Bab 9. Berhasil Atau Gagal

1218 Words
Anthony Lin masuk ke kamar Tantria setelah bangun tidur beberapa menit lalu. Ia tidak boleh terlihat keluar dari kamar pengantin sebelum pagi atau ada yang akan curiga padanya. Maka, Anthony pun masuk agar Tantria mengira dirinya tetap di kamar. Sayangnya, Tantria tidak terlihat sama sekali. “Lho, ke mana dia?” Anthony mencari Tantria ke seluruh kamar dan bahkan mengetuk kamar mandi. Tidak ada orang di dalam meskipun Anthony sudah memeriksanya. “Tantria?” panggil Anthony kembali ke kamar. Istri keduanya entah pergi ke mana. Sambil mendengus kesal, Anthony pun memilih melepaskan kaos yang dikenakannya. Tubuh kekar dengan tato naga tergambar jelas di kulit putihnya. Anthony yang tekun berlatih Wing Chun memang memiliki otot yang proporsional serta perut rata berotot nan seksi. Saat akan membuka celana tiba-tiba pintu kamar terbuka. Anthony yang sedang memegang pengait celana sontak berbalik ke belakang. Seorang pelayan dan Tantria masuk bersamaan. Pelayan itu memekik kaget dan spontan berbalik. Sedangkan Tantria seakan mendapat serangan jantung. “Kamu ke mana saja?” tegur Anthony dengan raut serius. “Maaf, Tuan Muda!” pelayan itu buru-buru pergi meninggalkan Tantria dengan wajah merah. Baru kali ini ia melihat tubuh sang pemilik rumah yang tampan dan gagah. Sedangkan Tantria seperti patung berdiri di depan pintu menatap Anthony yang berjalan ke arahnya. “Kamu baru dari mana?” ulang Anthony lagi bertanya. Tantria mulai sesak napas. Ia ingin berpaling tapi kebingungan. Belum lagi Anthony yang terus memandangi Tantria tanpa mengenakan pakaian. Tantria menunduk dengan wajah benar-benar merah. “Kenapa kamu gak menjawab?” tegas Anthony lagi. “I-Itu ....” Tantria tidak bisa menjawab. Anthony baru menyadari jika ia tidak memakai atasan. Namun Anthony masih bersikap dingin dan acuh. Ia menyampingkan tubuhnya meminta Tantria untuk masuk. “Masuk!” perintahnya singkat. Tantria pun melangkah masuk dan Anthony menutup pintunya. Tantria tidak berani mengangkat wajahnya sama sekali. “Kamu cari apa di luar?” tanya Anthony lagi. Ia terkesan ketus dan judes. “K-Kamar m-mandi, Mas,” jawab Tantria dengan suara kecil nyaris tak terdengar. “Apa?” Anthony mendekatkan wajahnya ingin mendengar lebih jelas. “T-Tantri m-mau mandi, tapi t-tidak tahu l-letak kamar m-mandinya,” jawab Tantria dengan kalimat agak panjang meski terbata-bata. Anthony jadi kian gemas melihat sikap Tantria padanya. Istrinya itu memang sangat pemalu dan berbeda. “Kenapa kamu gak tanya sama Mas? Apa menurutmu, aku gak tahu letak kamar mandi di mana?” sahut Anthony sengaja menggoda Tantria. “B-Bukan ... i-itu ....” “Kamar mandinya itu. Sini Mas tunjukkan!” Anthony berjalan terlebih dahulu tapi Tantria tidak mengekori. Ia masih diam dan menunduk. “Tantria!” tegur Anthony sekali lagi. Barulah Tantria berjalan mengikuti Anthony. Anthony menggeser sebuah pintu dan terlihatlah sebuah kamar mandi yang sangat mewah untuk ukuran Tantria. “Ini kamar mandinya. Kamar ini milik kamu jadi kamar mandinya ada di dalam.” Anthony pun memberikan penjelasan. Tantria hanya diam saja terperangah kala masuk ke kamar mandi yang rapi dan memiliki harum semerbak nan segar. “Tempat mandi di sana. Wastafel di sana. Peralatan mandi ada di dalam lemari kaca di atas wastafel. Semua handuk ada di sana,” ujar Anthony menjelaskan sambil melirik pada handuk dan pakaian ganti yang dibawa oleh Tantria. Ia menarik napas panjang saat melihat pakaian yang dibawa oleh Tantria begitu sederhana dan agak pudar karena terus menerus dicuci dan dijemur di panas matahari. Sepertinya istri keduanya memang tidak memiliki pakaian baru. “Kamu mandilah. Setelah itu keluar untuk sarapan. Aku akan kembali ke kamarku,” ujar Anthony melangkah pergi. Tantria mengangguk pelan dan berbalik melihat Anthony yang memungut kaosnya lalu pergi dari kamar tersebut setelah menutup pintu. Barulah Tantria menghela napas panjang dan lega. Rasanya begitu menyiksa harus berada di satu ruangan yang sama dengan