien.
“Ya bisalah! Makanya kalau pacaran sama laki-laki yang bener, jangan gonta ganti pacar aja kerjanya, gak nikah-nikah kan jadinya sampai sekarang!" Jawab Zio yang kin sudah berada di depan meja Lastra. "Saya keluar dulu meeting dengan Pak Arjuna, dari Satya Grup! Setelah itu tolong siapkan berkas untuk meeting besok, saya balik sebelum jam pulang kantor.”
Lastra yang terkejut dengan jawaban dan kehadiran Zio yang tiba-tiba itu, sontak melontarkan kata-kata dari mulutnya.“Ck, Ngaca deh Pak!” Gumamnya tak terima dengan sindiran dari bosnya itu.
Zio yang hendak melangkahkan kakinya tiba-tiba berhenti karena ia masih bisa mendengar ocehan Lastra yang menyindirnya. Ia lalu membalikkan badannya dan menunduk, mendekatkan wajahnya, hingga wanita itu bisa merasakan hembusan nafas hangat Zio di pori-pori kulitnya.
Zio tak mempedulikan kalau ada Levi, yang sedari tadi duduk di sebelah Lastra sedang memperhatikan tingkahnya. Melihat rona wajah Lastra yang tiba-tiba berubah kemerahan, Zio lantas membisikan sesuatu di telinga Lastra.
“Kamu mau, senin nanti ada seorang wanita yang benar-benar datang buat gantiin posisi kamu, heh!” Zio menarik diri dan segera berlalu setelah memberi ancaman kepada Lastra dengan seringai senyum tipis di wajahnya.
Tubuh Lastra seketika menegang.
Levi yang melihat wajah Lastra yang berubah pucat, langsung penasaran dan tidak henti-hentinya memberi pertanyaan kepada Lastra tentang apa yang sebenarnya Zio katakan kepadanya. Tapi Lastra tetep bungkam, sampai waktu menunjukkan jam pulang kantor.
"Mbak, pulang bareng yuk? nebeng aku aja, kan searah." Ajak Levi sudah menyampirkan tas di bahunya.
"Makasih, kamu duluan aja, aku masih mau mampir belanja soalnya. Hati-hati ya." Ucap Lastra yang baru saja mematikan perangkat komputernya.
"Ya udah deh, Mbak juga, hati-hati, bye."
"Wokeh." Sembari mengacungkan ibu jarinya ke Levi
Lastra kini masih berada di lobi. Ia masih saja terlihat kesal bila mengingat apa yang Zio ucapkan padanya siang tadi. Duduk dengan diam pada kursi tunggu yang berada di sana, yaa ... Lastra hanya duduk sambil berfikir keras kenapa belakangan ini, bosnya itu tidak segan mengeluarkan kata-kata 'pecat' terhadapnya.
Apa sebaiknya ia bersiap-siap untuk mencari pekerjaan baru saja, pikirnya. Tapi dia sangat malas jika harus memulai sesuatu dari awal lagi, harus beradaptasi lagi dengan orang baru. Sebenarnya tidaklah sulit bagi Lastra bila harus masuk ke lingkungan baru, karena ia adalah wanita yang supel dan mudah berbaur di manapun. Hanya saja, Lastra sudah terlalu nyaman bekerja di perusahaan Andreas ini.
Ssangat nyaman dengan gaji dan bonus yang ia terima tentunya. Bila dihitung-hitung, total sudah lebih lima tahun ia bekerja di Andreas Corp, ia sudah sangat mengenal seluk beluk perusahaan tersebut. Dari skandal, serta gosip bosnya dengan para wanita, juga sampai hal sepele yang terjadi di pantry tempat para OB berkumpul.
Tiba-tiba lamunan Lastra di buyarkan dengan dering ponsel yang berada di tasnya. Ia memanyunkan bibirnya saat melihat nama yang muncul pada pada layar ponselnya. “Adit?” Gumamnya, akhirnya ia pun mengangkatnya dengan malas.
“Haloooo… ada apa lagi Dit? Kan udah aku bilang gak usah hubungi aku lagi!” Ucap Lastra ketus.
Zio keluar dari lift dan melewati Lastra yang sedang menerima telepon. Lastra yang asyik berbicara di telepon sambil menaruh kepalanya di meja itu pun sampai tidak mengetahui bahwa bosnya itu tengah berjalan melewatinya.