Bab 8. Usai Menikah

1050 Words
“Gak mungkin!” Vinda mencebik sarkas dengan bibir merah menyalanya. “Gak usah munafik, Grizelle. Kamu pasti pernah memikirkan itu kan? Anthony itu menarik. Sangat menarik bahkan kalau pun dia sudah punya anak 10, aku yakin masih banyak perempuan yang mau sama dia. Apa kamu mengira satu anak kampung gak bisa merebut dia dari kamu?” ucap Vinda membuat Grizelle makin cemas. “Dia gak akan berani! Tugas Tantria hanyalah untuk melahirkan anak laki-laki!” kilah Grizelle. Rasanya Vinda ingin tertawa melihat kenaifan Grizelle. “Lalu kalau dia gak bisa melahirkan anak laki-laki bagaimana?” Grizelle terdiam dan kini berpikir lebih berat. Rasa penyesalan selama ini terus mendorong Anthony menikah kembali muncul. “Pokoknya tugasnya dia ya itu. Kalau gak bisa, aku akan menuntut ganti rugi. Jangan harap kalau dia akan menjadi istri selamanya!” pungkas Grizelle tampak kesal. Vinda tersenyum dan kembali mendekat. “Anthony sedang menikmati malam pertamanya dengan anak kampung itu. Kalau aku jadi kamu, aku juga bakalan senang-senang sama laki-laki lain!” “Jangan gila kamu! Aku ini istri yang setia,” bantah Grizelle lalu minum lagi. “Tapi Anthony gak setia. Bagaimana kamu akan menjelaskan sama Linda, anak kamu soal Papanya yang punya istri lagi?” Grizelle kembali menoleh cepat pada Vinda lalu mendelik. Ia belum menjawab dan Vinda masih ingin membalas kekalahannya pada Tantria yang tidak dikenalnya. “Kalau aku jadi kamu, aku tidak akan pernah memberikan kesetaraan yang sama pada anak kampung itu. Meskipun dia istri kedua tapi dia gak boleh sama dengan istri pertama─tempatnya di dapur, sama seperti pelayan,” tambah Vinda lagi. Grizelle mulai memikirkan kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Vinda. Semuanya memang masuk akal. “Dan kalau dia memang bisa melahirkan anak laki-laki, kamu tetap harus hati-hati, Grizelle. Bukan tidak mungkin Anthony akan menyingkirkan kamu dan Belinda dari rumah ini. Bukankah Anthony memang memerlukan anak laki-laki untuk menjadi penerus? Seharusnya kamu tidak memelihara ular.” Grizelle makin meremas gelas yang sedang dipegangnya. “Lalu aku harus bagaimana?” Grizelle makin resah akibat kalimat Vinda. “Ya kamu harus mengikat perjanjian dengan Anthony. Kalau perlu perjanjian tertulis. Jangan sampai dia ikut campur dan menaikkan derajat anak kampung itu menjadi nyonya besar di rumah kamu,” jawab Vinda makin serius. Grizelle mengangguk paham. Ia tahu persis jika yang diucapkan oleh Vinda memang benar. Lagi pula, Tantria juga bisa dibilang cantik meski ia tidak berdandan. Ketika ia didandani sebagai pengantin, kecantikannya sampai membuat iri Grizelle tadinya. Grizelle baru menyadari jika dirinya begitu bodoh karena langsung menerima Tantria tanpa mencari tahu latar belakang gadis itu terlalu jauh. “Iya kamu benar. Aduh, aku nyesel bawa dia kemari!” gerutu Grizelle makin membuat senyuman Vinda mengembang lebar. “Coba aku yang kamu pilih, huh, aku gak mungkin akan mengkhianati kamu,” ujar Vinda dengan kerlingan mata yang misterius. Grizelle sedikit mendengus kesal karena sindiran tersebut. Meskipun mungkin Grizelle tidak akan memilih Vinda tapi kekesalan serta penyesalan menyelimuti Grizelle. *** Anthony tersentak bangun dari tidurnya di sofa. Begitu kaget sampai ia meraba dirinya sendiri dan ternyata hanya mimpi. Padahal ia sedang panas-panasnya menyentuh Tantria. “Oh, kok mimpi. Aduh!” Anthony merasa aneh dan pegal. Ia melihat ke arah ranjang dan Tantria masih tergolek di sana dengan posisi yang sama seperti yang ditinggalkannya beberapa jam lalu. Anthony menarik napas kesal lalu menyugar rambutnya. Ia begitu larut dalam mimpi sehingga celananya basah karena mimpi itu. Ternyata hanya Anthony yang menikmati malam pertamanya dalam mimpi sedangkan Tantria nyatanya belum tersentuh sama sekali. “Sial banget aku, dasar pengecut!” umpatnya pada diri sendiri. Pada kenyataannya, Anthony memang tidak berani berhadapan dengan Tantria sama sekali. Gadis itu memang sangat cantik di matanya terlebih ia sudah sah menjadi istri Anthony yang kedua. Sedangkan Anthony hanya berani memandang dan bermimpi soal Tantria sampai basah. Sebelum Tantria bangun, Anthony memilih keluar dari kamar itu. Namun bukan berarti ia akan kembali ke kamar utama. Jika Grizelle melihat, ia bisa mengira Anthony batal meniduri Tantria. Anthony harus memastikan jika tidak ada yang melihatnya masuk ke ruang kerja. Di dalam ruang pribadinya, Anthony melepaskan pakaian pengantin yang masih ia kenakan. Di dalamnya, Anthony masih memakai kaos lengan pendek yang nyaman. “Ah, malam pertama malah di sofa. Malang benar nasibku.” Anthony menggerutu saat berbaring di salah satu sofa yang nyaman di ruangannya. Ia melipat lengan di d**a lalu memejamkan mata untuk meneruskan tidur. Besok saja Anthony akan mandi untuk membersihkan dirinya. Keesokan harinya, Tantria bangun pagi seperti biasanya. Sebelum subuh tiba, Tantria sudah pasti akan bangun. Biasanya ia akan menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue dan bersiap berjualan. Namun kali ini ia malah bingung. “Oh iya, Tantri sudah gak berjualan lagi,” gumamnya duduk di pinggir tempat tidur. Tantria menguap kecil lalu memandangi seluruh isi kamar. Tantria baru menyadari jika ia tidur sendirian semalaman. “Kenapa Mas Anthony gak kemari?” gumamnya dengan suara kecil. Tantria pun berdiri lalu mengambil tas jinjingnya yang agak lusuh. Ia mengambil beberapa helai pakaian untuk masuk ke kamar mandi. Sekarang Tantria bingung. Ia lupa bertanya soal letak kamar mandi dan sebagainya. “Ah, ke kamar mandi kemarin saja.” Tantria memberanikan diri keluar kamar dengan pakaian cheongsam yang masih dikenakannya. Sambil mengendap-endap dan memeluk handuk serta pakaian ganti, Tantria mencoba mengingat jalan menuju kamar mandi yang kemarin ia masuki. “Nyonya?” tegur seseorang membuat Tantria kaget. Ia berhenti dan spontan berbalik. Napas yang ditahan Tantria semula langsung lepas karena lega. Ternyata yang memanggilnya adalah pelayan yang kemarin mengantarkannya ke kamar mandi. “Nyonya mau ke mana?” tanya si pelayan itu lagi. “Nyonya?” ulang Tantria tidak mengerti dengan nama panggilan untuknya. Pelayan itu langsung mengangguk. “Iya, Nyonya. Nyonya Tantria mau ke mana?” pelayan itu mengulang lagi pertanyaannya dengan lembut. Tantria baru ingat jika ia sudah menikah dengan Anthony. “Itu ... Tantri mau ke kamar mandi tapi lupa jalannya.” Tantria mengaku dengan polos. Pelayan itu mengernyitkan keningnya. “Bukannya di kamar Nyonya ada kamar mandinya ya?” Tantria membuka mulutnya saat mendengar hal tersebut. “Di dalam kamar ada kamar mandi?” tanya Tantria seakan takjub. Pelayan itu mengangguk lagi. “Tapi sepertinya dinding semua.” Pelayan itu tersenyum lalu menggeleng. “Ayo saya tunjukkan.” Tantria diajak kembali ke kamar oleh pelayan tersebut. Saat pintu dibuka, pelayan itu langsung berbalik kaget. Sedangkan Tantria membesarkan matanya. “Kamu ke mana saja?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD