Jack melepas jaketnya lalu memakaikan pada Clarissa begitu juga dengan helm yang ia bawa. Jack menghapus jejak air mata di pipi Clarissa sebelum naik ke motornya. Clarissa menghela napas dalam lalu naik ke motor Jack. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa keputusan ini benar.
Jack menarik tangan Clarissa untuk memeluk pinggangnya. Selema perjalanan Clarissa hanya diam begitu juga dengan Jack. Tiba-tiba Jack menghentikan motornya di sebuah warung tenda yang ramai pengunjung.
“Kita mau ke mana?” tanya Clarissa sembari mendekap punggung Jack.
“Kita akan menginap di hotel untuk malam ini. Besok kita cari tempat tinggal,” sahut Jack. Clarissa merasakan mual saat mereka memasuki kamar hotel. Gadis itu berlari ke toilet lalu memuntahkan air dalam perutnya. Jack bergegas mengikuti Clarissa lalu mengusap punggungnya.
“Sudah lebih baik?” tanya Jack Clarissa mengangguk. Wajahnya pucat membuat Jack khawatir.
“Apa perlu ke rumah sakit?” tanya Jack. Ia tidak tahu cara menangani wanita hamil. Jack sangat takut terjadi sesuatu pada anak dan calon istrinya. Clarissa tersenyum tipis melihat kekhawatiran Jack.
“Tidak perlu, aku baik-baik saja,” ucap Clarissa seraya memeluk Jack. Keduanya terdiam menikmati hangat tubuh masing-masing.
“Aku pesankan makanan buat kamu,ya,” kata Jack semakin mengeratkan pelukannya.
“Aku tidak lapar, tapi ngantuk?” kata Clarissa. Jack menuntun gadis itu ke tempat tidur. Perlahan Clarissa merebahkan tubuhnya lalu Jack menyelimuti. Pria itu duduk di sisi tempat tidur sembari mengusap kening Clarissa.
“Jack, apa semua akan baik-baik saja?” tanya Clarissa. Raut wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Satu tangan Jack menggenggam tangan Clarissa sementara satu lagi mengusap pipi yang mulai chubby.
“Apa pun yang terjadi nanti kita akan hadapi berdua. Aku akan berusaha keras untuk membahagiakan kalian,” jawab Jack membuat Clarissa tenang. Perlahan Jack menundukkan tubuhnya mengikis jarak antara dirinya dan Clarissa. Bibir mereka bersentuhan merasakan hangat yang selama ini menghilang.
Jack melepas genggaman tangannya pada Clarissa lalu mengalungkan kedua tangan gadis itu ke lehernya. Senyum terlukis di wajah keduanya. Jack memberi jarak beberapa saat sebelum mengulanginya. Clarissa benar-benar bahagia bisa kembali pada Jack.
‘Aku harap ini bukan mimpi,’ batin Clarissa. Mimpi ini terlalu indah untuk jadi kenyataan. Jack ada di sini bersamanya.
“Kamu menangis?” tanya Jack sembari mengusap bibir bawah Clarissa. Mata gadis itu terbuka hingga mereka saling bertatapan.
“Aku bahagia sekali. Jack, jangan pergi,” kata Clarissa. Jack mengusap air matanya sembari mengangguk.
“Kita akan memulai hidup baru. Aku berencana untuk menikahi kamu lusa,” kata Jack. Clarissa mengangguk pelan tidak bertanya apa pun lagi. Kepalanya terlalu pening untuk memikirkan pernikahan. Gadis itu akan ikut ke mana pun Jack melangkah. Clarissa mempercayakan hidupnya pada pria yang ia cintai.
Jack ikut berbaring di samping Clarissa. Mereka sama-sama terdiam menatap langit-langit kamar hotel. Jack tersenyum tipis membayangkan bagaimana kehidupan pernikahannya dengan Clarissa bersama anak-anak mereka. Clarissa menatap Jack yang sedang tersenyum. Perlahan gadis itu juga ikut tersenyum lalu merebahkan kepalanya pada lengan Jack.
“Hari ini aku bahagia bisa sama kamu,” ujar Jack. Clarissa menatapnya lalu mencium pipi Jack membuat pria itu menoleh.
“Aku juga senang. Hmm … Jack apa aku boleh minta sesuatu?” tanya Clarissa membuat Jack langsung mengangguk.
“Itu … aku … ee gak punya baju.” Wajah Clarissa memerah. Ini pertama kalinya ia minta sesuatu pada Jack.
“Jangan khawatir besok kita beli,” ucap Jack. Tidak satu pun harta benda yang Clarissa bawa dari rumahnya. Ia benar-benar menggantungkan hidupnya pada Jack.
“Clarissa, kandungan kamu baik-baik saja?” tanya Jack. Tampak semburat merah di pipinya. Tangan pria itu mulai berkeringat. Belum pernah ia merasakan debaran aneh ini pada perempuan lain.
“Kenapa? Tidak ada masalah dengan kehamilanku,” sahut Clarissa. Jack berdeham lalu menatap Clarissa yang kini tampak gugup. Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali saat paham apa yang Jack inginkan.
“Dokter bilang sih masih aman kalau mau ….” Ucapan Clarissa terputus saat Jack kini berbaring mengahadapnya.
“Jadi aman?” tanya Jack membuat wajah Clarissa memerah. Perlahan Clarissa mengangguk. Entah kenapa ia merasa malu saat Jack menatapnya. Rasa hangat sepanjang malam yang Clarissa rasakan membuat perasaannya bahagia luar biasa.
Saat membuka mata orang yang dilihatnya adalah Jack. Senyum gadis itu mengembang lebar merasakan bahagia yang tak terkira. Tangisnya selama ini terbayarkan dengan keberadaan Jack di sisinya.
“Aku pikir semalam hanya mimpi,” gumam Clarissa sembari menyingkirkan rambut yang menutupi dahi Jack. Clarissa bergegas turun dari tempat tidur untuk membersihkan tubuhnya. Suara gemericik air membuat Jack terjaga. Di sampingnya sudah kosong membuat Jack segera terjaga.
“Dia lagi mandi,” gumamnya tenang. Jack pikir Clarissa pergi meninggalkan dirinya. Jack segera memakai pakaiannya kembali lalu menghubungi room service untuk memesan sarapan. Baru saja Jack duduk di sofa sembari menonton TV, pintu kamarnya diketuk. Jack pikir itu room service, tapi ternyata ia mendapat kejutan di pagi hari.
Sosok pria bertubuh tinggi yang sangat ia kenal berdiri di depan kamar hotelnya diikuti beberapa pria berkaos yang berbadan kekar. Jack mematung menatap kehadiran tiga pria yang tak terduga. Ayahnya memakai setelan kantor berwarna biru tengah menatapnya tajam.
“Papa,” gumamnya.
“Selamat pagi anakku. Bagaimana tidurmu semalam?” tanya pria itu santai. Jack tahu ayahnya sedang menahan amarah. Tatapan tajam yang ayahnya berikan membuat Jack khawatir, terlebih Clarissa sedang mandi. Jack membiarkan papanya masuk ke kamar hotel. Seketika pria itu tertawa kecil melihat kamar hotel yang masih berantakan.
“Seberapa hebat wanita itu sampai kamu kabur dari rumah?” tanya papanya. Jack memalingkan wajah tidak menjawab pertanyaan itu.
“Jawab Jack!”
“Pa, aku cinta sama dia. Clarissa sedang mengandung anakku. Cucu papa,” sahut Jack membuat ayahnya tertawa.
“Kamu yakin itu anak kamu?”
“Maksud papa apa?”
Jack menatap ayahnya yang kini duduk di sofa sembari menatapnya lekat. “Sebelum memutuskan menikah dengan wanita kamu harus mencaritahu masa lalunya, Jack. Jangan karena kenikmatan sesaat membuat kamu terlena.”
Jack masih terdiam mencerna setiap ucapan ayahnya. Sampai akhirnya sang ayah mengelurakan beberapa foto dari saku jas dalamnya. Jack mengambil salah satu foto itu. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Wanita itu pernah menjadi orang ketiga alias simpanan. Mungkin saja ia masih menjadi simpanan pria lain di luar sana.”
“Enggak, Pa. Ini bohong,” kata Jack dengan tangan bergetar. Hatinya benar-benar sakit melihat foto Clarissa sedang berpelukan dengan pria yang lebih tua darinya. Kemesraan yang terlihat dari foto itu membuat Jack cemburu. Ia tidak suka miliknya disentuh pria mana pun.
“Seharusnya kamu mencari tahu latar belakang wanita itu.”
Jack tersenyum kecut menatap foto-foto itu. “Aku tidak percaya,” kata Jack membuat papanya geram.
“Mau sampai kapan kamu mempercayai wanita itu? Dia bisa saja meninggalkan kamu demi pria lain. Jack belum terlambat untuk meninggalkan wanita itu. Kamu juga tidak tahu anak yang ada di kandungannya apakah benar anakmu atau anak pria lain?”
Jack mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia tidak bisa menerima semua tuduhan ayahnya, tapi satu sisi ia kecewa pada Clarissa. Selama ini Jack tidak pernah bertanya pada gadis itu tentang masa lalunya. Ia menerima Clarissa apa adanya.
Pintu kamar mandi terbuka membuat semua orang mengarahkan pandangan pada pintu itu. Clarissa yang keluar mengenakan piyama handuk hanya mematung menatap empat pria yang ada di kamar hotel.
“Apa yang terjadi?” gumam gadis itu seraya menatap Jack.