Anthony dengan tubuh atasnya yang terbuka seperti itu. “Aduh, kamar mandinya bagus sekali. Kalau Ibu bisa tinggal bersama Tantri pasti dia senang,” ucap Tantria sambil tersenyum getir. Tantria pun masuk ke dalam kamar mandi tersebut. Ia harus belajar cepat untuk menyesuaikan diri. Hal itu termasuk belajar mengenal seluruh rumah mewah keluarga Lin. “Qin, kapan kamu di sini?” tegur Grizelle yang baru bangun. Anthony sudah berpakaian rapi dan akan berangkat bekerja. Ia bahkan tidak mau mengambil cuti. “Oh, sudah dari tadi. Kamu baru bangun?” Anthony menyapa dengan masih berhadapan dengan cermin. Grizelle yang masuk ke kamar ganti masih sedikit kusut dengan jubah tidur sedikit terbuka dan kepala pusing. “Iya, semalam aku gak bisa tidur,” cetus Grizelle dingin. Anthony pun menoleh pada Grizelle sebelum datang menghampirinya. “Kamu mabuk ya?” tegur Anthony lembut. Grizelle hanya tersenyum datar tidak mengiyakan. “Gak kok, hanya minum sedikit sama Vinda. Bagaimana ... malam pertama kamu?” Grizelle bertanya tanpa menatap mata Anthony dan tangannya memperbaiki tatanan dasi suaminya itu. Kening Anthony mengernyit aneh. “Kok kamu bertanya hal seperti itu?” “Ya, ingin tahu saja,” ceplos Grizelle membuat Anthony memegang kedua lengannya lalu mengelusnya. “Aku sudah melakukan yang seharusnya. Kita lihat apa Tantria akan hamil atau tidak.” Hati Grizelle bagai diremas saat mendengar hal tersebut. Meski demikian, Grizelle tersenyum dan mengangguk. “Oke, sebaiknya aku minta pelayan menyiapkan sarapan kamu.” Anthony hanya tersenyum kecil. Ia sedikit menjauh membiarkan Grizelle masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. “Papa!” pekik Belinda berlari ke arah ayahnya Anthony yang baru keluar dari kamar. Anthony langsung antusias menggendong Linda meski anak itu sudah berusia hampir tujuh tahun. “Pagi, anak Papa!” Anthony mencium kedua pipi Belinda seperti biasanya. Kemarin saat pernikahan Anthony, Belinda dibawa keluar rumah dan baru pulang malam hari. Grizelle tidak ingin anaknya bingung melihat ada pesta pernikahan ayahnya dengan wanita lain. Belinda lalu diturunkan dan ibunya Grizelle bergantian memberikan kecupan. Belinda lalu menggandeng kedua orang tuanya ke meja makan yang sedang disiapkan oleh beberapa pelayan dibantu oleh Tantria. Kening Anthony lantas mengernyit saat melihat Tantria membawakan makanan yang diatur oleh kepala pelayan bernama Halim. “Tunggu, kenapa kamu malah membawakan makanan?” tegur Anthony sedikit menunjuk pada Tantria yang baru saja meletakkan piring berisi salah satu menu. “Mohon maaf, Tuan Muda. Nyonya Tantria ingin membantu dan saya tidak kuasa menolak.” Tantria langsung menambahkan dengan sikap yang sopan sedikit berbungkuk. “Tidak apa-apa, Mas. Tantri bisa melakukan beberapa pekerjaan di rumah ini.” Tantria malah menawarkan diri untuk membantu. Anthony makin mengernyit dan hendak protes tapi Grizelle dengan cepat memotong. “Benar itu. Untuk menjadi Istri memang harus belajar dari dapur serta tahu mengurus rumah. Jadi aku rasa Tantria bisa bersama Halim mengatur dan melakukan semua pekerjaan di rumah ini. Benarkan Tantri?” Tantria mengangguk pelan dan menunduk lagi. Anthony masih mengernyit. Ia sangat tidak setuju tapi Grizelle langsung memintanya untuk duduk di kursinya agar dapat memulai sarapan. “Oh iya, Tantri. Kalau mau sarapan, kamu dan Halim boleh sarapan di meja belakang ya. Tolong tunjukkan, Halim!” perintah Grizelle lagi makin menyingkirkan Tantria. “Baik, Nyonya.” Tantria hanya mengangguk sekaligus membungkuk. Ia berlalu bersama Halim ke dapur untuk memulai sarapan. Setelah Tantria pergi, Anthony pun menegur Grizelle. “Kenapa kamu malah menyuruh Tantria untuk membantu di dapur. Dia kan─” “Qin, jangan omongin soal itu dulu. Gak enak sama Linda,” balas Grizelle separuh berbisik dengan senyuman. Anthony pun tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa menarik napas panjang dan menoleh pada putrinya Linda yang sudah memulai makan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD