Bab 7 : Tidak Ada Yang Bisa Menolak
Tidak peduli, siang, pagi, malam, ataupun sore. Hujan badai, ataupun panas terik, jika sudah keinginan maka, Marco harus bisa mendapatkan apa yang dia harapkan, dia inginkan, dan dia mau.
Tidak memandang, fisik lawan, lelah ataukah lemas, bertenaga atau lesu. b*******h atau tidak, dia tidak peduli. Dia hanya butuh penampung semua rasa yang dia pendam, dia harapkan, dia rasakan.
Kembali, Cydney, mendapatkan kekerasan dalam berseetubuh. Luka pada tubuhnya tidak pernah sembuh dan kering, tiga hari berada di mansion. Namun neraka bagi Cydney.
Apa yang perlu dinikmati jika sudah begini? Makanan enak? Fasilitas tang mumpuni? Atau rasa sakit dan luka yang tak kunjung kering? Gadis yang malang, Marco menghancurkan' semuanya. Mematahkan sayap indah Cydney.
Wanita itu, tidak lagi bisa terbang bebas, tertawa bersama dengan teman, melihat hijaunya rambu lalu lintas. Melihat seorang teman terjatuh yang menguji grafitasi. Tidak lagi bisa menggenggam pen dan menggoreskan tinta di atas kertas putih.
Semua teman di kampus pun, menanyakan keberadaan gadis itu. Salah satu teman, Cydney, terus berusaha menghubungi dirinya. Namun, Marco! Dia melenyapkan semua tentang Cydney.
Ponsel, kehidupan, ayahnya dan segalanya. Tidak lagi ada yang tahu, di mana Cydney berada.
Rintihan demi rintihan terus keluar dari mulut sensual Cydney, bukan karena gejolak rasa nikmat yang dia rasakan. Namun, lebih pada rasa sakit hati, terbakar emosi juga perih yang dia dapat, dari gesper, cambuk dan juga borgol yang terasa menyayat kulitnya setiap dia bergerak.
"Aku mohon Marco, aku janji akan melunasi hutang ayahku. Lepaskan aku–" lirihnya.
Sementara Marco masih terus mendorong dan memasuki tubuh Cydney, tanpa ampun.
"Tidak akan terjadi hal seperti itu, baby. Kamu akan tetap di sini, tidak ada dalam kamusku melepaskan mangsa empuk yang begitu ranum sepertimu." Suara berat, dengan desisan terdengar dari mulut lelaki itu.
Dia menikmati apa yang dia lakukan, tetapi tidak memperdulikan kesakitan sang lawan.
Hingga tubuh Cydney, tumbang. Marco pun melepaskan dirinya dan meninggalkan Cydney, sendiri. Dalam kedinginan juga darahh yang telah mengering, melekat pada punggung, tangan, serta lengannya.
Ayah, aku ingin marah, tapi kepada siapa? Benarkah kamu telah pergi? Kenapa? Aku sakit– batin Cydney dalam kelemahan yang menderanya.
Bukankah sama saja saat ini jika Cydney terus berada di dalam rumah itu, dia akan tetap menjadi b***k Marco. Lebih baik berusaha kabur dan meninggalkan mansion itu bukan?
Apa salahnya mencoba, bukankah, Cydney, sangat cepat untuk sekedar berlari? Namun apakah dengan kondisinya saat ini?
***
Hari yang di lewati Cydney, begitu berat, hingga satu bulan penuh gadis itu berada dalam neraka yang di ciptakan oleh Marco untuk Cydney.
Kini tubuhnya tidak lagi terlihat segar, banyak sekali bekas sayatan di pergelangan tangannya, juga punggungnya yang memiliki bekas bekas luka.
"Bersiaplah, aku yakin kamu bosan. Aku akan mengajakmu untuk makan malam di luar, baby."
Marco mendekati Cydney, dan mengelus lengan jenjang wanitanya. Sekalipun kini kulit itu tidak semulus saat pertama kali Cydney datang. Namun, Marco tetap menyukai itu, dia bangga akan maha karya yang dia buat di tubuh Cydney.
"Kamu buka lemari itu! Lihatlah, adalah baju di sana? Sehari pun kamu tidak memberikan kesempatan padaku untuk menutup tubuhku," jawab Cydney dengan dingin. Kini hatinya seakan mati rasa, beku dan kaku.
Menghindarinya pun tidak akan mengubah segala yang telah terjadi. Cydney hanya perlu, tekat dan keberanian untuk menggunakan kesempatan ini untuknya kabur.
"Kamu benar, baby. Aku akan menyuruh kepala pelayan untuk membelikan sebuah gaun yang indah untukmu."
Marco mencium pundak Cydney dan melenggang pergi, setelah mencuri satu sentuhan pada dadaa Cydney.
Bantu aku God! Jika aku tertangkap nantinya, maka, aku tidak akan lagi menyebut namamu dalam diriku, batin Cydney. Seperti sebuah ancaman untuk sang pemberi kehidupan.
Ya– dulu, Cydney begitu mempercayai adanya Tuhan, dia bisa kuliah, dia bisa mendapatkan nilai nilai terbaik disetiap tugas yang dia kerjakan. Namun kini, seakan doanya sama sekali tidak didengar oleh sang Tuhan.
Bentuk rasa protes dan juga, kemarahan seorang hamba. Cydney hanya butuh bisa kabur dari rumah ini, tidak lebih. Untuk saat ini!
Sekitar pukul tujuh, Joey telah mengetuk pintu kamar Cydney. Kamar yang tidak pernah kering dari keringat dan darah, bau anyir, bau cairan gairah Marco pun seakan masih berputar putar pada kamar itu.
"Silahkan Nona." Joey mengulurkan tangannya dan memberikan satu box besar yang tentu saja berisi gaun serta perlengkapan lainnya.
Cydney, yang berbalut selimut tebal itu meraihnya dan kembali duduk di bibir ranjang. Melihat bagaimana isi dari kotak berwarna hitam dengan sentuhan sedikit warna gold di tiap ujung sisinya. Kotak yang bertuliskan salah satu butik terkenal di kota Maxtron.
Joey telah meninggal kamar itu memberikan privasi dan kenyamanan untuk Cydney mengganti pakaiannya. Namun, betaoa terkejutnya Cydney, begitu melihat modelan baju yang terpampang di hadapannya.
"Apa dia begitu gila dan terobsesi dengan tubuhku?!" geram Cydney.
Sebuah gaun panjang berwarna biru dengan belahan d**a rendah begitupun dengan bagian punggungnya. Jelas jelas melihatkan kenyal dan sintalnya buah dadaa Cydney. Memperlihatkan bekas luka di punggungnya. Sudah pasti seperti dua buah kain yang diletakkan pada bahu saja.
Bahkan belahan di bawahnya begitu lebar hingga di atas lututnya. Cydney bergeleng dan melempar gaun itu di atas ranjang. Dia kembali duduk dan mendengus kesal.
Beberapa menit kemudian Marco datang. Dia melihat gaun yang dia beli hanya menjadi bunga di atas bed. Begitu marahnya hingga dia kembali mencengkeram rahang Cydney. Hingga wanita itu mendongak dan menatap wajah Marco.
"Apa yang kamu lakukan?! Pakai bajumu dan segera bersiaplah, baby."
Nada bicara Marco pun berubah melembut ketika diakhir kalimatnya. Melepaskan cengkraman yang sebelumnya dia lakukan.
"Apa kamu mau mereka menikmati tubuhku?! Kamu benar benar gila Marco!" teriak Cydney.
"Biarkan mereka melihat semuanya. Betapa indah dan anggunnya wanitaku," lirih Marco, dengan mengusap punggung Cydney.
"Bagaimana dengan bekas luka dan semua luka yang masih menganga Marco! Pikir!"
Cydney, membalikkan tubuhnya dan menjauh dari lelaki yang dianggap begitu sadis.
"Pakai atau aku akan membunuhhmu!" ancam Marco kembali. Lelaki itu bisa dengan cepat merubah nada bicara serta perasaannya dalam sekejap. Seakan dua sifat berada dalam satu tubuh.
"Jika tidak apa yang akan kamu lakukan?"
Sekali gerak, Marco membalik tubuh Cydney, dan juga menamparnya dengan keras, hingga bekas jari jemari terlukis indah di pipi Cydney.
Seketika, gadis itu memegangi pipinya yang mati rasa, hanya terasa panas dan nyeri, tanpa merasakan sentuhan tangannya.
"Jangan memancing emosiku, baby. Kamu masih begitu segar untuk aku melakukan kekerasan demi kekerasan ini. Jangan lakukan lagi, pakailah," ujar Marco, seraya mencium kening dan meraih tangan Cydney, membawanya ke depan bibirnya dan mengecupnya dalam, dengan memejamkan matanya.
Setelahnya, dia pergi, memberikan waktu pada Cydney untuk mengganti pakaian, seperti apa yang dia minta. Mungkin, waktu sebulan belum juga memberikan pemahaman bagi Cydney, bahwa keegoisan Marco tidak akan pernah bisa dilipat sedikit saja.
Jangan berharap lelaki itu mau bersimpati atau berempati pada orang lain. Isi dari otaknya hanya bisnis, sekss, uang, dan juga ketenangan.
Selanjutnya, apakah Cydney, bisa melancarkan rencananya?
To be continued ....