Lelaki Pengubah Mood

1244 Words
Lelaki itu keluar dari mobil dan mendekati Nana dengan hati-hati. "Dek, jangan bunuh diri," katanya sambil menurunkan Nana dari pembatas jembatan. Nana berusaha menjauhkan tangan lelaki itu. "Lepaskan tanganmu itu!" serunya sambil melihat lelaki itu. Lelaki itu kaget melihat wajah Nana. "Eh, maaf mbak, saya kira masih SMA." Lelaki itu mengira jika Nana yang punya tubuh tak terlalu tinggi itu masih SMA. Nana menatap lelaki tampan itu dengan kesal. "Menyebalkan!" Lelaki itu tinggi sekali jika dibandingkan Nana, tapi wajahnya terlihat masih seperti anak-anak. Baby face. Ia memakai kaos hitam berlengan pendek dan celana jeans. Terlihat fresh untuk ukuran sepagi itu. Lelaki itu berkata, "Mbak, dunia ini terlalu indah untuk ditinggalkan dengan cara sia-sia." Nana refleks berkata, "Indah? Bagi saya tidak! Semuanya tak indah lagi setelah adik saya merebut calon suami saya!" Nana langsung melangkah pergi, meninggalkan lelaki itu. Lelaki itu berkata pelan, "Rupanya si mbaknya lagi patah hati berat." Lelaki itu mengejar Nana dan berkata, "Mbak, jangan berbuat gila lagi. Lelaki di dunia ini masih banyak." Lelaki itu berkata sangat bijak sekali. Dengan wajah baby facenya, ia berusaha menghibur Nana. Nana merasa terganggu karena lelaki itu mengikutinya, ia pun menghentikan langkahnya dan menatap tajam ke arah lelaki itu. "Tidak usah menasehati saya! Kamu masih kecil kan?" Lelaki itu berkata, "Saya dua puluh tiga tahun mbak. Ya mungkin usia saya di bawah mbak ya? Tapi saya hanya ingin mengingatkan, jangan bunuh diri hanya karena siapa tadi? Calon suami mbak diambil adik mbak? Mbak harus tegar dong, perlihatkan pada mereka mbak kuat. Kalau mbak lemah, yang mengkhianati mbak makin senang." Nana terdiam mencerna perkataan lelaki di hadapannya. Lalu Nana berkata, "Tapi mereka akan menikah di hari yang seharusnya jadi hari pernikahanku." Entah dari mana keberanian Nana berasal, ia malah curhat pada lelaki baru itu. Lelaki itu berkata, "Apalagi seperti itu. Kuatlah mbak! Aku yakin setelah hujan badai akan ada pelangi yang mengiringi. Anggap saja sekarang sedang hujan badai." Nana terdiam. Tiba-tiba suara dering ponsel berdering. Lelaki itu merogoh saku celananya dan menautkan alisnya. Ia langsung mengangkat panggilan itu, "Ada apa?" tanya lelaki itu, dan dari seberang telepon terdengar suara seorang laki-laki, "Maaf, Tuan Davin, ayah Anda mencari Anda. Segeralah pulang." Tanpa menjawab, lelaki itu menutup panggilan itu. Ia berkata pada Nana, "Semoga mbak bisa mempertimbangkan ucapan saya. Semoga kita berjumpa lagi." Setelah itu Davin tersenyum dan berlari ke arah mobil sport hitamnya. Nana menatap mobil sport hitam itu melaju berlawanan arah. Nana tertawa kecil lalu menggelengkan kepalanya. Setelah itu ia berjalan lagi, tapi ucapan lelaki tadi terus berputar di otaknya, menjadi semacam rekaman yang membuat Nana berpikir harus kuat menghadapi ini semua. Dalam hati, Nana berkata, "apa yang dikatakan anak itu benar ya? Lebih baik seperti ini bukan? Daripada suamiku nantinya selingkuh dengan adikku sendiri. Nanti aku jadi janda. Menyeramkan sekali, apalagi kalau sudah ada anak.” Nana lalu berkata penuh tekad, “Baiklah, silahkan ambil calon suamiku, Shakira! Aku tak akan menyesal memberikan calon suamiku yang tak tahu diri itu padamu!” Sementara itu di rumah Kenzi. Kenzi sedang disidang oleh keluarganya tepatnya oleh ayah dan ibunya setelah sarapan di ruang tamu. Agas, ayah Kenzi, bertanya dengan serius, "Ken, semalam ibumu mengatakan jika kamu ingin mengganti pengantinmu jadi Shakira. Kamu tak mau menikah dengan Nana? Kenapa? Bisa kamu jelaskan?" Kenzi menjawab dengan tenang, "Semenjak tunangan dengan Nana, aku merasa Shakira lebih cantik dari Nana, dan memang benar begitu. Aku juga ternyata lebih nyaman jika jalan dengan Shakira." Agas menggelengkan kepalanya, tak percaya dengan jawaban Kenzi. Dita, ibu Kenzi, berkata, "Ken, cantik itu seiring waktu akan berkurang juga. Kamu lupa bisa sampai di titik wakil manajer karena jasa Nana. Ibu lebih setuju jika kamu nikah dengan Nana. Ibu sudah sayang sama dia." Agas menyetujui, "Benar kata ibumu, Ken. Ayah juga menilai kamu baru kenal sebentar sekali dengan Shakira, kamu belum tahu kan karakter Shakira." Kenzi menjawab cepat, "Sudah tahu aku, Ayah. Kalau Ayah dan Ibu tak merestui, aku tak masalah. Aku laki-laki, aku menikah tak perlu wali." Agas menghela nafasnya, merasa kecewa. "Ken, menikah bukan hanya soal kamu dan pasanganmu, tapi juga soal keluarga. Apa Kamu sudah mempertimbangkan itu?" Kenzi menatap ayahnya dengan tegas, "Aku sudah siap dengan segala konsekuensinya, Ayah. Yang penting aku tidak menyesal seumur hidup." Dita mencoba meredakan ketegangan, "Ken, kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Nana itu perempuan baik juga cerdas. Apakah kamu yakin Shakira adalah pilihan yang tepat?" Kenzi menjawab dengan keyakinan, "Aku yakin, Bu. Aku merasa lebih bahagia dengan Shakira." Agas menggelengkan kepalanya lagi, "Baiklah, Ken. Kalau itu keputusanmu, tapi ingat, setiap keputusan ada konsekuensinya. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari." Kenzi mengangguk, "Terima kasih, Ayah, Ibu. Aku akan bertanggung jawab atas pilihanku." Agas dan Dita saling bertukar pandang, masih merasa cemas tentang keputusan Kenzi, namun mereka tahu bahwa pada akhirnya, ini adalah hidup Kenzi dan ia harus menjalani pilihan yang telah diambilnya. Setelah pembicaraan itu Kenzi pamit dan pergi berangkat kerja, “ayah, ibu aku kerja dulu.” Agas dan Dita mengangguk dan membiarkan Kenzi pergi. Sepeninggal anaknya, Dita berkata kepada suaminya, "Ayah, ibu mau menelpon Nana ya?" Agas menjawab, "Iya bu. Bilang saja kita sebenarnya tak setuju dengan keinginan Kenzi, tapi Kenzi memaksa." Dita menjawab, “baik ayah. Ibu memang harus bilang ini. Takutnya Nana membenci ibu.” Agas mengangguk. Setelah itu, Agas pamit pergi kerja juga. Kini di ruang tamu hanya ada Dita, yang menghubungi Nana. Sementara itu, Nana sedang duduk di salah satu bangku di taman kota, mengamati aktivitas pagi di sekitarnya. Ia telah resign dari kantor tempat ia bekerja seminggu yang lalu dan sekarang sedang menunggu jawaban tes wawancara untuk menjadi dosen. Tiba-tiba ponselnya bergetar di sakunya. Saat dilihat, ternyata yang menelpon adalah Dita. Tertera kontak "Tante Dita." Nana berkata pelan, "Tante Dita?" Nana pun menerima panggilan itu. "Halo, Tante?" Dita langsung menyampaikan kegelisahannya, "Nana, ini tante Dita. Tante tahu jika Kenzi membatalkan pernikahannya denganmu. Tante ingin kamu tahu bahwa tante dan Om Agas sebenarnya tidak setuju dengan keputusan Kenzi untuk menikah dengan Shakira. Kami sangat menyayangkan hal ini. Kenzi memaksa, dan kami tidak bisa menghentikannya." Nana terdiam sejenak, merasa hatinya semakin hancur mendengar hal ini. "Tante, aku tidak tahu harus berkata apa. Aku sudah melakukan yang terbaik untuk Kenzi selama ini, tapi dia memilih Shakira..." Dita menghela napas, "Nana, tante mengerti perasaan kamu. Kamu sudah banyak berkorban untuk Kenzi. Tante hanya ingin kamu tahu bahwa kami di pihakmu. Kami juga sangat kecewa dengan sikap Kenzi." Nana merasa sedikit terhibur mendengar dukungan dari Dita. "Terima kasih, Tante. Aku hanya berharap semuanya akan membaik suatu hari nanti." Dita menjawab dengan lembut, "Tante yakin kamu akan menemukan kebahagiaanmu sendiri, Nana. Kamu perempuan yang kuat dan pintar. Jangan biarkan ini merusak masa depanmu." Nana menahan tangisnya, "Terima kasih, Tante. Itu sangat berarti bagiku." Dita mengakhiri panggilan dengan pesan penyemangat, "Jaga dirimu, Nana. Jika kamu butuh sesuatu, jangan ragu untuk menghubungi tante." Setelah menutup telepon, Nana duduk kembali di bangku taman, merasa sedikit lebih kuat dengan dukungan yang diterimanya dari Dita. Meski hatinya masih terluka, ia bertekad untuk bangkit dan melanjutkan hidupnya dengan penuh harapan. Nana tersenyum, “aku tak akan membiarkan mereka menari-nari di atas deritaku.” Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menjauhi bangku itu. Ia berjalan dengan hati lebih tenang. Pertemuannya dengan lelaki tadi pagi dan telepon dari Dita membuatnya kini merasa lebih baik dari sebelumnya. Setiba di rumahnya, saat Nana melewati tangga, ia melihat Shakira juga menuruni tangga. Nana menghentikan langkahnya, sementara Shakira memperlambat langkahnya, saat Shakira tiba di anak tangga paling bawah, Nana menatap Shakira tajam dan mengatakan hal yang membuat Shakira terkejut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD