Ketahuan!
Nana baru saja keluar dari ruangan dekan fakultas setelah menyelesaikan tes wawancara untuk posisi dosen di sebuah kampus swasta. Ia merasa lega karena wawancaranya berjalan lancar. "Alhamdulillah," gumamnya sambil tersenyum.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Ada pesan yang masuk. Nana melihat layar ponselnya dan mendapati pesan dari Kenzi, calon suaminya.
(Kenzi: Na, aku ingin menyampaikan sesuatu.)
Nana menautkan alisnya, bingung dengan apa yang akan disampaikan oleh Kenzi. Sambil menjauhi ruangan dekan, Nana berpikir-pikir. Ia kemudian memutuskan untuk pergi ke masjid kampus yang tidak jauh dari sana untuk menjawab pesan tersebut dengan tenang.
(Nana: Apa itu mas? Apa tentang pernikahan kita yang akan digelar dua minggu lagi?)
Ia menunggu balasan dengan perasaan campur aduk. Setelah beberapa saat, ponselnya bergetar lagi.
(Kenzi: Aku mau membatalkan pernikahan kita.)
Wajah Nana memanas seketika. Dengan tangan gemetar, ia mengetik balasan.
(Nana: Maksud kamu apa Mas? Semua persiapan sudah dimulai, bahkan gedung sudah dipesan dan kita sudah kasih DP, mas. Mas jangan bercanda. Kita sudah mengeluarkan uang yang tak sedikit.)
Nana tak menyangka dengan apa yang disampaikan Kenzi, kekasih yang sudah berpacaran dengannya selama setahun terakhir ini. Kenzi adalah seorang wakil manajer di sebuah perusahaan terkemuka. Usianya tiga puluh tahun. Dua bulan lalu mereka baru saja bertunangan, namun sejak itu juga Nana merasa Kenzi mulai berubah. Nana tak menaruh curiga. Ia tetap berpikir, mungkin Kenzi sibuk dan banyak pikiran.
Nana menunggu balasan dari Kenzi dengan cemas. Namun, menit demi menit berlalu, dan pesan dari Kenzi tak kunjung datang. Perasaannya campur aduk antara khawatir dan tak percaya.
Akhirnya, dengan berat hati, Nana memilih untuk berdiri dan menjauhi masjid. Ia memutuskan untuk naik bis menuju rumahnya. Di dalam bis, pikirannya melayang. Ia berharap Kenzi hanya bercanda.
Sambil menatap keluar jendela, Nana bergumam pada dirinya sendiri, "Kenzi pasti hanya bercanda. Dia kan suka bercanda dan selera humornya tinggi."
Nana tersenyum kecil, walau ia merasa bimbang. Hatinya mencoba meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja, tetapi bayangan tentang pesan Kenzi terus menghantuinya. Ia terus berharap agar Kenzi segera membalas pesannya dan mengatakan bahwa semua itu hanya lelucon belaka.
Nana turun di halte dan berjalan menuju rumahnya, rumah orang tuanya. Setelah beberapa menit, ia sampai di depan pintu dan masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian, seorang perempuan mendekati Nana dengan wajah penuh semangat.
"Kak, gimana tesnya?" tanya perempuan itu.
Nana menoleh dan melihat adiknya. "Eh, Shakira, kamu mengagetkan kakak saja," katanya sambil tersenyum. Shakira, adik satu-satunya Nana, cantik dan berkepribadian ceria. Namun, ia juga manja dan sangat bergantung pada ibunya.
Nana hampir genap dua puluh lima tahun dan Shakira dua puluh tiga tahun.
Nana duduk di ruang tamu, dan Shakira mengikutinya. "Alhamdulillah lancar," jawab Nana.
Shakira tersenyum lebar. "Syukurlah. Kakak memang cerdas, pasti kakak akan dapat pekerjaan itu," katanya dengan penuh keyakinan.
Nana pun tersenyum, merasa sedikit terhibur. "Makasih, Dek," ucapnya sambil memeluk Shakira. Shakira tersenyum sambil memutar bola matanya dengan sedikit jengah, ia memasang wajah malas.
Setelah beberapa saat, Shakira berdiri dan berkata, "Kak, aku mau pamit. Ada janji mau ketemu seseorang."
Nana mengangguk sambil tersenyum. "Oh, iya. Hati-hati di jalan, ya. Jangan pulang larut malam," pesannya.
Shakira mengangguk. "Iya, Kak. Pasti," jawabnya sambil tersenyum manis. "Nanti aku kabari kalau sudah sampai."
Nana mengangguk, merasa lega. "Oke, Dek. Jaga diri baik-baik."
Shakira melambaikan tangan dan berjalan keluar rumah, sementara Nana duduk kembali di ruang tamu, merenung tentang pesan dari Kenzi yang belum juga dibalas.
Setelah Shakira pergi, Nana memutuskan untuk menuju kamarnya. Di rumah itu, hanya ada dirinya sendiri; ayahnya sedang bekerja, begitu pula dengan ibunya. Kedua orang tuanya sama-sama sibuk dengan pekerjaan mereka.
Sesampainya di kamar, Nana duduk di tepi tempat tidurnya dan mengeluarkan ponselnya. Ia berharap ada pesan balasan dari Kenzi, tetapi sayangnya, tidak ada pesan yang masuk. Hal ini membuat Nana semakin penasaran dan gelisah. Ia menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk, berharap kabar baik dari calon suaminya itu.
Nana memutuskan untuk menelpon Kenzi. Ia merasa perlu mendengar penjelasan langsung dari Kenzi. Ponselnya berdering beberapa kali sebelum akhirnya panggilan diterima.
"Mas, kenapa pesanku belum dibalas?" tanya Nana langsung.
"Nanti akan aku balas. Sudah dulu ya," jawab Kenzi singkat sebelum mengakhiri panggilan.
Nana menautkan alisnya, merasa ada yang aneh. Ia tahu sekarang adalah jam makan siang. Tiba-tiba, ia mendengar suara perempuan dari seberang telepon. Rupanya Kenzi lupa menutup panggilan dari Nana.
"Halo sayang, maaf ya nunggu lama," kata suara perempuan itu. Nana merasa kenal dengan suara itu.
Lalu terdengar suara Kenzi menjawab, "Gak apa-apa Shakira sayang."
Nana membuka mulutnya lebar, tak percaya dengan apa yang ia dengar. Kenzi lalu bertanya, "Nana tidak tahu kamu akan pergi denganku kan?"
Shakira menjawab, "Tidak dong sayang, kakak tidak tahu."
Dan terdengar suara kecupan dari sana membuat d**a Nana terasa sesak. Ia merasa dunia seakan runtuh di hadapannya.
“Apa maksudnya ini?” Nana merasa kepalanya berdenyut.